ETIKA
BUANG HAJAT (2)
Oleh
: Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah
limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam beserta keluarga
dan para sahabatnya.
Ada beberapa adab atau etika yang perlu
diperhatikan bagi orang yang mau buang hajat.
Dari Abi
Hurairah dari Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam , ia berkata:
إذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ لِحَاجَتِهِ فَلا يَسْتَقْبِلْ
الْقِبْلَةَ وَلا يَسْتَدْبِرْهَا
“Apabila salah seorang di antara kamu duduk
untuk hajatnya, maka janganlah menghadap kiblat dan janganlah membelakanginya. ”
(HR Ahmad dan Muslim, Hadits
No. 128 )
.
Dan di dalam
riwayat Imam yang lima kecuali Tirmidzi, ia bersabda:
«إنَّمَا
أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الْوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ
الْغَائِطَ فَلا يَسْتَقْبِلُ الْقِبْلَةَ وَلا يَسْتَدْبِرْهَا وَلا يَسْتَطِبْ بِيَمِينِهِ» . وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلاثَةِ
أَحْجَارٍ وَيَنْهَى عَنْ الرَّوْثَةِ. وَالرِّمَّةِ وَلَيْسَ لأَحْمَدَ فِيهِ
الأَمْرُ بِالأَحْجَارِ.
“Sebenarnya aku terhadap kamu adalah
berkedudukan sebagai ayah, yang mengajar kamu, maka apabila salah seorang di antara
kamu buang air besar, maka janganlah menghadap kiblat dan janganlah membelakanginya, dan janganlah membersihkan setelah buang
air besar dengan tangan kanannya. Dan adalah ia (Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam ) memerintahkan hal tersebut dengan tiga buah
batu, dan melarang dengan kotoran hewan dan tulang”. Dan bagi
riwayat Ahmad tidak
ada di dalamnya perintah dengan (tiga buah) batu. (Hadits No. 129 )
Dan dari Abi Ayub al Anshari,
dari Nabi
Shallallaahu ’alaihi wasallam , ia bersabda:
«إذَا
أَتَيْتُمُ الْغَائِطَ فَلا تَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَلا تَسْتَدْبِرُوهَا
وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا» . قَالَ أَبُو أَيُّوبَ: فَقَدِمْنَا الشَّامَ
فَوَجَدْنَا مَرَاحِيضَ قَدْ بُنِيَتْ نَحْوَ الْكَعْبَة فَنَنْحَرِفُ عَنْهَا
وَنَسْتَغْفِرُ اللَّهَ تَعَالَى.
“Apabila kamu buang air, maka
janganlah menghadap kiblatdan janganlah membelakanginya, tetapi menghadaplah ke arah Timur atau ke arah Barat. *)”. Abu Ayub berkata:
Kami tiba di Syam, kemudian kami dapatkan tempat-tempat buang air
telah dibangun mengarah ke Ka’bah, lalu kami rubahnya, dan kami
beristighfar. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim, Hadits
No. 130 )
.
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
وَالْحَدِيثُ
يَدُلُّ عَلَى الْمَنْعِ مِنْ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ وَاسْتِدْبَارِهَا
بِالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ، وَفِيهِ دَلالَة عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ الاسْتِنْجَاءُ
بِثَلاثَةِ أَحْجَارٍ. وَفِيهِ النَّهْيُ عَنْ الاسْتِطَابَةِ بِالْيَمِينِ.
وَفِيهِ دَلالَة عَلَى كَرَاهَة الاسْتِجْمَار بِالرَّوْثَةِ، وَكَذَلِكَ
الرِّمَّة وَهِيَ الْعَظْمُ؛ لأَنَّهَا مِنْ طَعَامِ الْجِنّ. انْتَهَى مُلَخَّصًا
Hadits ini menunjukkan:
- Larangan menghadap
kiblat dan membelakanginya ketika buang air besar dan kecil
- Wajib istinja’ (Membersihkan setelah buang
air besar) dengan tiga buah batu
- Larangan Istinja’ dengan tangan kanan, dan
- Tidak boleh Istinja’ dengan kotoran binatang
dan tulang, karena dia itu adalah makanan jin.
Selesai.
