Jumat, 27 Juli 2018

SYARAT MENGQASHAR SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Jarak Perjalanan Yang Diperbolehkan Untuk Mengqashar Shalat
Para Ulama berbeda pendapat tentang jarak perjalanan yang diperbolehkan untuk mengqashar shalat.
Dari Anas RA,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا خَرَجَ مَسِيرَةَ ثَلَاثَةِ أَمْيَالٍ أَوْ فَرَاسِخَ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam manakala keluar sejauh tiga mil atau tiga farskah (Syu’bah ragu), dia mengqashar shalat. (Dalam suatu riwayat) : Dia shalat dua rakaat”. (Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (3/129) dan Al-Baihaqi (2/146)
Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari mengatakan :
“Inilah hadits yang paling shahih dan paling tegas menjelaskan jarak perjalanan yang dibolehkan mengqashar shalat” [Fiqih Sunnah 1/428].

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
قَالَ فِي زَادِ الْمَعَادِ: وَلَمْ يَحُدَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لِأُمَّتِهِ مَسَافَةً مَحْدُودَةً لِلْقَصْرِ، وَالْفِطْرِ بَلْ أَطْلَقَ لَهُمْ ذَلِكَ فِي مُطْلَقِ السَّفَرِ وَالضَّرْبِ فِي الْأَرْضِ كَمَا أَطْلَقَ لَهُمْ التَّيَمُّمَ فِي كُلِّ سَفَرٍ، وَأَمَّا مَا يُرْوَى عَنْهُ مِنْ التَّحْدِيدِ بِالْيَوْمِ، وَالْيَوْمَيْنِ وَالثَّلَاثَةِ فَلَمْ يَصِحَّ عَنْهُ فِيهَا شَيْءٌ أَلْبَتَّةَ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ، وَالْجَمْعِ فِي طَوِيلِ السَّفَرِ وَقَصِيرِهِ مَذْهَبُ كَثِيرٍ مِنْ السَّلَفِ
Ibnul Qayyim berkata dalam Zaadul Ma’aad :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membatasi jarak tertentu untuk mengqashar dan berbuka, tetapi beliau memutlakkan kepada mereka yang demikian itu dengan kemutlakkan perjalanan di bumi sebagaimana beliau memutlakkan bagi mereka bertayamum pada setiap perjalanan. Adapun riwayat-riwayat yang disandarkan pada beliau tentang pembatasan dengan sehari, dua hari atau tiga hari, maka tidak ada yang sah sedikitpun dari beliau. Wallahu a’lam.
Dan kebolehan mengqashar dan menjamak baik dalam perjalanan yang panjang maupun yang pendek, ini adalah madzhab mayoritas ulama. [Subulussalam 1/675].

Imam Nawawi dalam kitab Rhadudhatuth Thalibin, berkata :
وَأَمَّا كَوْنُ السَّفَرِ طَوِيلًا فَلَا بُدَّ مِنْهُ. وَالطَّوِيلُ: ثَمَانِيَةٌ وَأَرْبَعُونَ مِيلًا بِالْهَاشِمِيِّ، وَهِيَ سِتَّةَ عَشَرَ فَرْسَخًا، وَهِيَ أَرْبَعَةُ بُرُدٍ، وَهِيَ مَسِيرَةُ يَوْمَيْنِ مُعْتَدِلَيْنِ
Sedangkan untuk perjalanan yang panjang maka sudah tentu diperbolehkan mengqashar. Ukuran panjang (jauh) di sini adalah 48 mil menuurut ukuran Al Hasyim, yaitu sekitar 16 Farsakh (satu farsakh = 3 mil = 5544 m) atau sama dengan 4 burud, atau perjalanan dua hari.
[Rhadudhatuth Thalibin 1/758].

