Rabu, 25 Juli 2018

AIR BEKAS BERSUCI

AIR BEKAS BERSUCI
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

ان الحمد لله نَحْمَدُهُ ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

Air Bekas Wudhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata :
جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَعُودنِي وَأَنَا مَرِيضٌ لا أَعْقِلُ فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ وَضُوءَهُ عَلَيَّ
 “ Datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengunjungi aku, sedangkan aku dalam keadaan sakit yang tidak sadar, kemudian ia berwudlu’ dan mengguyurkan air wudlu’nya kepadaku”. (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Dan didalam hadist perdamaian Hudaibiyah dari riwayat Miswar bin Makhramah dan Marwan bin Al Hakam :
مَا تَنَخَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً إلا وَقَعَتْ فِي كَفّ رَجُلٍ، فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ، وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ. وَهُوَ بِكَمَالِهِ لأَحْمَدَ وَالْبُخَارِيِّ.
Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengeluarkan dahak kecuali mesti jatuh ke telapak tangan seseorang, kemudian menggosokkannya ke wajahnya dan kulitnya, dan apabila wudlu’, hampir mereka berebutan air wudlu’nya. Dan kelanjutan hadist ini selengkapnya, adalah pada riwayat Ahmad dan Bukhari.

Dan dari Hudzaifah bin Al Yaman,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ وَهُوَ جُنُبٌ فَحَادَ عَنْهُ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ جَاءَ، فَقَالَ: كُنْت جُنُبًا، فَقَالَ: «إنَّ الْمُسْلِمَ لا يَنْجُسُ» . رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إلا الْبُخَارِيَّ وَالتِّرْمِذِيَّ.
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pernah menemuinya, sedangkan ia dalam keadaan junub, lalu ia menyingkir daripadanya, kemudian ia mandi lalu datang, ia berkata: aku junub, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda : “Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis..”. (HR Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
.
Asy-Syaukani Rahimahullah berkata :
وَقَدْ اسْتَدَلَّ الْجُمْهُورُ بِصَبِّهِ - صلى الله عليه وسلم - لِوَضُوئِهِ عَلَى جَابِرٍ وَتَقْرِيرِهِ لِلصَّحَابَةِ عَلَى التَّبَرُّكِ بِوَضُوئِهِ، وَعَلَى طَهَارَةِ الْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ لِلْوُضُوءِ إِلِى أَنْ قَالَ: فَإِنْ قَالَ الذَّاهِبُ إلَى نَجَاسَةِ الْمُسْتَعْمَلِ لِلْوُضُوءِ إنَّ هَذِهِ الأَحَادِيثَ غَايَةُ مَا فِيهَا الدَّلالَةُ عَلَى طَهَارَةِ مَا تَوَضَّأَ بِهِ - صلى الله عليه وسلم - وَلَعَلَّ ذَلِكَ مِنْ خَصَائِصِهِ. قُلْتُ: هَذِهِ دَعْوَى غَيْرُ نَافِقَةٍ، فَإِنَّ الأَصْلَ أَنَّ حُكْمَهُ وَحُكْمَ أُمَّتِهِ وَاحِدٌ إلا أَنْ يَقُومَ دَلِيلٌ يَقْضِي بِالاخْتِصَاصِ وَلا دَلِيلَ. وَأَيْضًا الْحُكْمُ بِكَوْنِ الشَّيْءِ نَجِسًا حُكْمٌ شَرْعِيٌّ يَحْتَاجُ إلَى دَلِيلٍ يَلْتَزِمُهُ الْخَصْمُ فَمَا هُوَ؟
Jumhur menjadikan dalil dengan pengguyuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan air wudlu’nya kepada sahabat-sahabat yang tabarruk dengan air bekas wudlu’nya, atas kesucian air bekas dipakai untuk wudlu’, selanjutnya ia berkata: Apabila Ada yang berpendapat atas najisnya air bekas wudlu’ padahal hadist-hadist ini jelas menunjukkan sucinya, dan dimungkinkan hal itu termasuk perkara yang khusus bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku menjawab : Ini adalah dakwaan yang tidak sesuai, karena yang asal, bahwa hukumnya dan hukum ummatnya adalah satu, kecuali kalau ada dalil yang menunjukkan kekhususan, padahal dalil itu tidak ada. Dan juga menghukum sesuatu itu najis adalah merupakan ketentuan hukum agama yang membutuhkan kepada dalil yang diajukan oleh orang yang menantang, maka manakah dalil itu?

Air Bekas Wudhu Wanita
Dari Hakim bin Amr al Ghifari ,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى أَنْ يَتَوَضَّأَ الرَّجُلُ بِفَضْلِ طَهُورِ الْمَرْأَةِ. رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلا أَنَّ ابْنَ مَاجَهْ وَالنَّسَائِيُّ قَالا: وَضُوءُ الْمَرْأَةِ. وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ، وَقَالَ ابْنُ مَاجَهْ: وَقَدْ رَوَى بَعْدَهُ حَدِيثًا آخَرَ - الصَّحِيحُ الأَوَّلُ، يَعْنِي حَدِيثَ الْحَكَمِ
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  melarang laki-laki berwudlu’ dengan bekas air yang dipakai bersuci perempuan. HR Imam yang lima kecuali Ibnu Majah dan Nasa’i. Ibnu Majah dan Nasa’i berkata : “bekas air wudlu’ perempuan”. Dan Tirmidzi mengatakan: Hadist ini Hasan, dan Ibnu Majah berkata, sesudah ia meriwayatkan hadis yang lain : “yang benar adalah hadist Hakam”.

Dan dari Ibnu Abbas,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ.
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dengan air bekas (dipakai) Maimunah. (HR Ahmad dan Muslim).

Dan dari Ibnu Abbas, dari Maimunah,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - تَوَضَّأَ بِفَضْلِ غُسْلِهَا مِنْ الْجَنَابَةِ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ.
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah wudlu’ dengan (air) bekas mandi janabat Maimunah(HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dan dari Ibnu Abbas, ia berkata : 
اغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فِي جَفْنَةٍ فَجَاءَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - لِيَتَوَضَّأَ مِنْهَا أَوْ يَغْتَسِلَ، فَقَالَتْ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي كُنْت جُنُبًا، فَقَالَ: «إنَّ الْمَاءَ لا يُجْنِبُ» . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ، وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Sebagian isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi didalam bejana besar, lalu datanglah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan berwudlu’ atau mandi daripadanya, maka sebagian isterinya berkata kepadanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku junub.. ”, maka ia bersabda : “Sesungguhnya air itu tidak dapat menjunubkan”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Tirmidzi berkata : Hadis ini Hasan-Shahih)

 Asy-Syaukani berkata :
قُلْتُ: وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى الرُّخْصَةِ لِلرَّجُلِ مِنْ فَضْلِ طَهُورِ الْمَرْأَةِ وَالإِخْبَارُ بِذَلِكَ أَصَحُّ. وَكَرِهَهُ أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ إذَا خَلَتْ بِهِ، وَهُوَ قَوْلُ ... عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْجِسَ، وَحَمَلُوا حَدِيثَ  مَيْمُونَةَ عَلَى أَنَّهَا لَمْ تَخْلُ بِهِ جَمِيعًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ حَدِيثِ الْحَكَمِ. فَأَمَّا غُسْلُ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ وَوُضُوءُهُمَا جَمِيعًا فَلا اخْتِلافَ فِيهِ.
“Aku berkata : Kebanyakan ahli ilmu menjadikan rukhshah (Keringanan) bagi laki-laki (menggunakan) bekas air bersuci perempuan. Dan hadist-hadist tentang ini lebih shahih. Tetapi Ahmad dan Ishaq memakruhkannya apabila perempuan itu mandi sendirian, dan mereka membawa hadist Maimunah itu, sebenarnya tidak mandi sendirian, dengan mengkompromikan antara hadits Maimunah dengan hadist Hakam. Adapun tentang mandinya laki-laki dan perempuan (Suami-Isteri) dan wudlu’ mereka bersama-sama, maka hal itu tidak ada khilaf tentang bolehnya”.

Dari Abu Hudzaifah, beliau berkata,
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالْهَاجِرَةِ ، فَأُتِىَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami di al Hajiroh, lalu beliau didatangkan air wudhu untuk berwudhu. Kemudian para sahabat mengambil bekas air wudhu beliau. Mereka pun menggunakannya untuk mengusap.”( HR. Bukhari no. 187)

Ibnu Hajar Al ‘Asqolani mengatakan, “Hadits ini bisa dipahami bahwa air bekas wudhu tadi adalah air yang mengalir dari anggota wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga ini adalah dalil yang sangat-sangat jelas bahwa air musta’mal adalah air yang suci.”[ Fathul Bari, 1/295\.

Sementara itu di kalangan ulama syafi’iyah, air yang sudah dipakai untuk bersuci (air musta’mal) tidak bisa digunakan untuk menghilangkan najis atau hadats, kecuali kalau mencapai dua qullah.
Imam Nawawi Asy-Syafi’i dalam kitab Rhaudhatuth Thalibin berkata :
وَأَمَّا الْمُسْتَعْمَلُ فِي رَفْعِ حَدَثٍ، فَطَاهِرٌ، وَلَيْسَ بِطَهُورٍ عَلَى الْمَذْهَبِ. وَقِيلَ: طَهُورٌ فِي الْقَدِيمِ
وَمَا تَطَهَّرُ بِهِ لِصَلَاةِ النَّفْلِ، مُسْتَعْمَلٌ، وَكَذَا مَا تَطَهَّرُ بِهِ الصَّبِيُّ عَلَى الصَّحِيحِ. وَالْمُسْتَعْمَلُ الَّذِي لَا يَرْفَعُ الْحَدَثَ، لَا يُزِيلُ النَّجَسَ عَلَى الصَّحِيحِ. وَالْمُسْتَعْمَلُ فِي النَّجَسِ إِذَا قُلْنَا: إِنَّهُ طَاهِرٌ، لَا يَرْفَعُ الْحَدَثَ عَلَى الصَّحِيحِ. وَلَوْ جُمِعَ الْمُسْتَعْمَلُ فَبَلَغَ قُلَّتَيْنِ، عَادَ طَهُورًا فِي الْأَصَحِّ، كَمَا لَوِ انْغَمَسَ جُنُبٌ فِي قُلَّتَيْنِ، فَإِنَّهُ طَهُورٌ بِلَا خِلَافٍ
Adapun air yang telah digunakan dari hadats (air musta’mal) adalah suci namun menurut madzhab (Syafi’i). Dikatakan bahwa dia adalah suci menyucikan menurut pendapat imam Syafi’i yang lama (Qoul Qadim)
Air yang digunakan bersuci untuk shalat sunnah adalah musta’mal. Begitu juga yang digunakan oleh anak kecil, menurut pendapat yang shahih. Air musta’mal yang tidak menghilangkan hadats juga tidak dapat menghilangkan najis menurut pendapat yang shahih. Air bekas menyucikan najis apabila kita katakan itu suci, namun tidak dapat menghilangkan hadats menurut pendapat yang shahih.
Jika air musta’mal dikumpulkan hingga mencapai dua qullah, maka dia kembali suci menyucikan menurut pendapat yang ashah sesuai dengan kesepakatan para ulama.
[Rhaudatuth Thalibin 1/124].

. 

Berkata Taqiyuddin ad-Damsyiqi :
أَنه غير طهُور لِأَن الصَّحَابَة رَضِي الله تَعَالَى عَنْهُم مَعَ شدَّة اعتنائهم بِالدّينِ مَا كَانُوا يجمعونه ليتوضؤوا بِهِ ثَانِيًا وَلَو كَانَ ذَلِك سائغاً لفعلوه وَاخْتلف الْأَصْحَاب فِي عِلّة منع اسْتِعْمَاله ثَانِيًا وَالصَّحِيح أَنه تأدى بِهِ فرض
“Air musta’mal tidak menyucikan, karena sahabat r.a., tidak mengumpulkan air musta’mal untuk berwudhu’ pada kali kedua, padahal mereka adalah orang-orang yang sangat peduli dengan urusan agama. Kalau yang demikian itu dibolehkan, maka sungguh mereka akan melakukannya. Terjadi khilaf di kalangan ashab Syafi’i tentang ‘illah terlarang memakai air musta’mal pada kali kedua, yang sahih adalah karena telah digunakan untuk fardhu”. [Kifayatul Akhyar, Juz. I, Hal. 14].

Namun Imam Al-Ghazali Asy-Syafi’i tidak sependapat dengan para ulama syafi’iyah lainnya. Al-Ghazali cenderung mengikuti madzhab Maliki dalam soal ini. Dalam kitab Ihya Ulumiddin, ia menyatakan:
وكنت أودُّ أن يكون مذهبُه كمذهبِ مالكٍ رضي الله عنه في أن الماءَ وإن قلَّ لا ينجسُ إلا بالتَّغْيِرِ إذ الحاجةُ ماسةٌ إليه ومثارَ الوسواسِ اشترطَ القلتين ولأجْلِهِ شقٌّ على الناسِ
Artinya: Saya ingin madzhab Syafi'i seperti madzhab Malik dalam arti bahwa air yang sedikit (kurang dua qulah) tidak najis (kalau terkena najis) kecuali kalau berubah (warna, sifat, rasa). Karena, hukum seperti ini (tidak najis kecuali berubah) sangat dibutuhkan. Disyaratkannya air dua qullah itu menjadi penyebab was-was dan menyulitkan banyak orang [Ihya Ulumiddin, hlm. 1/129].

Wallahu a’lam.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...