Minggu, 22 Juli 2018

APAKAH MUNTAH MEMBATALKAN PUASA?


APAKAH MUNTAH MEMBATALKAN  PUASA?

Oleh : Masnun Tholab

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Hadits-hadits Tentang Muntah Ketika Puasa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ
“Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja) sedangkan dia dalam keadaan puasa, maka tidak ada qadha’ baginya. Namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka wajib baginya membayar qadha’.” (HR. Abu Daud, no. 2380; Ibnu Majah, no. 1676; Tirmidzi, no. 720. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

At-Tirmidziy rahimahullah berkata:
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، وَثَوْبَانَ، وَفَضَالَةَ بْنِ عُبَيْدٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ " قَاءَ فَأَفْطَرَ " وَإِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ صَائِمًا مُتَطَوِّعًا، فَقَاءَ فَضَعُفَ فَأَفْطَرَ، لِذَلِكَ هَكَذَا رُوِيَ فِي بَعْضِ الْحَدِيثِ مُفَسَّرًا، وَالْعَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " أَنَّ الصَّائِمَ إِذَا ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ، وَإِذَا اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ " وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، وَالشَّافِعِيُّ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاق
Dan telah diriwayatkan dari Abud-Dardaa’, Tsaubaan, dan Fadlaalah bin ‘Ubaid bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah muntah lalu berbuka. Makna hadits tersebut hanyalah bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah puasa sunnah, lalu muntah sehingga beliau merasa lemah yang menyebabkan beliau berbuka karenanya. Begitulah yang diriwayatkan dari sebagian hadits beserta tafsirnya. Para ulama mengamalkan hadits Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Bahwasannya jika orang yang berpuasa tidak sengaja muntah, maka tidak ada qadlaa’ baginya. Namun apabila ia sengaja muntah, hendaknya ia mengqadlanya’. Pendapat inilah yang dipegang oleh Sufyaan Ats-Tsauriy, Asy-Syaafi’iy, Ahmad, dan Ishaaq” [Al-Jaami’ Al-Kabiir, 2/92].

Dari Abu Darda RA,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَاءَ فَأَفْطَرَ " قَالَ مَعْدَانُ: فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ أَبَا الدَّرْدَاءِ حَدَّثَنِي " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَاءَ فَأَفْطَرَ، قَالَ: صَدَقَ أَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضَوْءَهُ» وَحَدِيثُ ثَوْبَانَ هَذَا صَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah muntah lalu beliau berbuka. Ma’dan berkata, ‘Setelah itu saya bertemu Tsauban di masjid Damaskus lalu saya tanyakan kepadanya bahwa Abu Darda memberitahu saya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah muntah lalu berbuka’, maka Tsauban menjawab, ‘Benar, saat itu saya yang menuangkan air untuk wudhu Nabi’” Hadits ini dishahihkan oleh Tirmidzi.
  
Dari Fadlaalah bin ‘Ubaid :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصْبَحَ صَائِمًا، فَدَعَا بِشَرَابٍ، فَقَالَ لَهُ بَعْضُ أَصْحَابِهِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَمْ تُصْبِحْ صَائِمًا، قَالَ: " بَلَى، وَلَكِنْ قِئْتُ "
Bahwasannya pada suatu pagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berpuasa, lalu beliau meminta air minum. Sebagian shahabat beliau berkata : “Wahai Rasulullah, bukankah pagi ini engkau berpuasa ?”. Beliau menjawab : “Benar, akan tetapi tadi aku telah muntah” [Diriwayatkan oleh Ahmad 6/19].

Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Muntah Ketika Puasa
Ibnul-Mundzir rahimahullah berkata:
وأجمعوا على أنه لا شيء على الصائم إذا ذَرَعَهُ القيءُ، وانفرد الحسنُ البصري، فقال: عليه، ووافق في أُخرى.
“Para ulama bersepakat bahwa tidak ada keraguan bagi orang yang berpuasa apabila ia muntah tanpa sengaja, maka tidak ada kewajiban (qadlaa’) apapun baginya. Al-Hasan Al-Bashriy menyendiri dalam hal ini dimana ia berkata : ‘Wajib baginya qadlaa’’. Dan ia menyepakatinya dalam lain riwayat” [Al-Ijmaa’ hal. 59 no. 149].

Al-Khaththaabiy rahimahullah berkata:
لا أعلم خلافا بين أهل العلم في أن من ذرعهُ القيءُ فإنه لا قضاء عليه ولا في أن من اسْتِقَاءَ عَامِدًا أن عليه القضاء ولكن اختلفوا في الكفارة
“Aku tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa siapa saja yang muntah tanpa sengaja, maka tidak ada qadlaa’ baginya; dan bagi orang yang muntah dengan sengaja, maka wajib baginya untuk mengqadlaa’. Akan tetapi mereka berbeda pendapat dalam kaffarah” [Ma’aalimus-Sunan, 2/539 – dicetak bersama Sunan Abi Daawud].

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: " مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ، وَمَنِ اسْتِقَاءَ عَامِدًا فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ ".
Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik bin Anas, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja, maka tidak ada (kewajiban)qadlaa' baginya. Namun barangsiapa yang muntah dengan sengaja, maka wajib baginya qadlaa'" [Diriwayatkan oleh Asy-Syaafi’iy dalam Al-Umm, 2/111; shahih].

Dari Al-Hasan dan Ibnu Siiriin, mereka berdua berkata :
إذَا ذَرَعَ الصَّائِمَ الْقَيْءُ لَمْ يُفْطِرْ، وَإِذَا تَقَيَّأَ أَفْطَرَ
 “Apabila orang yang berpuasa muntah tanpa sengaja, ia tidak perlu berbuka (batal). Namun apabila muntah dengan sengaja, maka batal telah berbuka (batal)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 3/38 (6/181) no. 9281; sanadnya shahih].

Dari ‘Aamir, ia berkata :
إذَا تَقَيَّأَ مُتَعَمِّدًا فَهُوَ أَفْطَرَ
“Apabila seseorang muntah dengan sengaja, maka ia telah berbuka (batal)” [idem, 2/39 (6/182) no. 9286; sanadnya shahih].
Dari Ibraahiim (An-Nakha’iy), ia berkata :
إذَا ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا إعَادَةَ عَلَيْهِ وَإِنْ تَهَوَّعَ فَعَلَيْهِ الْإِعَادَةُ
 “Apabila seseorang muntah tanpa sengaja, maka ia tidak perlu mengulangnya (mengqadlanya). Namun apabila muntah dengan sengaja, maka ia wajib mengulangnya” [idem, (6/181-182) no. 9282; sanadnya shahih].

Dari ‘Alqamah, ia berkata :
إذَا تَقَيَّأَ وَهُوَ صَائِمٌ فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ وَإِنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ
 “Apabila seorang muntah dalam keadaan berpuasa, maka wajib baginya qadlaa’. Namun apabila ia tidak sengaja muntah, tidak wajib baginya qadlaa’” [idem, 2/39 (6/182) no. 9288; sanadnya shahih].

Dari Ibnu Juraij, ia berkata :
قُلْتُ لِعَطَاءٍ اسْتَقَاءَ إِنْسَانٌ نَاسِيًا أَوْ جَاهِلا؟ قَالَ: لا يُبْدِلُ ذَلِكَ الْيَوْمَ، وَيُتِمُّهُ "، قَالَ: وَقَالَ عَطَاءٌ: " إِنِ اسْتَقَاءَ إِنْسَانٌ عَامِدًا فِي رَمَضَانَ فَقَدْ أَفْطَرَ، وَإِنْ سَهَا فَلَمْ يُفْطِرْ "،
قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ: وَقَالَ مِثْلَ ذَلِكَ عَمْرُو بْنُ دِينَارٍ
Aku pernah bertanya kepada ‘Athaa’ : Ada seseorang yang muntah karena lupa atau tidak tahu. Ia (‘Athaa’) berkata : “Ia tidak perlu mengganti puasanya hari itu, dan hendaknya ia menyempurnakannya”. ‘Athaa’ melanjutkan: “Apabila seseorang muntah dengan sengaja di bulan Ramadlaan, sungguh puasanya telah batal. Namun apabila ia lupa, maka tidak batal”.
Ibnu Juraij berkata : “’Amru bin Diinaar mengatakan hal yang semisal itu” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq no. 7547; shahih].