Dan dari Jabir bin Abdillah,
ia berkata:
نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَسْتَقْبِلَ
الْقِبْلَةَ بِبَوْلٍ فَرَأَيْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْبَضَ بِعَامٍ يَسْتَقْبِلُهَا.
Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam melarang menghadap Kiblat ketika
kencing, tetapi aku melihat dia sebelum wafat kurang setahun ia menghadap
Kiblat. (HR Imam yang lima kecuali Nasa’i, Hadits No. 132 )
Dan dari Aisyah,
ia berkata:
ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّ نَاسًا
يَكْرَهُونَ أَنْ يَسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ بِفُرُوجِهِمْ فَقَالَ: «أَوْ قَدْ
فَعَلُوهَا؟ حَوِّلُوا مَقْعَدَتِي قِبَلَ الْقِبْلَةِ»
Diberitahukan
kepada Rasulullah
Shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa orang-orang tidak menyukai menghadapkan
kemaluan-kemaluan mereka ke Kiblat, maka Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bertanya: “Adakah mereka telah mengerjakannya?
Rubahlah tempat dudukku ke arah Kiblat”. (HR Ahmad dan Ibnu Majah, Hadits
No. 133 )
.
Dan dari Marwan al Ashfar,
ia berkata:
رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ أَنَاخَ رَاحِلَتَهُ مُسْتَقْبِلَ
الْقِبْلَةِ يَبُولُ إلَيْهَا فَقُلْتُ: أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَلَيْسَ قَدْ
نُهِيَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ: بَلَى،إنَّمَا نُهِيَ عَنْ هَذَا فِي الْفَضَاءِ
فَإِذَا كَانَ بَيْنَكَ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ شَيْءٌ يَسْتُرُكَ فَلا بَأْسَ
Aku
melihat Ibnu
Umar menderumkan kendaraannya dengan menghadap Kiblat lalu
dia kencing dengan menghadap Kiblat. Lalu aku bertanya: Wahai Abi Abdirrahman,
tidaklah yang demikian itu telah dilarang? Maka ia menjawab: Tetapi yang dilarang ia
hanya di tanah lapang, apabila antara kamu dan Kiblat ada sesuatu
(penghalang) , yang menutupimu, maka tidak mengapa. (HR Abu Dawud, Hadits
No. 134 )
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
الْحَدِيثُ يَدُلّ عَلَى جَوَازِ اسْتِدْبَارِ الْقِبْلَةِ
حَالَ قَضَاءِ الْحَاجَةِ. وَرَوَى الْبَيْهَقِيُّ مِنْ طَرِيق عِيسَى الْحَنَّاطِ
قَالَ: قُلْت لِلشَّعْبِيِّ: إنِّي لأَعْجَبُ لاخْتِلافِ أَبِي هُرَيْرَةَ وَابْنِ
عُمَرَ قَالَ نَافِعٌ عَنْ ابْن عُمَرَ: (دَخَلْتُ إلَى بَيْتِ حَفْصَةَ فَحَانَتْ
مِنِّي الْتِفَاتَةٌ، فَرَأَيْتُ كَنِيفَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -
مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ) . وَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: (إذَا أَتَى أَحَدُكُمْ
الْغَائِطَ فَلا يَسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ وَلا يَسْتَدْبِرْهَا) قَالَ الشَّعْبِيُّ: صَدَقَا جَمِيعًا
Hadis ini
menunjukkan boleh membelakangi Kiblat ketika buang air. Dan Al Baihaqi meriwayatkan
dari jalan Isa al Khayyath, ia berkata: Aku berkata kepada As Sya’abi,
sesungguhnya aku heran atas perbedaan Abi Hurairah dan Ibnu Umar; Nafi’ berkata
dari Ibnu
Umar; Aku masuk ke rumah Hafshah, lalu ada kesempatan menoleh,
tiba-tiba aku mengetahui bahwa jamban Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam menghadap
Kiblat.
Dan Abu Hurairah berkata:
Apabila salah seorang di antara kamu buang air, maka janganlah menghadap Kiblat
dan janganlah membelakanginya. As Sya’abi berkata: Semuanya benar.
