Sabtu, 30 Agustus 2014

SHALAT IED DI LAPANGAN



SHALAT IED DI LAPANGAN
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده  اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Renungan
Dari ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani RA, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun"(HR. Ibnu Majah  no. 209)
Imam Al-Bukhari berkata :
افضل المسلمين رجل احيا سنة من سنن الرسول صلى الله عليه و سلم قد اميتت فاصبروا يا اصحاب السنن رحمكم الله فإنكم اقل الناس
Orang muslim yang paling utama adalah orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallhu ‘alaihi wasallam yang sudah ditinggalkan manusia (jarang diamalkan). Bersabarlah wahai para penyeru sunnah rohimakumullah. Karena sesungguhkan kalian berjumlah sedikit.
[Al-Jami’u li akhlakir rowi]

Keutamaan Shalat Ied di Lapangan
Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa shalat Ied, baik iedul Fitri maupun Iedul Adha, boleh dikerjakan di masjid dan boleh juga dikerjakan di tanah lapang. Namun mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat Ied di lapangan lebih utama daripada shalat ied di masjid, berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut :
Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةَ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وُيُوْصِيْهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرُ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
"Dulu Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar di hari raya idul fitri dan idul adha menuju lapangan. Maka sesuatu yang paling pertama kali beliau mulai adalah shalat ied, kemudian beliau berbalik dan berdiri menghadap manusia, sedangkan manusia duduk pada shaf-shaf mereka. Beliau pun memberikan nasihat dan wasiat kepada mereka, serta memberikan perintah kepada mereka. Jika beliau ingin mengirim suatu utusan, maka beliau putuskan (tetapkan), atau jika beliau memerintahkan sesuatu, maka beliau akan memerintahkannya. Lalu beliau pun pulang". (HR. Al-Bukhariy no 913; Muslim no. 889)

Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata,
وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى اِسْتِحْبَابِ الْخُرُوجِ إِلَى الصَّحْرَاءِ لِصَلَاةِ الْعِيدِ وَأَنَّ ذَلِكَ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي الْمَسْجِدِ ، لِمُوَاظَبَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ مَعَ فَضْلِ مَسْجِدِهِ
 "Hadits ini dijadikan dalil untuk menunjukkan dianjurkannya keluar menuju padang luas (lapangan) untuk mengerjakan shalat ied, dan bahwasanya hal itu lebih utama dibandingkan shalat ied di masjid, karena kontunyunya nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- atas hal itu, padahal masjid beliau memiliki keutamaan.[Lihat Fathul Bari (2/450)]
Selanjutanya Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata :
وَقَالَ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ : بَلَغَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ فِي الْعِيدَيْنِ إِلَى الْمُصَلَّى بِالْمَدِينَةِ ، وَكَذَا مَنْ بَعْدَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرِ مَطَرٍ وَنَحْوِهِ ، وَكَذَلِكَ عَامَّةُ أَهْلِ الْبُلْدَانِ إِلَّا أَهْلَ مَكَّةَ . ثُمَّ أَشَارَ إِلَى أَنَّ سَبَبَ ذَلِكَ سَعَةُ الْمَسْجِدِ وَضِيقُ أَطْرَافِ مَكَّةَ
Imam Syafi’I berkata dalam kitab Al-Umm, "Telah sampai berita kepada kami bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar di dua hari raya menuju lapangan yang terdapat di kota Madinah. Demikian pula generasi setelahnya, dan seluruh penduduk negeri, kecuali penduduk Mekah, sebabnya adalah masjid di Mekah luas (Masjidil Haram) , sedang tanahnya sempit.
[Fathul Baari, penjelasan hadits no. 903; Nailul Authar,  hadits no. 1281; Lihat Al-Umm (1/389)]

