Minggu, 22 Juli 2018

HUKUM BERBEKAM KETIKA PUASA


HUKUM BERBEKAM KETIKA PUASA

Oleh : Masnun Tholab

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Hadits-hadits Tentang Berbekam Ketika Puasa
Dari Abu Sa’id Al Khudri. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
رَخَّصَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْقُبْلَةِ لِلصَّائِمِ وَالْحِجَامَةِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan (rukhsoh) bagi orang yang berpuasa untuk mencium istrinya dan berbekam.” (HR. Ad Daruquthni, An Nasa’i dalam Al Kubro, dan Ibnu Khuzaimah) 

Diriwayatkan oleh ‘Abdur Rahman bin Abi Layla dari salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحِجَامَةِ وَالْمُوَاصَلَةِ وَلَمْ يُحَرِّمْهُمَا إِبْقَاءً عَلَى أَصْحَابِهِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berbekam dan puasa wishol –namun tidak sampai mengharamkan-, ini masih berlaku bagi sahabatnya.” (HR. Abu Daud no 2374.) 

Dari Rafi bin Khudaj, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ.
.“Orang yang membekam dan dibekam puasanya batal” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Dari Tsauban,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَتَى عَلَى رَجُلٍ يَحْتَجِمُ فِي رَمَضَانَ فَقَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»

Sesungguhnya Rasulullah mendatangi seorang laki-laki yang sedang berbekam pada bulan ramadhan, lalu beliau bersabda, “Orang yang membekam dan dibekam puasanya batal “ (HR. Ahmad).

 

Dari Al-Hasan, dari Ma’qal bin Sinan Al-Asja’i, bahwasanya ia berkata,

مَرَّ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَأَنَا أَحْتَجِمُ فِي ثَمَانِ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ فَقَالَ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melewatiku ketika aku sedang berbekam setelah berlalu delapan belas malam dari bulan ramadhan. Lalu beliau bersabda, “Orang yang membekam dan dibekam puasanya batal “ (HR. Ahmad).
  
Dari Tsabit Al-Banani, ia berkata,

يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian memakruhkan berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari).

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa. (HR. Bukhari no. 1938)

Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Berbekam
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَقَدْ اخْتَلَفَ فِيمَنْ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ فَذَهَبَ إلَى أَنَّهَا لَا تُفْطِرُ الصَّائِمَ الْأَكْثَرُ مِنْ الْأَئِمَّةِ، وَقَالُوا: إنَّ هَذَا نَاسِخٌ لِحَدِيثِ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ وَهُوَ.
وَعَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَتَى عَلَى رَجُلٍ بِالْبَقِيعِ وَهُوَ يَحْتَجِمُ فِي رَمَضَانَ. فَقَالَ: أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah orang berbekam pada saat ia sedang puasa. Mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu tidak membatalkan puasa, mereka mengatakan bahwa hadits ini menasakh (mengganti) hadits Syaddad bin Aud berikut  ini :
Dari Syaddad bin Aus,
أَنَّهُ مَرَّ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَمَنَ الْفَتْحِ عَلَى رَجُلٍ يَحْتَجِمُ بِالْبَقِيعِ لِثَمَانِ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِي فَقَالَ أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
Sesungguhnya dia bersama Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pada Fath Makkah melewati seorang yang sedang berbekam di Baqi' tanggal delapan belas bulan Ramadlan dan beliau mengambil kedua tanganku lalu bersabda: "Orang yang berbekam dan yang dibekam berarti telah batal puasanya."

(HR. Ahmad 16489; Abu Dawud 2368)

وَهُوَ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْحِجَامَةَ تُفْطِرُ الصَّائِمَ مِنْ حَاجِمٍ وَمَحْجُومٍ لَهُ وَقَدْ ذَهَبَتْ طَائِفَةٌ قَلِيلَةٌ إلَى ذَلِكَ مِنْهُمْ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَأَتْبَاعُهُ لِحَدِيثِ شَدَّادٍ. وَذَهَبَ آخَرُونَ إلَى أَنَّهُ يُفْطِرُ الْمَحْجُومُ لَهُ وَأَمَّا الْحَاجِمُ فَإِنَّهُ لَا يُفْطِرُ عَمَلًا بِالْحَدِيثِ هَذَا فِي الطَّرَفِ الْأَوَّلِ فَلَا أَدْرِي مَا الَّذِي أَوْجَبَ الْعَمَلَ بِبَعْضِهِ دُونَ بَعْضٍ وَأَمَّا الْجُمْهُورُ الْقَائِلُونَ:
Hadits ini menunjukkan bahwa berbekam itu membatalkan puasa, baik bagi orang yang membekam maupun yang dibekam. Ini adalah pendapat sebagian ulama, diantaranya Ahmad bin Hanbal dan para pengikutnya berdasarkan hadits Syaddad ini.
Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa berbekam membatalkan puasa bagi orang yang dibekam dan tidak membatalkan puasa bagi orang yang membekam, berdasarkan separuh awal dari teks hadits ini. Saya tidak tahu apa alasan mereka sehingga mereka mengamalkan separuh hadits dan meninggalkan separuh yang lainnya.