Dari Ma’mar, dari Az-Zuhriy; dan dari Hafsh, dari Al-Hasan; mereka berdua berkata :
مَنِ اسْتَقَاءَ فَقَدْ أَفْطَرَ، وَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ، وَمَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ فَلَمْ يُفْطِرْ "
“Barangsiapa yang muntah dengah sengaja, sungguh ia telah berbuka (batal puasanya), wajib baginya qadlaa’. Dan barangsiapa yang muntah tanpa disengaja, maka tidak batal puasanya” [idem, no. 7550; shahih].

Dari Ma’mar, daru Ibnu Thaawuus, dari ayahnya (Thaawuus bin Kaisaan), ia berkata :
إِنْ قِئْتَ أَوِ اسْتَقَأْتَ سَهْوًا لَمْ تُفْطِرْ "
 “Apabila seseorang muntah tanpa sengaja atau muntah dengan sengaja karena lupa, maka tidak batal puasanya” [idem, no. 7552; shahih].

Abu Daawud rahimahullah berkata:
سَمِعْتُ أَحْمَدَ، سُئِلَ عَمَّنْ قَاءَ فِي رَمَضَانَ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ مُتَعَمِّدًا قَضَى، وَإِنْ ذَرَعَهُ، فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ ".
“Aku mendengar Ahmad ditanya tentang orang yang muntah di bulan Ramadlaan. Ia menjawab : ‘Apabila ia sengaja muntah, ia wajib mengqadlanya. Namun apabila tidak sengaja, maka tidak ada qadla’ baginya” [Masaailu Abi Daawud, hal. 130 no. 623].
  
At-Tirmidziy rahimahullah berkata:
وَقَدْ رَوَى يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ: أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ لا يَرَى الْقَيْءَ يُفْطِرُ الصَّائِمَ
“Dan telah diriwayatkan oleh Yahyaa bin Abi Katsiir, dari ‘Umar bin Al-Hakam, bahwasannya Abu Hurairah tidak berpendapat muntah membatalkan puasa seseorang” [Al-‘Ilal Al-Kabiir, no. 198].

Dari ‘Umar bin Al-Hakam bin Tsaubaan, ia mendengar Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu berkata :
 وَقَالَ لِي يَحْيَى بْنُ صَالِحٍ: حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ بْنِ ثَوْبَانَ، سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: " إِذَا قَاءَ فَلَا يُفْطِرُ إِنَّمَا يُخْرِجُ وَلَا يُولِجُ
 ‘Apabila seseorang muntah, janganlah ia berbuka. Karena yang menyebabkan berbuka (batal puasanya) hanyalah sesuatu yang dimasukkan, bukan yang dikeluarkan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya setelah hadits 1937].

Dari Ibnu ‘Abbaas, bahwasannya ia berkata :
الإِفْطَارُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ، وَالْوُضُوءُ مِمَّا خَرَجَ، وَلَيْسَ مِمَّا دَخَلَ
 “Berbuka itu karena sesuatu yang masuk, bukan karena sesuatu yang keluar. Adapun wudlu itu (batal) karena sesuatu yang keluar, bukan karena sesuatu yang masuk” [Diriwayatkan oleh Ibnul-Mudzir dalam Al-Ausath 1/185 no. 81; sanadnya lemah karena keterputusan antara Yaziid dengan ‘Ikrimah. Akan tetapi ia mempunyai penguat dari jalan yang lain sehingga derajatnya hasan lighairihi,wallaahu a’lam].

Dari Ya’quub bin Qais, ia berkata :
سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنِ الرَّجُلِ يَسْبِقُهُ الْقَيْءُ وَهُوَ صَائِمٌ أَيَقْضِي ذَلِكَ الْيَوْمَ، قَالَ: لَا
Aku pernah bertanya kepada Sa’iid bin Jubair tentang seorang laki-laki yang mengalami muntah dalam keadaan berpuasa. Apakah ia mesti menqadla (puasa) hari itu?. Ia menjawab : “Tidak” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/39 (6/182) no. 9285; shahih].

Kesimpulan
  1. Para Ulama sepakat (ijma’) bahwa muntah tidak sengaja ketika puasa tidak membatalkan puasa.
  2. Para ulama berbeda pendapat tentang hokum muntah dengan sengaja ketika puasa. Sebagian ulama berpendapat membatalkan puasa, sebagian lainnya berpendapat tidak membatalkan puasa.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...