Sedangkan dalam kitab Al-Muhadzdzab, Imam Syafi’i berkata :
فَإِنْ كَانَ المسجد واسعا فصلى في الصحراء فلا بأس وان كان ضيقا فصلى فيه ولم يخرج إلى الصحراء كرهت لانه إذا ترك المسجد وصلي في الصحراء لم يكن عليهم ضرر وإذا ترك الصحراء وصلي في المسجد الضيق تأذوا بالزحام وربما فات بعضهم الصلاة
“Jika masjid yang ada luas kemudian penduduk yang ada shalat di tanah lapang, hukumnya tidak apa-apa. Namun jika masjidnya sempit dan salat ied tetap dialksanakan di situ (di masjid), aku tidak menyukai hal itu, sebab jika masjid ditinggalkan kemudian shalat ied dilaksanakan di padang luas, itu tidaklah berbahaya bagi mereka, sementara jika tanah lapang ditinggalkan kemudian shalat ied dilaksanakan di masjid yang sempit, tentu para jamaah bisa terganggu karena berdesakkan, bisa jadi ada sebagian ketinggalan shalat ied, karena itulah hukumnya makruh”
[Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, 5/6]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam (1/751) berkata :
فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى شَرْعِيَّةِ الْخُرُوجِ إلَى الْمُصَلَّى ، وَالْمُتَبَادَرُ مِنْهُ الْخُرُوجُ إلَى مَوْضِعٍ غَيْرِ مَسْجِدِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَهُوَ كَذَلِكَ فَإِنَّ مُصَلَّاهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَحَلٌّ مَعْرُوفٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ بَابِ مَسْجِدِهِ أَلْفُ ذِرَاعٍ قَالَهُ عُمَرُ بْنُ شَبَّةَ فِي أَخْبَارِ الْمَدِينَة
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya keluar ke tempat shalat. Yang tergambar dari hadits ini adalah keluar ke tempat selain masjid beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam, karena tempat shalat beliau adalah tempat yang sudah dikenal, yaitu antara tempat itu dengan pintu masjid sekitar seribu hasta sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Syabah di dalam kitab akhbar AlMadinah.
[Subulussalam (1/751)]


Dari Ibnu umar -radhiyallahu ‘anhuma- dia berkata berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْدُوْ إِلَى الْمُصَلَّى فِيْ يَوْمِ الْعِيْدِ وَالْعَنَزَةُ تُحْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَإِذَا بَلَغَ الْمُصَلَّى نُصِبَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ فَيُصَلِّي إِلَيْهَا وَذَلِكَ أَنَّ الْمُصَلَّى كَانَ فَضَاءً لَيْسَ فِيْهِ شَيْءٌ يُسْتَتَرُ بِهِ
"Rasulullah-Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar pagi-pagi menuju lapangan di hari ied, sedangkan tombak kecil di depan beliu. Jika telah tiba di lapangan, maka tombak kecil itu ditancapkan di depan beliau. Lalu beliau pun shalat menghadap tombak tersebut. Demikianlah, karena lapangan itu adalah padang, di dalamnya tak ada sesuatu yang bisa dijadikan "sutroh" (pembatas di depan imam)" (HR.Bukhariy no. 930; Ibnu Majah 1304)

Dari Abdur Rahman bin Abis berkata,
سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيْلَ لَهُ أَشَهِدْتَ الْعِيْدَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ نَعَمْ وَلَوْلَا مَكَانِيْ مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ حَتَّى أَتَى الْعَلَمَ الَّذِيْ عِنْدَ دَارِ كَثِيْرِ بْنِ الصَّلْتِ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَرَأَيْتُهُنَّ يَهْوِيْنَ بِأَيْدَيْهِنَّ يَقْذِفْنَهُ فِيْ ثَوْبِ بِلَالٍ ثُمَّ انْطَلَقَ هُوَ وَبِلَالٌ إِلَى بَيْتِهِ
"Aku pernah mendengarkan Ibnu Abbas sedang ditanya, apakah engkau pernah menghadiri shalat ied bersama Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ? Ibnu Abbas menjawab, ya pernah. Andaikan aku tidak kecil, maka aku tidak akan menyaksikannya, sampai Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatangi tanda (yang terdapat di lapangan), di dekat rumah Katsir Ibnu Ash-Shalt. Kemudian beliau shalat dan berkhutbah serta mendatangi para wanita sedang beliau bersama Bilal. Maka nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menasihati mereka, mengingatkan, dan memerintahkan mereka untuk bersedaqah. Lalu aku pun melihat mereka mengulurkan (sedeqah) dengan tangan mereka sambil melemparkannya ke baju Bilal. Kemudian nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan Bilal berangkat menuju ke rumahnya". (HR. Bukhariy no. 934).
Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata, "Ibnu Sa’ad berkata, "Rumah Katsir bin Ash-Sholt merupakan kiblat bagi lapangan di dua hari raya. Rumah itu menurun ke perut lembah Bathhan, suatu lembah di tengah kota Madinah". Selesai ucapan Ibnu Sa’ad".
[Fathul Bari (2/449)]

