HUKUM BERBEKAM KETIKA PUASA
Oleh
: Masnun Tholab
Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Hadits-hadits Tentang Berbekam Ketika Puasa
Dari Abu Sa’id Al Khudri. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
رَخَّصَ النَّبِىُّ -صلى الله
عليه وسلم- فِى الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَالْحِجَامَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium
istrinya dan berbekam.” (HR. Ad Daruquthni, An Nasa’i dalam Al Kubro, dan Ibnu
Khuzaimah)
Diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Abi Layla dari
salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحِجَامَةِ وَالْمُوَاصَلَةِ وَلَمْ يُحَرِّمْهُمَا
إِبْقَاءً عَلَى أَصْحَابِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang berbekam dan puasa wishol –namun tidak sampai mengharamkan-,
ini masih berlaku bagi sahabatnya.” (HR. Abu Daud no 2374.)
Dari Rafi bin Khudaj, ia berkata, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
أَفْطَرَ
الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ.
.“Orang yang membekam dan dibekam puasanya batal” (HR. Ahmad
dan Tirmidzi)
Dari Tsauban,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَتَى
عَلَى رَجُلٍ يَحْتَجِمُ فِي رَمَضَانَ فَقَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ
وَالْمَحْجُومُ»
Sesungguhnya Rasulullah mendatangi seorang laki-laki yang
sedang berbekam pada bulan ramadhan, lalu beliau bersabda, “Orang yang membekam dan dibekam puasanya batal “ (HR. Ahmad).
Dari Al-Hasan, dari Ma’qal bin Sinan Al-Asja’i, bahwasanya ia berkata,
مَرَّ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَأَنَا
أَحْتَجِمُ فِي ثَمَانِ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ:
«أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melewatiku ketika
aku sedang berbekam setelah berlalu delapan belas malam dari bulan ramadhan.
Lalu beliau bersabda, “Orang yang membekam dan dibekam puasanya batal “ (HR. Ahmad).
Dari Tsabit Al-Banani, ia berkata,
يُسْأَلُ أَنَسَ
بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ
قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian memakruhkan berbekam bagi orang yang
berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari).
Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
أَنَّ
النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ
وَهْوَ صَائِمٌ
Bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan
berpuasa. (HR. Bukhari no.
1938)
Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Berbekam
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَقَدْ اخْتَلَفَ فِيمَنْ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ فَذَهَبَ إلَى أَنَّهَا
لَا تُفْطِرُ الصَّائِمَ الْأَكْثَرُ مِنْ الْأَئِمَّةِ، وَقَالُوا: إنَّ هَذَا
نَاسِخٌ لِحَدِيثِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ وَهُوَ.
وَعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - أَتَى عَلَى رَجُلٍ بِالْبَقِيعِ وَهُوَ يَحْتَجِمُ فِي رَمَضَانَ.
فَقَالَ: أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah orang berbekam pada saat ia
sedang puasa. Mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu tidak membatalkan puasa,
mereka mengatakan bahwa hadits ini menasakh (mengganti) hadits Syaddad bin Aud
berikut ini :
Dari Syaddad bin Aus,
أَنَّهُ مَرَّ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ الْفَتْحِ عَلَى رَجُلٍ يَحْتَجِمُ
بِالْبَقِيعِ لِثَمَانِ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِي
فَقَالَ أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
Sesungguhnya dia bersama Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam pada Fath Makkah melewati seorang yang sedang
berbekam di Baqi' tanggal delapan belas bulan Ramadlan dan beliau mengambil
kedua tanganku lalu bersabda: "Orang yang berbekam dan yang dibekam berarti
telah batal puasanya."
(HR. Ahmad 16489; Abu Dawud 2368)
وَهُوَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْحِجَامَةَ تُفْطِرُ الصَّائِمَ
مِنْ حَاجِمٍ وَمَحْجُومٍ لَهُ وَقَدْ ذَهَبَتْ طَائِفَةٌ قَلِيلَةٌ إلَى ذَلِكَ
مِنْهُمْ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَأَتْبَاعُهُ لِحَدِيثِ شَدَّادٍ. وَذَهَبَ آخَرُونَ إلَى أَنَّهُ يُفْطِرُ
الْمَحْجُومُ لَهُ وَأَمَّا الْحَاجِمُ فَإِنَّهُ لَا يُفْطِرُ عَمَلًا
بِالْحَدِيثِ هَذَا فِي الطَّرَفِ الْأَوَّلِ فَلَا أَدْرِي مَا الَّذِي أَوْجَبَ
الْعَمَلَ بِبَعْضِهِ دُونَ بَعْضٍ وَأَمَّا الْجُمْهُورُ الْقَائِلُونَ:
Hadits ini menunjukkan bahwa berbekam itu membatalkan puasa, baik bagi
orang yang membekam maupun yang dibekam. Ini adalah pendapat sebagian ulama,
diantaranya Ahmad bin Hanbal dan para pengikutnya berdasarkan hadits Syaddad
ini.
Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa berbekam membatalkan puasa bagi
orang yang dibekam dan tidak membatalkan puasa bagi orang yang membekam,
berdasarkan separuh awal dari teks hadits ini. Saya tidak tahu apa alasan
mereka sehingga mereka mengamalkan separuh hadits dan meninggalkan separuh yang
lainnya.
إنَّهُ لَا يُفْطِرُ حَاجِمٌ وَلَا مَحْجُومٌ لَهُ فَأَجَابُوا
عَنْ حَدِيثِ شَدَّادٍ هَذَا بِأَنَّهُ مَنْسُوخٌ؛ لِأَنَّ حَدِيثَ ابْنِ عَبَّاسٍ
مُتَأَخِّرٌ؛ لِأَنَّهُ صَحِبَ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
عَامَ حَجِّهِ وَهُوَ سَنَةَ عَشْرٍ، وَشَدَّادٌ صَحِبَهُ عَامَ الْفَتْحِ كَذَا
حُكِيَ عَنْ الشَّافِعِيِّ قَالَ وَتَوَقِّي الْحِجَامَةِ احْتِيَاطًا أَحَبُّ
إلَيَّ
Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa berbekam sama sekali tidak
membatalkan puasa mengatakan bahwa hadits Syaddad telah dinasakh (diganti)
dengan hadits Ibnu Abbas RA yang lebih
akhir, karena Ibnu Abbas RA menemani Nabi pada tahun beliau melaksanakan
haji, yaitu padas tahun aepuluh. Sedangkan Syaddad menemaninya pada tahun fathu
Mekkah, demikian yang diriwayatkan dari Syafi’i, ia berkata, “Namun menghindari
berbekam karena kehati-hatian lebih saya sukai”.
[Subulussalam, 2/171].
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Berbekam yaitu mengeluarkan darah dari bagian kepala.
فقد احتجم النبي صلى الله عليه وسلم وهو صائم إلا إذا كانت تضعف
الصائم فإنها تكره له، قال ثابت البناني لانس: أكنتم تكرهون الحجامة للصائم على
عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ قال: لا، إلا من أجل الضعف.والفصد مثل الحجامة في الحكم
Nabi Shallallahu'alaihiwasallam sendiri pernah berbekam padahal beliau sedang
berpuasa. (HR. Bukhari)
Akan tetapi apabila hal itu melemahkan orang yang berpuasa, maka
hukumnya makruh.
Tsabit Al-Banani bertanya kepada Anas,
“Apakah pada masa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berbekam dianggap makruh?” Anas
berkata, “Tidak, kecuali apabila melemahkan’ (HR. Bukhari, Muslim)
Mengenai pengambilan darah dari salah satu anggota tubuh, maka hukumnya
sama seperti berbekam.
[Fiqih Sunnah, 2/69]
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
أَمَّا الْحِجَامَةُ فَإِنَّ فِيهَا ثَلَاثَةَ مَذَاهِبَ:
قَوْمٌ قَالُوا: إِنَّهَا تُفْطِرُ وَأَنَّ الْإِمْسَاكَ عَنْهَا وَاجِبٌ، وَبِهِ
قَالَ أَحْمَدُ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ.
وَقَوْمٌ قَالُوا: إِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ لِلصَّائِمِ وَلَيْسَتْ
تُفْطِرُ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَالثَّوْرِيُّ.
وَقَوْمٌ قَالُوا: إِنَّهَا غَيْرُ مَكْرُوهَةٍ وَلَا
مُفْطِرَةٍ، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَصْحَابُهُ
Ada tiga pendapat tentang berbekam :
Menurut Ahmad, Dawud, Auza’i, dan Ishaq bin Rahawah, berbekam
membatalkan puasa dan wajib menahan diri.
Menurut Malik, Syafi’i, dan Tsauri, berbekam bagi orang yang berpuasa
adalah makruh, namun tidak membatalkan puasanya.
Menurut Abu Hanifah dan pengikutnya, berbekam bagi orang yang berpuasa
tidak makruh dan tidak membatalkan puasanya. [Bidayatul Mujtahid, 1/651].
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar