KEUTAMAAN
MEMBERI BUKA PUASA
Oleh : Masnun
Tholab
ان الحمد لله نَحْمَدُهُ ونستعينه ونستغفره ونعوذ
بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له
وأشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Renungan
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ
لِأَنْفُسِكُمْ
Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri
kalian sendiri (QS. 17:7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ
كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ
Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu
keperluannya. (Muttafaq 'alaih)
Keutamaan Memberi Buka Puasa
Bulan Ramadhan benar-benar kesempatan
terbaik untuk beramal. Bulan Ramadhan adalah kesempatan menuai pahala melimpah.
Banyak amalan yang bisa dilakukan ketika itu agar menuai ganjaran yang luar
biasa. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, secuil kurma atau makanan
ringan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya kesempatan
tersebut tidak terlewatkan.
Dari Zaid bin Kholid Al Juhani Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ
لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa
memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang
berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun
juga.”[ HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad
5/192, At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.]
Al Munawi rahimahullah menjelaskan
:
( مَنْ
فَطَّرَ صَائِمًا) بعشائه وكذا بتمر فإن لم يتيسر فبماء
memberi makan buka puasa di sini boleh jadi
dengan makan malam, atau dengan kurma. Jika tidak bisa dengan itu, maka bisa
pula dengan seteguk air. [ Faidul Qodhir, 6/243.]
Ibnu Baththol berkata :
وقال الطبرى : وَفِيهِ مِنْ
الْفِقْهِ أن كل من أعان مؤمنًا على عمل بر فللمعين عليه أجر مثل العامل ، وإذا
أخبر الرسولُ أن مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فقد غزا ، فكذلك من فطر صائمًا أو قواه على صومه
فله مثل أجره
Ath Thobari rahimahullah menerangkan,
“Barangsiapa yang menolong seorang
mukmin dalam beramal kebaikan, maka orang yang menolong tersebut akan
mendapatkan pahala semisal pelaku kebaikan tadi. Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallammemberi kabar bahwa orang yang mempersiapkan
segala perlengkapan perang bagi orang yang ingin berperang, maka ia akan
mendapatkan pahala berperang. Begitu pula orang yang memberi makan buka puasa
atau memberi kekuatan melalui konsumsi makanan bagi orang yang berpuasa, maka
ia pun akan mendapatkan pahala berpuasa.”
Syeikhul Islam rahimahullah berkata: “Maksud memberikan buka adalah
mengenyangkannya.” Selesai kitab ‘Al-Ikhtiyarat hal. 194. Dahulu salafus sholeh
sangat menjaga untuk memberikan makanan dan mereka memandang hal itu termasuk
diantara ibadah yang paling mulia.
Sebagian salaf berkata: “Kalau sekiranya saya mengundang sepuluh dari
teman-temanku, kemudian memberikan makanan yang disukainya. Itu lebih saya
sukai dibandingkan dengan memerdekakan sepuluh (budak) dari anak Ismail. Dahulu
banyak dari kalangan salaf lebih mendahulukan (memberi) buka puasa (sementara)
dia masih dalam kondisi berpuasa. Diantaranya Ibnu Umar radhiallahu’anhuma,
Dawud At-Thoi, Malik bin Dinar dan Ahmad bin Hanbal.
Biasanya Ibnu Umar tidak berbuka melainkan bersama orang-orang yatim
dan orang miskin. Dahulu diantara salaf ada yang memberikan makanan kepada
saudaranya sementara dia masih berpuasa, duduk dan memberikan pelayanan.
Diantara mereka adalah Hasan dan Ibnu Mubarok.
Abu As-Suwar AL-Adawi berkata: “Dahulu orang-orang dari Banu ‘Adi
menunaikan shalat di masjid ini. Tidak ada yang berbuka salah satu diantara
mereka terhadap makanan dengan kondisi sendirian. Kalau ada orang yang makan
bersamanya, maka dia akan makan. Kalau tidak ada, maka makanannya dikeluarkan
ke masjid dan makan bersama orang-orang. Dan orang-orang makan bersamanya. Dan
ibadah memberikan makanan, akan tumbuh ibadah-ibadah yang banyak diantaranya,
saling kasih sayang, saling mencintai kepada orang yang memberikan makanan. Hal
itu menjadikan sebab masuk surga. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu’alaihi wa
sallam:
" لا تدخلوا الجنة حتى
تؤمنوا ولا تؤمنوا حتى تحابوا "
“Kamu semua tidak akan masuk surga sampai beriman, dan tidak (sempurna)
keimanan kamu semua sampai saling mencintai diantara kalian.” (HR. Muslim, 54).
Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ
فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ
ظُهُورِهَا ». فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ « لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ
وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ »
“Sesungguhnya
di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian
dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas
seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi
siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang
senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur.”[ HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan]
Di antara keutamaan lainnya bagi orang yang memberi makan
berbuka adalah keutamaan yang diraih dari do’a orang yang menyantap makanan
berbuka. Jika orang yang menyantap makanan mendoakan si pemberi makanan, maka
sungguh itu adalah do’a yang terkabulkan. Karena memang do’a orang yang berbuka
puasa adalah do’a yang mustajab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ
وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada
tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang
berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.”[ HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.]
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya
do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam
keadaan tunduk dan merendahkan diri.[ Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.]
Apalagi jika orang yang menyantap makanan
tadi mendo’akan sebagaimana do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam
praktekkan, maka sungguh rizki yang kita keluarkan akan semakin barokah.
Do’a Untuk Orang Yang Memberi Makan dan
Minum
Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam diberi
minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى
“Ya Allah, berilah ganti makanan kepada
orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi
minuman kepadaku] [ HR. Muslim no. 2055]
Dari
Abdullah bin Busr radliyallahu anhu, Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam pernah singgah ke (rumah) ayahku. Lalu kami hidangkan untuk Beliau
makanan dan wathbah (jenis makanan yang terbuat dari bahan kurma, tepung dan
minyak samin/ susu). Kemudian Beliau makan sebahagiannya. Lalu dihidangkan pula
buah kurma, maka Beliaupun memakannya dan meletakkan biji-bijinya diantara dua
jarinya yaitu Beliau menghimpun antara jari telunjuk dan tengah. Kemudian
didatangkan minuman lalu Beliau minum dan menyerahkannya kepada orang yang di
sebelah kanannya. Berkata (Abdullah bin Busr), berkata ayahku dalam keadaan
mengambilkan tali kekang kendaraannya, “(Wahai Rosulullah), berdoalah kepada
Allah untuk kami!”. Lalu Beliau berdoa,
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ وَ اغْفِرْ لَهُمْ وَ ارْحَمْهُمْ
‘Ya
Allah, berilah berkah terhadap apa yang telah Engkau rizkikan kepada mereka,
ampuni dan rahmatilah mereka’. [HR Muslim 2042, Abu Dawud: 3729, at-Turmudziy:
3576.]
Tak lupa pula, ketika kita memberi makan berbuka, hendaklah
memilih orang yang terbaik atau orang yang sholih. Carilah orang-orang yang
sholih yang bisa mendo’akan kita ketika mereka berbuka. Karena ingatlah harta
terbaik adalah di sisi orang yang sholih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengatakan pada ‘Amru bin Al ‘Ash,
يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ
“Wahai
Amru, sebaik-baik harta adalah harta di tangan hamba yang Shalih.”[ HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim]
Dengan banyak berderma melalui memberi
makan berbuka dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga. [ Lathoif Al Ma’arif, 298]
Keutamaan Berbuka Dengan Kurma
Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda :
إذا كان أحدكم صائما فليفطر على التمر فإن لم يجد التمر فعلى الماء
فإن الماء طهور
“Apabila diantara kalian berpuasa, berbukalah dengan kurma, jika
tidak ada kurma, maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci”. (HR. Abu Daud, Al-Baihaqi dan Al-Hakim. Menurut Al-Hakim, hadits ini
shahih berdasarkan kriteria persyaratan Imam Al-Bukhari).
Hadits yang senada adalah
إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ، فَإِنْ لَمْ
يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ فَإِنَّهُ طَهُورٌ
“Apabila diantara hendak berbuka, maka berbukalah dengan tamr
(kurma), jika tidak ada maka berbukalah dengan air, sebab air itu suci” (HR. At-Turmizi, ia mengatakan “hadits ini hasan shahih”, ; berdasarkan
hadits-hadits diatas, hendaknya berbuka puasa dilakukan sebelum shalat (menyegerakan
berbuka puasa, penj) dengan memakan kurma, sebab terdapat barokah pada kurma.
Kurma yang dimaksud adalah ruthab (kurma muda), namun bila tidak ada, maka
kurma yang biasa, namun bila tidak ada juga, maka berbuka puasalah dengan
air.
Meskipun berbuka puasa dengan kurma diperintahkan
oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, namun hukumnya hanya sunnah
(mustahab), bukan wajib. Imam Al-‘Imraniy (wafat 558 H) didalam Al-Bayan
mengatakan :
“Disunnahkan berbuka puasa
dengan tamar (kurma), jika tidak ada maka berbuka puasa dengan air, berdasarkan
riwayat Salman bin ‘Amir, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam pernah
bersabda : “Apabila diantara kalian berbuka puasa, maka berbukalah dengan tamr
(kurma), sebab kurma itu barokah, namun jika tidak ada maka berbukalah dengan
air, sebab air itu suci”, dan juga riwayat Anas, ia mengatakan : “Nabi
shallallahu ‘alayhi wa Sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab
(kurma muda), jika tidak ada kurma muda (ruthab), maka beliau berbuka dengan kurma
(tamar), dan jika tidak ada tamar, beliau meminum seteguk air”.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar