Sabtu, 28 Juli 2018

BEJANA DARI KULIT

BEJANA DARI KULIT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

ان الحمد لله نَحْمَدُهُ ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

Bejana Dari Kulit

Imam asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata:
 أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ «مَرَّ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِشَاةٍ مَيِّتَةٍ قَدْ كَانَ أَعْطَاهَا مَوْلَاةً لِمَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ فَهَلَّا انْتَفَعْتُمْ بِجِلْدِهَا؟ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إنَّهَا مَيِّتَةٌ فَقَالَ إنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا»
telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati bangkai domba yang diberikan kepada budaknya Maimunah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Nabi berkata apakah kalian tidak mengambil manfaat dengan kulitnya? Mereka berkata: Ya Rasulullah sesungguhnya itu adalah bangkai, Rasul bersabda: sesungguhnya yang diharamkan hanyalah memakannya. (HR. Muslim nomor 363)

Dari Maimunah RA,
مَرَّ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِشَاةٍ يَجُرُّونَهَا، فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إهَابَهَا فَقَالُوا: إنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ 
bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seekor kambing yang mereka seret, maka beliau bersabda, “Bagaimana jika kalian mengambil kulitnya?’ mereka menjawab, ‘Sesungguhnya ia telah menjadi bangkai.’ Maka beliau bersabda, “(bangkai itu) dapat disucikan dengan air dan menyamaknya.” (HR. Abu Daud dan An Nasa'i) [Shahih: Shahih Al Jami' 5234]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
فَقَالَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ: يَجُوزُ الدِّبَاغُ بِكُلِّ شَيْءٍ يُنَشِّفُ فَضَلَاتِ الْجِلْدِ؛ وَيُطَيِّبُهُ وَيَمْنَعُ مِنْ وُرُودِ الْفَسَادِ عَلَيْهِ كَالشَّثِّ وَالْقَرَظِ وَقُشُورِ الرُّمَّانِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ الْأَدْوِيَةِ الطَّاهِرَةِ، وَلَا يَحْصُلُ بِالشَّمْسِ إلَّا عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَلَا بِالتُّرَابِ؛ وَالرَّمَادِ، وَالْمِلْحِ عَلَى الْأَصَحِّ
An Nawawi berkata dalam syarh Muslim  berkata, “Boleh menyamak dengan sesuatu yang dapat menyerap kotoran-kotoran kulit dan membuatnya harum, serta menjaganya dari terjadinya kerusakan, seperti asy-syats (jenis pohon).” Ia melanjutkan, bahwa ia termasuk mutiara yang dijadikan oleh Allah di bumi menyerupai logam. Al Jauhari berkata, “sesungguhnya pohon itu baunya wangi, rasanya pahit, dapat digunakan menyamak dan menguliti buah delima dan obat-obatan yang suci. Tidak dapat disucikan dengan matahari kecuali menurut Al Hanafiyah, dan juga tidak dapat disucikan dengan tanah, debu, garam menurut pendapat yang paling shahih.
[Subulussalam 1/71].

Imam asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata:
أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ سَمِعَ ابْنَ وَعْلَةَ سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ سَمِعَ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ «أَيُّمَا إهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
Telah mengabarkan kepada kami Ibnu ‘Uyaynah dari Zaid bin Aslam mendengar Ibnu Wa’lah mendengar Ibnu ‘Abbas mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Apabila kulit telah disamak, maka ia telah suci. (HR. Tirmidzi dalam Jami’-nya (4/193-194, nomor 1728), Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini adalah hadits hasan shahih.

أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ ابْنِ وَعْلَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «إذَا دُبِغَ الْإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari Ibnu Wa’lah dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: Ketika kulit telah disamak, maka ia telah suci. (HR. Muslim  nomor 366)

أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ قُسَيْطٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَمَرَ أَنْ يُسْتَمْتَعَ بِجُلُودِ الْمَيْتَةِ إذَا دُبِغَتْ
Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Yazid bin ‘Abdillah bin Qusayth dari Muhammad bin ‘Abdirrahman bin Tsauban dari ayahnya dari ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam memerintahkan mengambil manfaat dari kulit bangkai hewan ketika disamak. (HR. Abu Dawud nomor 4124; Nasa’i nomor 4252; Malik  nomor 485; Ahmad nomor 24730)

فَيُتَوَضَّأُ فِي جُلُودِ الْمَيْتَةِ كُلِّهَا إذَا دُبِغَتْ وَجُلُودِ مَا لَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ مِنْ السِّبَاعِ قِيَاسًا عَلَيْهَا إلَّا جِلْدَ الْكَلْبِ، وَالْخِنْزِيرِ فَإِنَّهُ لَا يَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ؛ لِأَنَّ النَّجَاسَةَ فِيهِمَا وَهُمَا حَيَّانِ قَائِمَةٌ، وَإِنَّمَا يَطْهُرُ بِالدَّبَّاغِ مَا لَمْ يَكُنْ نَجِسًا حَيًّا.
maka boleh berwudlu dalam kulit – kulit bangkai seluruhnya ketika telah disamak. Kulit – kulit binatang yang tidak dimakan dagingnya dari binatang – binatang yang buas juga diqiyaskan atasnya kecuali kulit anjing dan babi. Maka sesungguhnya ia (kulit anjing dan babi tersebut) tidak suci dengan menyamaknya karena najis di dalam keduanya ada sejak keduanya hidup. Dan sesungguhnya suci dengan menyamak hewan – hewan yang tidak najis ketika hidup.

وَالدِّبَاغُ بِكُلِّ مَا دَبَغَتْ بِهِ الْعَرَبُ مِنْ قَرْظٍ، وَشَبٍّ وَمَا عَمِلَ عَمَلَهُ مِمَّا يَمْكُثُ فِيهِ الْإِهَابُ حَتَّى يُنَشِّفَ فُضُولَهُ وَيُطَيِّبَهُ وَيَمْنَعَهُ الْفَسَادَ إذَا أَصَابَهُ الْمَاءُ،
Dan disamak dari setiap apa – apa yang orang arab menyamaknya dari daun yang dapat dipakai untuk menyamak, dan syabbin, dan apa – apa yang dilakukan terhadap yang tinggal di dalam kulit tersebut hingga kering lendir – lendirnya dan membaguskannya serta menjaganya dari kerusakan ketika tertuang air kepadanya.

وَلَا يَطْهُرُ إهَابُ الْمَيْتَةِ مِنْ الدِّبَاغِ إلَّا بِمَا وَصَفْت، وَإِنْ تَمَعَّطَ شَعْرُهُ فَإِنَّ شَعْرَهُ نَجِسٌ، فَإِذَا دُبِغَ وَتُرِكَ عَلَيْهِ شَعْرُهُ فَمَاسَّ الْمَاءُ شَعْرَهُ نَجُسَ الْمَاءُ،
Dan tidaklah suci kulit bangkai binatang buas kecuali dengan apa – apa yang telah aku gambarkan. Dan jika rontok rambutnya maka sesungguhnya rambutnya adalah najis. Maka ketika disamak dan ditinggalkan atasnya rambutnya maka kemudian rambut tersebut menyentuh air maka airnya menjadi najis.

وَإِنْ كَانَ الْمَاءُ فِي بَاطِنِهِ وَكَانَ شَعْرُهُ ظَاهِرًا لَمْ يَنْجُسْ الْمَاءُ إذَا لَمْ يُمَاسَّ شَعْرَهُ، فَأَمَّا جِلْدُ كُلِّ ذَكِيٍّ يُؤْكَلُ لَحْمُهُ فَلَا بَأْسَ أَنْ يَشْرَبَ وَيَتَوَضَّأَ فِيهِ إنْ لَمْ يُدْبَغْ؛ لِأَنَّ طَهَارَةَ الذَّكَاةِ وَقَعَتْ عَلَيْهِ فَإِذَا طَهُرَ الْإِهَابُ صُلِّيَ فِيهِ وَصُلِّيَ عَلَيْهِ،
Dan apabila air terdapat di bagian dalam dan rambutnya di bagian luar, tidak menajiskan air ketika tidak menyentuh rambutnya. Maka adapun kulit binatang yang disembelih yang dimakan dagingnya maka tidak mengapa minum dan berwudlu di dalamnya ketika tidak disamak. Hal ini karena sucinya dengan penyembelihan dan terdapat padanya. Maka ketika kulit tersebut suci, maka boleh shalat di dalamnya dan shalat atasnya.

وَجُلُودُ ذَوَاتِ الْأَرْوَاحِ السِّبَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا لَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ سَوَاءٌ ذَكِيُّهُ وَمَيِّتُهُ؛ لِأَنَّ الذَّكَاةَ لَا تُحِلُّهَا فَإِذَا دُبِغَتْ كُلُّهَا طَهُرَتْ؛ لِأَنَّهَا فِي مَعَانِي جُلُودِ الْمَيْتَةِ إلَّا جِلْدَ الْكَلْبِ وَالْخِنْزِيرِ فَإِنَّهُمَا لَا يَطْهُرَانِ بِحَالٍ أَبَدًا
Dan kulit – kulit beberapa binatang buas dan yang selainnya dari yang tidak dimakan dagingnya maka sama saja antara yang disembelih ataupun bangkainya. Karena hewan yang disembelih itu tidak halal maka ketika disamak semuanya maka kulit tersebut akan menjadi suci. Hal ini karena kulit tersebut tercakup di dalam makna kulit – kulit bangkai kecuali kulit anjing dan babi maka sesungguhnya keduanya tidak akan suci dengan disamak selama – lamanya.
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1/20-21].

Tempat Air Dari Tulang
Imam asy-Syafi’i berkata:
وَلَا يَتَوَضَّأُ وَلَا يَشْرَبُ فِي عَظْمِ مَيْتَةٍ وَلَا عَظْمِ ذَكِيٍّ لَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ مِثْلِ عَظْمِ الْفِيلِ وَالْأَسَدِ وَمَا أَشْبَهَهُ؛ لِأَنَّ الدِّبَاغَ وَالْغُسْلَ لَا يُطَهِّرَانِ الْعَظْمَ رَوَى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ يَكْرَهُ أَنْ يُدَهَّنَ فِي مُدْهُنٍ مِنْ عِظَامِ الْفِيلِ؛ لِأَنَّهُ مَيْتَةٌ.
dan tidak boleh berwudlu dan minum di dalam tulang bangkai dan tidak pula dari tulang hewan yang disembelih yang tidak dimakan dagingnya seperti tulang gajah, tulang singa, dan yang menyerupainya. Hal ini karena penyamakan dan pencucian tidak mensucikan tulang tersebut.
Meriwayatkan ‘Abdullah bin Dinar bahwasanya dia mendengar Ibnu ‘Umar memakruhkan meminyaki dalam botol minyak yang terbuat dari tulang gajah, karena tulang tersebut adalah bangkai.

فَمَنْ تَوَضَّأَ فِي شَيْءٍ مِنْهُ أَعَادَ الْوُضُوءَ وَغَسَلَ مَا مَسَّهُ مِنْ الْمَاءِ الَّذِي كَانَ فِيهِ.
Imam asy-Syafi’i berkata: maka siapa saja yang berwudlu di dalam segala sesuatu yang berasal darinya (tulang atau segala sesuatu selain kulit yang disamak) maka ia harus mengulangi wudlunya dan mencuci apa – apa yang menyentuhnya, dari air yang terdapat di dalamnya (mencuci apa – apa yang disentuh oleh air yang terdapat dalam tulang tsb).
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1/21].

Wallahu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...