إنَّهُ لَا يُفْطِرُ حَاجِمٌ وَلَا مَحْجُومٌ لَهُ فَأَجَابُوا عَنْ حَدِيثِ شَدَّادٍ هَذَا بِأَنَّهُ مَنْسُوخٌ؛ لِأَنَّ حَدِيثَ ابْنِ عَبَّاسٍ مُتَأَخِّرٌ؛ لِأَنَّهُ صَحِبَ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عَامَ حَجِّهِ وَهُوَ سَنَةَ عَشْرٍ، وَشَدَّادٌ صَحِبَهُ عَامَ الْفَتْحِ كَذَا حُكِيَ عَنْ الشَّافِعِيِّ قَالَ وَتَوَقِّي الْحِجَامَةِ احْتِيَاطًا أَحَبُّ إلَيَّ
Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa berbekam sama sekali tidak membatalkan puasa mengatakan bahwa hadits Syaddad telah dinasakh (diganti) dengan hadits Ibnu Abbas RA yang lebih  akhir, karena Ibnu Abbas RA menemani Nabi pada tahun beliau melaksanakan haji, yaitu padas tahun aepuluh. Sedangkan Syaddad menemaninya pada tahun fathu Mekkah, demikian yang diriwayatkan dari Syafi’i, ia berkata, “Namun menghindari berbekam karena kehati-hatian lebih saya sukai”.
[Subulussalam, 2/171].

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Berbekam yaitu mengeluarkan darah dari bagian kepala.
فقد احتجم النبي صلى الله عليه وسلم وهو صائم إلا إذا كانت تضعف الصائم فإنها تكره له، قال ثابت البناني لانس: أكنتم تكرهون الحجامة للصائم على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ قال: لا، إلا من أجل الضعف.والفصد مثل الحجامة في الحكم
Nabi Shallallahu'alaihiwasallam sendiri pernah berbekam padahal beliau sedang berpuasa. (HR. Bukhari)
Akan tetapi apabila hal itu melemahkan orang yang berpuasa, maka hukumnya makruh.
Tsabit Al-Banani bertanya kepada Anas,
“Apakah pada masa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berbekam dianggap makruh?” Anas berkata, “Tidak, kecuali apabila melemahkan’ (HR. Bukhari, Muslim)
Mengenai pengambilan darah dari salah satu anggota tubuh, maka hukumnya sama seperti berbekam.
[Fiqih Sunnah, 2/69]

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
أَمَّا الْحِجَامَةُ فَإِنَّ فِيهَا ثَلَاثَةَ مَذَاهِبَ: قَوْمٌ قَالُوا: إِنَّهَا تُفْطِرُ وَأَنَّ الْإِمْسَاكَ عَنْهَا وَاجِبٌ، وَبِهِ قَالَ أَحْمَدُ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَإِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ.
وَقَوْمٌ قَالُوا: إِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ لِلصَّائِمِ وَلَيْسَتْ تُفْطِرُ، وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَالثَّوْرِيُّ.
وَقَوْمٌ قَالُوا: إِنَّهَا غَيْرُ مَكْرُوهَةٍ وَلَا مُفْطِرَةٍ، وَبِهِ قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَأَصْحَابُهُ
Ada tiga pendapat tentang berbekam :
Menurut Ahmad, Dawud, Auza’i, dan Ishaq bin Rahawah, berbekam membatalkan puasa dan wajib menahan diri.
Menurut Malik, Syafi’i, dan Tsauri, berbekam bagi orang yang berpuasa adalah makruh, namun tidak membatalkan puasanya.
Menurut Abu Hanifah dan pengikutnya, berbekam bagi orang yang berpuasa tidak makruh dan tidak membatalkan puasanya. [Bidayatul Mujtahid, 1/651].

Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...