أَمَّا قَوْل أَبِي هُرَيْرَة فَهُوَ فِي الصَّحْرَاء، فَإِنَّ
لِلَّهِ عِبَادًا وَمَلائِكَةً وَجِنًّا يُصَلُّونَ، فَلا يَسْتَقْبِلْهُمْ أَحَدٌ
بِبَوْلٍ وَلا غَائِطٍ وَلا يَسْتَدْبِرْهُمْ، وَأَمَّا كُنُفُكُمْ هَذِهِ
فَإِنَّمَا هِيَ بُيُوتٌ لا قِبْلَةَ فِيهَا وَقَالَ البخاري: (باب لا تستقبل القبلة بغائط
ولا بول إلا عند البناء جدار أو نحوه)
Adapun
perkataan Abu Hurairah itu yang dimaksud adalah di tanah
lapang, karena sesungguhnya Alloh SWT. mempunyai hamba-hamba,
yaitu malaikat
dan jin-jin yang sedang shalat, oleh karena
itu janganlah seseorang menghadap mereka diwaktu buang air kecil atau
besar, dan jangan membelakangi. Adapun jamban-jambanmu adalah
bentuk rumah yang didirikan tanpa
Kiblat didalamnya. Imam Bukhari berkata dalam Bab: “Tidak
boleh menghadap Kiblat ketika buang air besar atau kecil kecuali dekat bangunan,
dinding dsb. ”
قَالَ الحَافظُ: وهذا قول الجمهور، وهو أَعْدل الأقوال لإعْماله
جميع الأدلة
Dan Al Hafidz Ibnu Hajar berkata:
Dan ini adalah pendapat Jumhur, dan itu adalah pendapat yang lebih
utama dengan mengkompromikan semua dalil.
Dari Abu Musa, ia berkata:
مَالَ رَسُولُ
اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إلَى دَمَثٍ إلَى جَنْبِ حَائِطٍ فَبَالَ،
وَقَالَ: «إذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْتَدْ لِبَوْلِهِ»
Rosululloh Shallallaahu
’alaihi wasallam
menuju ke suatu tempat yang rendah ke sebelah dinding, lalu buang air
kecil dan bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu buang air kecil,
maka carilah tanah yang lembut, karena (untuk menjaga) buang air
kecilnya. “. (HR Ahmad dan Abu Dawud., Hadits
No. 135 )
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
وَالْحَدِيث يَدُلّ
عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي لِمَنْ أَرَادَ قَضَاء الْحَاجَة أَنْ يَعْمِدَ إلَى
مَكَان لَيِّنٍ؛ لِيَأْمَنَ مِنْ رَشَاشِ الْبَوْلِ وَنَحْوه. وَقَوْلُهُ: (نَهَى
أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ) يَدُلّ عَلَى كَرَاهَةِ الْبَوْلِ فِي الْحُفَرِ
الَّتِي تَسْكُنهَا الْهَوَامُّ وَالسِّبَاعُ
Hadis ini menunjukkan, bahwa sesungguhnya
seyogyanya bagi orang yang hendak buang air, agar menuju tempat yang
lunak untuk menjaga, dari percikan buang air kecil tersebut. Dan perkataan
“Ia melarang buang air kecil di lubang” itu, menunjukkan, dilarangnya
buang air kecil di dalam lubang yang didiami serangga dan binatang-binatang
buas.
Dan
dari Qatadah dari Abdillah bin Sarjas, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ يُبَالَ فِي الْجُحْرِ قَالُوا. لِقَتَادَةَ:
مَا يُكْرَهُ مِنْ الْبَوْلِ فِي الْجُحْرِ؟ قَالَ: يُقَالُ: إنَّهَا مَسَاكِنُ
الْجِنِّ
Rosululloh Shallallaahu
’alaihi wasallam melarang
buang air kecil di lubang binatang. Mereka bertanya kepada Qatadah:
Mengapa dilarang buang air kecil di dalam lubang? la menjawab: “Karena
dikatakan, lubang-lubang itu adalah tempat jin“. (HR Ahmad,
Nasa’i, dan Abu Dawu’d, Hadits No. 136 )
Dan dari Abi Hurairah ra. , bahwa Nabi
Shallallaahu ’alaihi wasallam
bersabda:
«اتَّقُوا اللاعِنَيْنِ» . قَالُوا: وَمَا اللاعِنَانِ يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟! قَالَ: «الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ»
“Takutlah
kamu akan dua pelaknat! ” Mereka bertanya: Apa dua
laknat itu ya Rasululloh? la menjawab: “ (Yaitu) orang yang
buang kotoran di jalan manusia atau di tempat berteduh mereka”. (HR Ahmad ,
Muslim dan Nasa’i, Hadits No. 137 )
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
قَالَ
الْخَطَّابِيُّ: الْمُرَاد بِاللاعِنَيْنِ الأَمْرَانِ الْجَالِبَانِ
لِلَّعْنِ، وَذَلِكَ أَنَّ مَنْ فَعَلَهُمَا
لُعِنَ وَشُتِمَ. وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى تَحْرِيم التَّخَلِّي فِي طُرُق
النَّاس وَظِلِّهِمْ لِمَا فِيهِ مِنْ أَذِيَّةِ الْمُسْلِمِينَ بِتَنْجِيسِ مَنْ
يَمُرّ بِهِ وَنَتِنِهِ وَاسْتِقْذَارِهِ.
Al Khatthabi berkata: Yang dimaksud dua
pelaknat, yaitu dua perkara yang menyebabkan datangnya laknat, karena
sesungguhnya orang yang berbuat dua perkara itu dilaknat dan dicaci
(orang). Hadits ini menunjukkan haramnya buang kotoran di
jalan-jalan manusia dan tempat pemberhentian mereka, karena berbuat yang
demikian itu berarti mengganggu orang-orang Islam, yaitu
menyebabkan najisnya orang yang lewat di situ dan menyebabkan tempat
itu berbau busuk dan kotor.
Dari Muadz bin Jabal, Rosululloh Shallallaahu
’alaihi wasallam bersabda:
«اتَّقُوا الْمَلاعِنَ الثَّلاثَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ
وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ»
“Takutlah
kamu tiga perkara pelaknat (yaitu): buang kotoran di mata air,
di tengah jalan, dan di tempat berteduh. ”( HR Abu Dawud,
Ibnu Majah, dia berkata: Hadits Mursal. Hadits No. 138 ).
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
وَالْحَدِيث يَدُلّ
عَلَى الْمَنْع مِنْ قَضَاء الْحَاجَة فِي الْمَوَارِد وَالظِّلّ وَقَارِعَة
الطَّرِيق لِمَا فِي ذَلِكَ مِنْ الأَذِيَّة لِلْمُسْلِمِينَ.
Hadits ini menunjukkan atas larangan buang
air di mata air, tempat pernberhentian manusia, dan di tengah
jalan, karena hal itu mengganggu orang-orang Islam.
Dan dari Abdillah bin Mughaffal,
dari Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam , ia bersabda:
«لا يَبُولَنَّ
أَحَدُكُمْ فِي مُسْتَحَمِّهِ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ فِيهِ فَإِنَّ عَامَّةَ
الْوِسْوَاسِ مِنْهُ»
“Janganlah sekali-kali salah seorang di
antara kamu buang air kecil di tempat mandinya
kemudian berwudlu’ di dalamnya, karena kebanyakan gangguan itu
datangnya dari itu. “(HR Imam yang lima, Hadits No. 139 )
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
وَالْحَدِيثُ
يَدُلُّ عَلَى الْمَنْعِ مِنْ الْبَوْلِ فِي مَحَلِّ الاغْتِسَالِ لأَنَّهُ يَبْقَى
أَثَرُهُ، فَإِذَا انْتَضَحَ إلَى الْمُغْتَسَلِ شَيْءٌ مِنْ الْمَاءِ بَعْد
وُقُوعِهِ عَلَى مَحَلِّ الْبَوْلِ نَجَّسَهُ، فَلا يَزَالُ عِنْد مُبَاشَرَةِ
الاغْتِسَالِ مُتَخَيَّلاً لِذَلِكَ فَيُفْضِي بِهِ إلَى الْوَسْوَسَةِ. وَقَدْ
قِيلَ: إنَّهُ إذَا كَانَ لِلْبَوْلِ مَسْلَكٌ يَنْفُذُ فِيهِ فَلا كَرَاهَةَ.
