Senin, 01 November 2010

GERAKAN YANG MEMBATALKAN SHALAT

GERAKAN YANG MEMBATALKAN SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com


Disunnahkan bagi seorang mukmin untuk mendirikan shalat dan khusyu’ dan melaksanakannya dengan sepenuh jiwa dan raganya, baik itu shalat fardhu ataupun shalat sunnah.. Di samping itu ia harus thuma’ninah (tenang dan tidak terburu-buru), yang mana hal ini merupakan rukun dan kewajiban terpenting dalam shalat.
Agar shalat kita khusyu’ dan tumaninah, maka kita harus menghindari melakukan gerakan-gerakan yang membatalkan shalat.

Gerakan Yang Membatalkan Shalat
Menurut Zainudin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in gerakan yang membatalkan shalat adalah :
(وبفعل كثير) يقينا من غير جنس أفعالها إن صدر ممن علم تحريمه أو جهله ولم يعذر حال كونه (ولاء) عرفا في غير شدة الخوف ونفل السفر، بخلاف القليل كخطوتين وإن اتسعتا حيث لا وثبة، والضربتين
Banyak melakukan pekerjaan menurut adat, misalnya melangkah, menepuk nyamuk, atau menggaruk di tempat yang berlainan sebanyak tiga kali secara berturut-turut. Kecuali pekerjaan yang sedikit, misalnya : dua kali melangkah walaupun langkahnya jauh sekira tidak termasuk melompat, atau dua kali memukul. (Begitu juga melepaskan sepatu, membetulkan pakaian, membuang bangkai nyamuk atau lainnya. Sebagaimana Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam ketika pernah melepaskan sepatu dan menaruhnya di sebelah kirinya. Beliau pernah menyuruh membunuh kala atau ular, menolak orang yang lewat di depan orang shalat, dan mengizinkan untuk meratakan kerikil pada tempat shalat).
[Fathul Mu’in 1, hal. 280].

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Para Ulama berselisih pendapat mengenai ukuran sedikit banyaknya gerakan yang dapat membatalkan shalat.
Imam Nawawi berkata : ”Adapun pendapat yang sahih dan masyhur ialah mengembalikan soal ini kepada kebiasaan yang lazim. Jadi yang biasa dianggap gerakan sedikit oleh orang banyak, seperti memberi isyarat ketika menjawab salam, menanggalkan sandal, melepaskan sorban atau meletakkannya, juga mengenakan pakaian yang ringan atau melepasnya, begitu pula mengambil benda kecil atau meletakkannya, menolak orang yang hendak lewat di depan atau menggosok lendir di baju dan lain-lainnya, semua itu tidaklah membatalkan. Akan tetapi kalau menurut anggapan orang pekerjaan itu dikatagorikan gerak yang banyak, seperti banyak melangkah dan berturut-turut atau melakukan perbuatan yang sambung menyambung, hal itu membatalkan”.
[Fiqih Sunnah 1, hal.411].

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
Apabila seseorang shalat saat keadaan sangat menakutkan, diatas kendaraan kemudian turun, maka saya lebih menyukai agar ia mengulangi shalatnya. Apabila ia tidak memalingkan wajahnya, maka ia tidak perlu mengulanginya lagi, karena turun adalah pekerjaan yang tidak terlalu berat. Namun apabila wajahnya telah berpaling dari arah kiblat hingga berbalik, maka ia harus mengulangi shalatnya, karena ia tidak lagi menghadap kiblat.
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 311].

Gerakan Yang Tidak Membatalkan Shalat
Menurut Sayyid Sabiq gerakan-gerakan yang tidak membatalkan shalat adalah sebagai berikut :
1. Membunuh ular, kalajengking, kumbang, serta binatang-binatang lainnya yang berbahaya, meskipun memerlukan banyak gerakan.
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda,
اُقْتُلُوا الْأَسْوِدَيْنِ فِى الصَّلَاةِ : اَلْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ
”Boleh membunuh dua jenis binatang di dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking” (HR. Ahmad dan Ash-habus Sunan. Hadits ini hasan lagi sahih)

2. Berjalan karena ada keperluan
Dari Aisyah RA, berkata,
كان رسول اللّه صَلَّى اللّهُ عليهِ وآلهِ وسلَّمَ يُصَلِّى فىِ الْبَيْتِ وَالْبَابُ عَلَيْهِ مُغْلَقٌ فَجِنْتُ فَاسْتَفْتَحْتُ فَعَشَى فَفَتَحَ لِي ثُمَّ رَجَعَ اِلَى مُصَلَّاهُ وَوَصَفَتْ اَنَّ الْبَابَ فِى الْقِبْلَةِ
”Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam sedang mengerjakan shalat di rumah, sedangkan pintu dalam keadaan terkunci. Kebetulan aku datang dan meminta supaya pintu dibukakan. Beliaupun berjalan membuka pintu lalu kembali ke tempat shalatnya”. Selanjutnya Aisyah menceritakan bahwa pintu itu berada di sebelah arah kiblat. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Tirmidzi yang menganggapnya sebagai hadits hasan)
Yang dimaksud dengan ”pintu berada di sebelah arah kiblat” ialah ketika Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam pergi ke pintu atau pada saat kembali ke tempat semula, beliau tidak sampai berpaling dari kiblat.

3. Menggendong dan Memikul Anak Kecil Ketika Shalat
Abu Qatadah berkata,
”Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam pernah mengerjakan shalat, sedangkan Umamah putri Zainab (putri Nabi) ada di pundaknya. Jika Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam ruku’ beliau meletakkan anak itu dan jika berdiri dari sujud, beliau mengembalikan dan meletakkannya kembali ke atas pundaknya. Ibnu Juraij mengatakan bahwa itu shalat shubuh” (HR. Ahmad, Nasa’i)
[Fiqih Sunnah 1, hal 392-394].


Syaikh Ibnu Baz dalam Kitab Ad-Da’wah menjelaskan : Di antara dalil yang menunjukkan bahwa gerakan-gerakan yang sedikit tidak membatalkan shalat, juga gerakan-gerakan yang terpisah-pisah dan tidak berkesinambungan tidak membatalkan shalat, adalah sebagaimana yang bersumber dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa suatu hari beliau membukakan pintu masuk ‘Aisyah, padahal saat itu beliau sedang shalat. (Abu Dawud, kitab Ash-Shalah 922, At-Turmudzi, kitab Ash-Shalah 601, An-Nasa’i, kitab As-Sahw 2/11)
Diriwayatkan juga dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits Abu Qatadah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa pada suatu hari beliau shalat bersama orang-orang dengan memangku Umamah bintu Zainab, apabila beliau sujud, beliau menurunkannya, dan saat beliau berdiri, beliau memangkunya lagi. (Al-Bukhari, kitab Al-Adab 5996, Muslim kitab Al-Masajid 543)
Wallahu waliyut taifiq.
Sumber:
Kitab Ad-Da’wah, hal 86-87, Syaikh Ibnu Baz. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Hal. 191-193, penerbit Darul Haq.

Sumber rujukan :
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006.
-Zainuddin bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006
-Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005

*Slawi, Nopember 2010

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...