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
وَلَمْ يَبْلُغْنَا أَنْ يُقْصَرَ فِيمَا دُونَ يَوْمَيْنِ إلَّا أَنَّ عَامَّةَ مَنْ حَفِظْنَا عَنْهُ لَا يَخْتَلِفُ فِي أَنْ لَا يُقْصَرَ فِيمَا دُونَهُمَا فَلِلْمَرْءِ عِنْدِي أَنْ يَقْصُرَ فِيمَا كَانَ مَسِيرَةَ لَيْلَتَيْنِ قَاصِدَتَيْنِ وَذَلِكَ سِتَّةٌ وَأَرْبَعُونَ مَيْلًا بِالْهَاشِمِيِّ، وَلَا يَقْصُرُ فِيمَا دُونَهَا، وَأَمَّا أَنَا فَأُحِبُّ أَنْ لَا أَقْصُرَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلَاثٍ احْتِيَاطًا عَلَى نَفْسِي، وَإِنَّ تَرْكَ الْقَصْرِ مُبَاحٌ لِي فَإِنْ قَالَ قَائِلٌ
Belum sampai kepada kami keterangan tentang meringkas sholat pada perjalanan yang menghabiskan waktu selama dua hari, hanya saja kebanyakan orang ditempat kami yang menimba ilmu mengatakan tidak boleh meringkas sholat pada perjalanan yang memerlukan waktu kurang dari 2 hari.
Maka menurut pendapat saya, boleh bagi seseorang meringkas sholat bila melakukan perjalanan yang menghabiskan waktu selama 2 hari (sama dgn 46 mil), dan tidak boleh meringkas sholat bila kurang dari itu. Adapun saya lebih menyukai untuk tidak meringkas sholat pada perjalanan yang kurang dari 3 hari sebagai suatu sikap ke hati hatian, dan meninggalkan meringkas sholat hukumnya mubah (boleh) menurut pendapat saya. [Ringkasan Kitab Al-Umm, 1/256].

Dari Anas RA,
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ الْمَدِينَةِ إلَى مَكَّةَ وَكَانَ يُصَلِّي أَيْ الرُّبَاعِيَّةَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ
"Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah ke Mekah. Maka, beliau shalat dua rakaat dua rakaat sehingga kami pulang ke Madinah." (HR. Bukhari no. 1081; Muslim no. 693)

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَفِيهِ دَلَالَةٌ عَلَى أَنَّهُ لَمْ يُتِمَّ مَعَ إقَامَتِهِ فِي مَكَّةَ وَهُوَ كَذَلِكَ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِ الْحَدِيثُ الْآتِي.
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ نَفْسَ الْخُرُوجِ مِنْ الْبَلَدِ بِنِيَّةِ السَّفَرِ يَقْتَضِي الْقَصْرَ وَلَوْ لَمْ يُجَاوِزْ مِنْ الْبَلَدِ مِيلًا، وَلَا أَقَلَّ، وَأَنَّهُ لَا يَزَالُ يَقْصُرُ حَتَّى يَدْخُلَ الْبَلَدَ، وَلَوْ صَلَّى وَبُيُوتُهَا بِمَرْأًى مِنْهُ
Hadits ini menunjukkan bahwa beliau tidak menyempurnakan shalat selama mukim beliau di Mekah, begitu juga Anas, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits yang akan datang.
Dalam hadits ini juga menunjukkan bahwa keluar dari negeri dengan niat perjalanan, telah dibolehkan mengqashar, walaupun tidak melampaui satu mil dan tidak juga kurang. Dan sesungguhnya ia tetap mengqashar shalatnya, sampai ia masuk ke negerinya, walaupun jika ia shalat, rumahnya tampak dalam pandangannya. [Subulussalam 1/676].

Lamanya Safar Yang Diperbolehkan Mengqashar Shalat
Dari Ibnu Abbas RA,
أَقَامَ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا يَقْصُرُ
"Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  menetap di Mekah selama sembilan belas hari dengan mengqashar” (HR. Bukhari no. 1080)

Dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermukim di Tabuk selama dua puluh hari dan beliau senantiasa mengqashar shalatnya”. (H.R.  Ahmad  No. 14172.  Abu Daud No. 1235.  Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 5260,)

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَقَدْ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي قَدْرِ مُدَّةِ الْإِقَامَةِ الَّتِي إذَا عَزَمَ الْمُسَافِرُ عَلَى إقَامَتِهَا أَتَمَّ فِيهَا الصَّلَاةَ عَلَى أَقْوَالٍ وَقَالَتْ الْحَنَفِيَّةُ: خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا مُسْتَدِلِّينَ بِإِحْدَى رِوَايَاتِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَبِقَوْلِهِ وَقَوْلِ ابْنِ عُمَرَ " إذَا قَدِمْت بَلْدَةً، وَأَنْتَ مُسَافِرٌ، وَفِي نَفْسِك أَنْ تُقِيمَ خَمْسَ عَشْرَةَ لَيْلَةً فَأَكْمِلْ الصَّلَاةَ "
Para ulama berbeda pendapat dalam batasan masa menetap yang apabila seorang musafir menginginkan untuk menetap yang mengharuskan ia menyempurnakan shalat dalam beberapa pendapat :
Al-Hanafiyah berkata, “Lima belas hari”, mereka berdalil dengan salah satu riwayat Ibnu Abbas, dengan ucapannya dan ucapan Ibnu Umar, “Jika engkau sampai di suatu negeri sedang kamu seorang musafir, dan dalam hatimu engkau ingin menetap selama lima belas malam, maka sempurnakanlah shalat”
وَذَهَبَتْ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إلَى أَنَّ أَقَلَّهَا أَرْبَعَةُ أَيَّامٍ وَهُوَ مَرْوِيٌّ عَنْ عُثْمَانَ، وَالْمُرَادُ غَيْرُ يَوْمِ الدُّخُولِ، وَالْخُرُوجِ وَاسْتَدَلُّوا بِمَنْعِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - الْمُهَاجِرِينَ بَعْدَ مُضِيِّ النُّسُكِ أَنْ يَزِيدُوا عَلَى ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي مَكَّةَ فَدَلَّ عَلَى أَنَّهُ بِالْأَرْبَعَةِ الْأَيَّامِ يَصِيرُ مُقِيمًا
Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa waktu paling sedikit untuk menetap adalah empat hari. Ini diriwayatkan dari Utsman, yang dimaksud adalah selain dua hari masuk dan keluar. Mereka berdalil dengan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada kaum Muhajirin setelah menyelesaikan ibadah haji untuk menambah lebih dari tiga hari di Mekah, menunjukkan bahwa sesungguhnya empat hari akan menjadikan mereka orang mukim.

وَذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ، وَأَصْحَابُهُ وَهُوَ قَوْلٌ لِلشَّافِعِيِّ وَقَالَ بِهِ الْإِمَامُ يَحْيَى إنَّهُ يَقْصُرُ أَبَدًا إذْ الْأَصْلُ السَّفَرُ وَلِفِعْلِ ابْنِ عُمَرَ فَإِنَّهُ أَقَامَ بِأَذَرْبِيجَانَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ يَقْصُرُ الصَّلَاةَ وَرُوِيَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ أَقَامَ بِنَيْسَابُورَ سَنَةً أَوْ سَنَتَيْنِ يَقْصُرُ الصَّلَاةَ وَعَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ أَقَامُوا بِرَامَهُرْمُزَ تِسْعَةَ أَشْهُرٍ يَقْصُرُونَ الصَّلَاةَ
Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya berpendapat, yang juga merupakan pendapat Asy-Syafi’i sebagaimana juga diucapkan oleh Imam Yahya, “Sesungguhnya ia mengqashar selamanya, karena hukum asal adalah dalam perjalanan berdasarkan perbuatan Ibnu Umar, sesungguhnya ia bermukim di Azerbeijan selama enam bulan dan ia tetap megqashar shalatnya”. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya ia bermukim di Naisabur selama setahun atau dua tahun dan ia mengqashar shalatnya. Dan dari sekelompok sahabat, mereka menetap di Ramahurmuz selama sembilan bulan dan mereka mengqashar shalatnya. [Subulussalam, 1/678]

Sayyid Sabiq berkata :
Ibnu Mundzir mengatakan dalam penyelidikannya bahwa para ulama telah berijma bahwa seorang musafir diperbolehkan tetap mengqashar selama ia tidak bermaksud akan terus menetap di suatu tempat, walaupun waktu bermukimnya itu terus berlangsung selama bertahun-tahun.
[Fiqih Sunah, 1/433].

Wallahu a’lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...