Hadis ini
menunjukkan atas larangan buang air kecil di tempat mandi, karena bekasnya
itu tetap ada. Dan apabila air itu mengalir di tempat buang air kecil
itu lalu terpercik ke badan orang yang mandi, maka ia selalu
menghayalkan hal itu dan menimbulkan was-was. Dan dikatakan, apabila buang
air kecil itu mempunyai tempat pembuangan, maka tidak dilarang. [Bustanul Ahbar Mukhtashar
Nailul Authar, 1/60-63]
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim berkata :
وَأَمَّا النَّهْيُ عَنْ
الِاسْتِقْبَالِ لِلْقِبْلَةِ بِالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ فَقَدِ اخْتَلَفَ
الْعُلَمَاءُ فِيهِ عَلَى مَذَاهِبَ
أَحَدُهَا مَذْهَبُ مَالِكٍ
وَالشَّافِعِيِّ رَحِمَهُمَا اللَّهُ تَعَالَى أَنَّهُ يَحْرُمُ اسْتِقْبَالُ
الْقِبْلَةِ فِي الصَّحْرَاءِ بِالْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَلَا يَحْرُمُ ذَلِكَ فِي
الْبُنْيَانِ وَهَذَا مَرْوِيٌّ عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عنهما والشعبى واسحق بْنِ
رَاهَوَيْهِ وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فِي إِحْدَى الروايتين رحمهم الله
والمذهب الثانى أنه لايجوز ذَلِكَ
لَا فِي الْبُنْيَانِ وَلَا فِي الصَّحْرَاءِ وَهُوَ قَوْلُ أَبِي أَيُّوبَ
الْأَنْصَارِيِّ الصَّحَابِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَمُجَاهِدٍ وَإِبْرَاهِيمَ
النَّخَعِيِّ وَسُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ وَأَبِي ثَوْرٍ وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ
وَالْمَذْهَبُ الثَّالِثُ جَوَازُ
ذَلِكَ فِي الْبُنْيَانِ وَالصَّحْرَاءِ جَمِيعًا وَهُوَ مَذْهَبُ عُرْوَةَ بْنِ
الزُّبَيْرِ وَرَبِيعَةَ شَيْخِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَدَاوُدَ
الظَّاهِرِيِّ
وَالْمَذْهَبُ الرَّابِعُ لَا يَجُوزُ
الِاسْتِقْبَالُ لَا فِي الصَّحْرَاءِ وَلَا فِي الْبُنْيَانِ وَيَجُوزُ
الِاسْتِدْبَارُ فِيهِمَا وَهِيَ إِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ
وَأَحْمَدَ رَحِمَهُمَا اللَّهُ تَعَالَى
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim berkata :
- Madzhab Malik dan
Syafi’i mengharamkan kencing dan berak sambil menghadap kiblat apabila
berada di tanah lapang. Namun tidak haram kalau kedua aktifitas buang
hajat itu dilakukan di dalam bangunan sekalipun sambil menghadap kiblat.
Pendapat ini juga telah diriwayatkan dari Al ‘Abbas dan ‘Abdul Muththalib,
‘Abdullah bin ‘Umar RA, Asy-Sya’bi, Ishaq bin Rahawaih, dan Ahmad bin
Hanbal menurut salah satu riwayat darinya.
- Tidak boleh kencing
atau berak dengan menghadap ke arah kiblat, baik di tanah lapang maupun di
dalam bangunan. Pendapat ini dianut oleh Abu Ayyub Al-Anshari RA, Mujahid,
Ibrahim An-Nakha’i, Sufyan Ats-Tsauri, Abu Tsaur, dan Ahmad bin Hanbal
menurut salah satu riwayat darinya.
- Boleh kencing maupun
berak dengan menghadap ke arah kiblat, baik ketika di tanah lapang maupun
di dalam bangunan. Pendapat ini dianut oleh ‘Urwah bin Az-Zubair, Rabi’ah
yang menjadi Syaikh Malik, dan Dawud Azh-Zhahiri.
- Tidak boleh berak
maupun kencing menghadap kiblat, baik ketika di tanah lapang maupun di
dalam bangunan. Namun boleh membelakangi kiblat, baik di tanah lapang
maupun di dalam bangunan. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari
Abu Hanifah dan Ahmad RA.
[Syarah Shahih Muslim 2/314].
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar