Sabtu, 28 Juli 2018

HUKUM BERPUASA DI HARI JUM’AT

HUKUM BERPUASA DI HARI JUM’AT
Oleh : Masnun Tholab

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Larangan Mengkhususkan Hari Jum’at Untuk Beribadah
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah khususkan malam Jum’at dengan shalat malam tertentu yang tidak dilakukan pada malam-malam lainnya. Janganlah pula khususkan hari Jum’at dengan puasa tertentu yang tidak dilakukan pada hari-hari lainnya kecuali jika ada puasa yang dilakukan karena sebab ketika itu.” (HR. Muslim no. 1144, 2679; Nailul Authar no. 2237).

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim berkata :
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ النَّهْيُ الصَّرِيحُ عَنْ تَخْصِيصِ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِصَلَاةٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَيَوْمِهَا بِصَوْمٍ كَمَا تَقَدَّمَ وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَى كَرَاهِيَتِهِ وَاحْتَجَّ بِهِ الْعُلَمَاءُ عَلَى كَرَاهَةِ هَذِهِ الصَّلَاةِ الْمُبْتَدَعَةِ الَّتِي تُسَمَّى الرَّغَائِبُ قَاتَلَ اللَّهُ وَاضِعَهَا وَمُخْتَرِعَهَا فَإِنَّهَا بِدْعَةٌ مُنْكَرَةٌ مِنَ الْبِدَعِ الَّتِي هِيَ ضَلَالَةٌ وَجَهَالَةٌ وَفِيهَا مُنْكَرَاتٌ ظَاهِرَةٌ وَقَدْ صَنَّفَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ مُصَنَّفَاتٍ نَفِيسَةً فِي تَقْبِيحِهَا وَتَضْلِيلِ مُصَلِّيهَا وَمُبْتَدِعِهَا وَدَلَائِلِ قبحها وبطلانها وتضلل فَاعِلِهَا أَكْثَرَ مِنْ أَنْ تُحْصَرَ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Dalam hadits ini disebutkan secara jelas mengenai larangan mengkhususkan malam jum’at dengan melakukan shalat malam daripada malam-malam lainnya, juga larangan mengkhususkan puasa pada hari itu daripada hari-hari lainnya. Para ulama sepakat bahwa hal itu dilarang. Hadits ini dijadikan hujjah oleh para ulama tentang dilarangnya shalat yang disebut dengan Ar-Rgha’ib- semoga Allah memerangi pencetus dan pelakunya. Sebab shalat itu merupakan perbuatan bid’ah yang menyesatkan dan berawal dari sebuah kebodohan dalam beragama. Di dalamnya terdapat kemungkaran-kemungkaran yang nyata, dan sekelompok ulama telah menuliskan karya-karya yang mengesankan tentang buruknya kegiatan tersebut (shalat Ragha’ib), menyatakan sesat orang-orang yang melakukannya dan orang-orang yang mengada-adakannya, menunjukkan keburukan dan kesalahannya. Pada kenyataannya perbuatan tersebut dapat menyesatkan pelakunya, dan jumlah orang-orang tersebut tidak bisa dihitung dengan jari. Wallahu a’lam. [Syarah Shahih Muslim 5/687].

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ تَخْصِيصِ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِالْعِبَادَةِ بِصَلَاةٍ وَتِلَاوَةٍ غَيْرِ مُعْتَادَةٍ إلَّا مَا وَرَدَ بِهِ النَّصُّ عَلَى ذَلِكَ كَقِرَاءَةِ سُورَةِ الْكَهْفِ فَإِنَّهُ وَرَدَ تَخْصِيصُ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ بِقِرَاءَتِهَا وَسُوَرٍ أُخَرَ وَرَدَتْ بِهَا أَحَادِيثُ فِيهَا مَقَالٌ
Hadits ini merupakan dalil tentang haramnya mengistimewakan malam jum’at atas  malam-malam lainnya dengan melakukan suatu ibadah, baik berupa shalat maupun membaca al-Qur’an yang tiada biasa dilakukan pada malam-malam yang lainnya, kecuali beberapa ibadah yang memang dijelaskan dalam hadits, seperti membaca surat Al-Kahfi yang telah dijelaskan dalam satu hadits, maupun membaca beberapa surat lainnya yang rata-rata haditsnya mendapat komentar dari para ulama.
وَدَلَّ عَلَى تَحْرِيمِ النَّفْلِ بِصَوْمِ يَوْمِهَا مُنْفَرِدًا قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ: ثَبَتَ النَّهْيُ عَنْ صَوْمِ الْجُمُعَةِ كَمَا ثَبَتَ عَنْ صَوْمِ الْعِيدِ وَقَالَ أَبُو جَعْفَرٍ الطَّبَرِيُّ: يُفَرَّقُ بَيْنَ الْعِيدِ وَالْجُمُعَةِ بِأَنَّ الْإِجْمَاعَ مُنْعَقِدٌ عَلَى تَحْرِيمِ صَوْمِ الْعِيدِ وَلَوْ صَامَ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
Hadits ini juga menjelaskan haramnya mengistimewakan berpuasa nafilah pada hari jum’at. Ibnu Mundzir berkata, “Larangan atas puasa pada hari jum’at telah menjadi suatu ketetapan, sebagaiamana larangan berpuasa pada hari raya”. Abu Ja’fat Ath-Thabari berkata, “Perbedaan antara larangan puasa pada hari raya dan hari jum’at, bahwa para ulama telah berijma’ akan haramnya berpuasa pada hari raya walaupun orang tersebut berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya”. [Subulussalam, 2/166].

Larangan Mengkhususkan Hari Jum’at Untuk Berpuasa
Dari Abu Hurairah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ
‘Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali jika ia berpuasa pula pada hari sebelum atau sesudahnya.” (HR. Bukhari no. 1849 dan Muslim no. 1929, 2678; Nailul Authar no. 2236).

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim berkata :
وَفِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ الدَّلَالَةُ الظَّاهِرَةُ لقول جمهور أصحاب الشافعي وموافقيهم أنه يُكْرَهُ إِفْرَادُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ بِالصَّوْمِ إِلَّا أَنْ يُوَافِقَ عَادَةً لَهُ فَإِنْ وَصَلَهُ بِيَوْمٍ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ أَوْ وَافَقَ عَادَةً لَهُ بِأَنْ نَذَرَ أَنْ يَصُومَ يَوْمَ شِفَاءِ مَرِيضِهِ أَبَدًا فَوَافَقَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لَمْ يُكْرَهْ لِهَذِهِ الْأَحَادِيثِ
Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang dijadikan hujjah oleh ulama madzhab Syafi’i dan para pendukungnya, yaitu dimakruhkan berpuasa pada hari jum’at secara tersendiri kecuali hari itu bertepatan dengan kebiasaan seseorang dalam berpuasa. Apabila puasa yang dilakukan secara bersambung dengan sehari sebelum atau setelahnya, atau bertepatan dengan kebiasaan seseorang dalam berpuasa, misalnya ia bernadzar akan selalu berpuasa pada satu hari dimana dia sembuh penyakitnya, kemudian ternyata harinya itu bertepatan dengan hari jum’at, maka hal itu tidaklah mengapa berdasarkan hadits-hadits ini. [Syarah Shahih Muslim 5/685]

أَمَّا قَوْلُ مَالِكٍ فِي الْمُوَطَّأِ لَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ وَمَنْ بِهِ يُقْتَدَى نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَصِيَامُهُ حَسَنٌ وَقَدْ رَأَيْتُ بَعْضَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَصُومُهُ وَأَرَاهُ كَانَ يَتَحَرَّاهُ فَهَذَا الَّذِي قَالَهُ هُوَ الَّذِي رَآهُ وَقَدْ رَأَى غَيْرُهُ خِلَافَ مَا رَأَى هُوَ وَالسُّنَّةُ مُقَدَّمَةٌ عَلَى مَا رَآهُ هُوَ وَغَيْرُهُ وَقَدْ ثَبَتَ النَّهْيُ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَيَتَعَيَّنُ الْقَوْلُ بِهِ وَمَالِكٌ مَعْذُورٌ فَإِنَّهُ لَمْ يَبْلُغْهُ قَالَ الدَّاوُدِيُّ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ لَمْ يَبْلُغْ مَالِكًا هَذَا الْحَدِيثُ وَلَوْ بَلَغَهُ لَمْ يُخَالِفْهُ
Imam Malik di dalam kitab Al-Muwatha’ mengatakan, “Aku belum pernah mendengar seorangpun dari ulama ahli fikih dan orang-orang yang mengikutinya menyatakan larangan berpuasa pada hari jum’at. Berpuasa pada hari itu adalah baik. Aku pernah melihat beberapa ulama melaksanakannya, bahkan mereka selalu berusahan menjaganya”. Apa yang dikatakan oleh Malik ini sesuai dengan apa yang dilihatnya, sementara ulama lain juga pernah melihat hal yang berbeda dengannya. Hadits lebih didahulukan dari apa yang dilihat Malik dan lainnya, karena riwayat tentang larangan berpuasa hari jum’at adalah benar, maka wajib mengikuti hal tersebut. Sedangkan Malik dapat dimaafkan karena karena hadits tersebut tidak sampai kepadanya. Ad-Dawudi, seorang pengikut madzhab Maliki mengatakan, “Hadits ini belum sampai kepada Malik. Seandainya dia mendengarnya, niscaya tidak akan menyelisihinya”. [Syarah Shahih Muslim 5/685].
Diriwayatkan dari Junadah bin Abu Umayyah al-Azdi ra, beliau berkata:
دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنَ الْأَزْدِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَدَعَانَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى طَعَامٍ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقُلْنَا: إِنَّا صِيَامٌ. فَقَالَ: أَصُمْتُمْ أَمْسِ؟ قُلْنَا: لَا. قَالَ: أَفَتَصُومُونَ غَدًا؟ قُلْنَا: لَا. قَالَ: فَأَفْطِرُوا. ثُمَّ قَالَ: لَا تَصُومُوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ مُنْفَرِدًا .
 “Saya mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersama rombongan Bani Azdi pada hari Jumat. Rasulullah saw mengajak kami untuk memakan jamuan yang dihidangkannya, lalu kami menjawab: “Kami sedang berpuasa.” Rasulullah saw bersabda: “Apakah kemarin kalian berpuasa.”  Kami menjawab: “Tidak.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Apakah besok kalian akan berpuasa?”  Kami menjawab: “Tidak.”  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Maka  berbukalah.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at saja.” (HR. al-Hakim)

Dari Abdullah bin Busr, dasri saudarinya yang bernama Ash-Shama, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إلَّا فِيمَا اُفْتُرِضَ عَلَيْكُمْ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إلَّا عُودَ عِنَبٍ أَوْ لِحَاءَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهُ
Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali yg diwajibkan atas kalian, dan apabila salah seorang diantara kalian tak mendapatkan sesuatu kecuali kulit pohon anggur atau ranting pohon maka hendaknya ia mengunyahnya. [HR. Abu Daud No.2068].

Asy-Syaukani berkata :
قَالَ أَبُو دَاوُد فِي السُّنَنِ: قَالَ مَالِكٌ: هَذَا الْحَدِيثُ كَذِبٌ وَقَدْ أُعِلَّ بِالِاضْطِرَابِ كَمَا قَالَ النَّسَائِيّ. إِلِى أَنْ قَالَ: وَقَدْ ادَّعَى أَبُو دَاوُد أَنَّ هَذَا الْحَدِيثَ مَنْسُوخٌ. قَالَ فِي التَّلْخِيصِ وَلَا يَتَبَيَّنُ وَجْهُ النَّسْخِ فِيهِ
Abu Daud mengatakan di dalam kitab Sunannya, “Malik mengatakan, ‘Ini hadits bohong’. Hadits ini dinilai cacat karena mengandung kekacauan”. Sementara Abu Daud sendiri menilai hadits ini telah dihapus (hukumnya). Disebutkan dalam At-Talkhis : Tidak ada yang mengindikasikan dihapusnya hadits ini. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 2/404].
Imam Asy-Syaukani berkata :
وَاسْتُدِلَّ بِأَحَادِيثِ الْبَابِ عَلَى مَنْعِ إفْرَادِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ بِالصِّيَامِ
Hadits-hadits ini menunjukkan larangan menyendirikan hari jum’at dengan puasa.
[Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 2/404].

Kesimpulan
  1. Mayoritas ulama berpendapat, dilarang mengkhususkan malam jum’at atau hari jum’at untuk melakukan ibadah tertentu.
  2. Mayoritas ulama berpendapat, dilarang mengkhususkan hari jum’at untuk melakukan ibadah puasa.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...