Dari Abu Hurairah RA,
أَنَّهُمْ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَصَلَّى بِهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ
“ketika turun hujan di suatu hari Ied, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyelenggarakan shalat ied bersama mereka di masjid” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Dalam kitab At-Talkhis dikatakan : Hadits ini dho’if.
Asy-syaukaniy-rahimahullah- berkata dalam Nailul Authar (3/359),
الْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ تَرْكَ الْخُروجِ إِلَى الْجَبَّانَةِ وَفِعْلَ الصَّلاةِ عِنْدَ عُرُوضِ عُذْرِ الْمَطَرِ غَيْر مَكْرُوهٍ
Hadits ini menunjukkan bahwa tidak berangkat ke lapangan dan melaksanakan shalat ied di masjid karena udzur hukumnya tidak makruh.
[Bustanul Ahyar Mukhtashar Nailul Authar, hadits no. 1660)

Ibnu Hazm Azh-Zhohiriy-rahimahullah- berkata :
وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَبْرُزُ إلَى الْمُصَلَّى لِصَلاَةِ الْعِيدَيْنِ , فَهَذَا أَفْضَلُ , وَغَيْرُهُ يُجْزِئُ , لاِنَّهُ فِعْلٌ لاَ أَمْرٌ وَبِاَللَّهِ تَعَالَى التَّوْفِيقُ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pergi keluar ke tanah lapang untuk shalat dua hari raya, inilah yang lebih utama, tapi yang lainnya (tidak di lapangan) juga boleh, karena hal itu adalah perbuatan, bukan perintah. Wabillahittaufiq.
[Al-Muhalla 13/241]

Ibnu Qudamah -rahimahullah- berkata dalam Al-Mughniy (2/229),
السنة أن يصلي العيد في المصلى - أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يخرج إلى المصلى ويدع مسجده وكذلك الخلفاء بعده - ولأن هذا إجماع المسلمين فإن الناس في كل عصر ومصر يخرجون إلى المصلى فيصلون العيد في المصلى مع سعة المسجد وضيقه وكان النبي صلى الله عليه و سلم يصلي في المصلى مع شرف مسجده
"Sunnahnya seorang shalat ied di lapangan. Kami (Ibnu Qudamah) memiliki dalil bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar menuju lapangan, dan meninggalkan masjidnya, demikian pula para khulafaurrasyidin setelahnya. Ini juga merupakan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin, karena manusia pada setiap zaman dan tempat, mereka keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat ied di dalamnya, padahal masjid luas dan sempit. Dulu nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- laksanakan shalat ied di lapangan, padahal masjidnya mulia,
[Al-Mughni, 2/229]

Fatawa Darul Ifta Al-Mishriyah :
وأن صلاة العيد فى المسجد أفضل عند الشافعية وفى الخلاء أفضل فى المذاهب الثلاثة على التفصيل السابق والله أعلم
Bahwa shalat Ied di masjid lebih utama menurut ulama syafi’iyah, dan (shalat Ied) di lapangan lebih utama menurut tiga ulama madzhab lainnya. Wallahu a’lam.

Kesimpulan
-Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa shalat Ied boleh dikerjakan di masjid atau di tanah lapang.
-Mayoritas ulama berpendapat, shalat Ied di tanah lapang lebih utama daripada shalat Ied di masjid.

Wallahu a’lam.

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...