BEJANA EMAS DAN PERAK
Oleh
: Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
ان
الحمد لله نَحْمَدُهُ ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له وأشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Hukum Menggunakan Bejana Emas
dan Perak
Dari Hudzaifah bin Al Yaman RA ia berkata
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - «لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَا
تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي
الْآخِرَةِ»
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah
kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang
terbuat dari) keduanya, karena sesungguhnya (bejana atau piring emas dan perak
itu) adalah bagi mereka (orang-orang musyrik) di dunia dan bagi kamu di akhirat.”
[Shahih: Al Bukhari 5426, Muslim 2067; Bulughul Maram no.14]
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab
Subulussalam berkata :
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الْأَكْلِ
وَالشُّرْبِ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَصِحَافِهِمَا، سَوَاءٌ كَانَ
الْإِنَاءُ خَالِصًا ذَهَبًا أَوْ مَخْلُوطًا بِالْفِضَّةِ إذْ هُوَ مِمَّا
يَشْمَلُهُ أَنَّهُ إنَاءُ ذَهَبٍ وَفِضَّةٍ. قَالَ النَّوَوِيُّ: إنَّهُ
انْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى تَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيهِمَا. وَاخْتُلِفَ فِي
الْعِلَّةِ فَقِيلَ: لِلْخُيَلَاءِ، وَقِيلَ: بَلْ لِكَوْنِهِ ذَهَبًا وَفِضَّةً؛
Hadits di atas adalah
dalil haramnya makan dan minum pada bejana dan piring yang terbuat dari emas
dan perak, baik bejana tersebut khusus emas maupun yang tercampur dengan perak,
karena ia termasuk bejana emas dan perak. An Nawawi berkata, ‘Sesungguhnya
telah terjadi ijma atas haramnya makan dan minum pada
keduanya.’
Terjadi perbedaan
mengenai illat-nya. Ada yang mengatakan karena sombong, dan yang
lain mengatakan karena terbuat dari emas dan perak.
وَاخْتَلَفُوا فِي الْإِنَاءِ الْمَطْلِيِّ
بِهِمَا هَلْ يَلْحَقُ بِهِمَا فِي التَّحْرِيمِ أَوْ لَا؟ فَقِيلَ: إنْ كَانَ
يُمْكِنُ فَصْلُهُمَا حَرُمَ إجْمَاعًا؛ لِأَنَّهُ مُسْتَعْمَلٌ لِلذَّهَبِ
وَالْفِضَّةِ، وَإِنْ كَانَ لَا يُمْكِنُ فَصْلُهُمَا لَا يَحْرُمُ. وَأَمَّا
الْإِنَاءُ الْمُضَبَّبُ بِهِمَا فَإِنَّهُ يَجُوزُ الْأَكْلُ وَالشُّرْبُ فِيهِ
إجْمَاعًا، وَهَذَا فِي الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيمَا ذُكِرَ لَا خِلَافَ فِيهِ.
Para ulama berbeda
pendapat mengenai tempat yang dilapisi dengan emas atau perak, apakah juga
diharamkan sebagaimana emas dan perak? Ada yang berpendapat bahwa jika lapisan
emas dan perak itu bisa dipisahkan maka haram secara ijma, karena termasuk
menggunakan emas dan perak. Dan jika tidak mungkin dipisahkan, maka tidak
haram. Adapun bejana yang ditambal dengan keduanya, maka diperbolehkan makan
dan minum padanya menurut ijma.
فَأَمَّا غَيْرُهُمَا مِنْ سَائِرِ
الِاسْتِعْمَالَاتِ فَفِيهِ الْخِلَافُ. قِيلَ: لَا يَحْرُمُ؛ لِأَنَّ النَّصَّ
لَمْ يَرِدْ إلَّا فِي الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ. وَقِيلَ يَحْرُمُ سَائِرُ
الِاسْتِعْمَالَاتِ إجْمَاعًا؛ وَنَازَعَ فِي الْأَخِيرِ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ
وَقَالَ: النَّصُّ وَرَدَ فِي الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ لَا غَيْرُ، وَإِلْحَاقُ
سَائِرِ الِاسْتِعْمَالَاتِ بِهِمَا قِيَاسًا لَا تَتِمُّ فِيهِ شَرَائِطُ
الْقِيَاسِ
Berkenaan dengan
menggunakan tempat yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum tidak
ada perbedaan padanya. Adapun untuk selain makan dan minum, yakni untuk
penggunaan yang lain, apakah juga diharamkan? Ada yang mengatakan tidak
diharamkan karena tidak ada nashnya, kecuali pada makan dan minum. Ada pula
yang mengatakan bahwa diharamkan semua penggunaan lainnya menurut ijma,
kemudian sebagian ulama mutaakhirin membantahnya dan berkata, “Nashnya
disebutkan pada makan dan minum, selainnya tidak, menyamakan semua penggunaan
dengan keduanya secara qiyas tidak memenuhi syarat-syarat qiyas.
وَالْحَقُّ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ الْقَائِلُ
بِعَدَمِ تَحْرِيمِ غَيْرِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيهِمَا، إذْ هُوَ الثَّابِتُ
بِالنَّصِّ
Yang benar adalah pendapat
yang mengatakan bahwa tidak haram selain tempat untuk makan dan minum, sebab
itu yang ditegaskan dengan nash.
[Subulussalam 1/62 ]
Dari Ummu Salamah RA ia berkata,
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «الَّذِي يَشْرَبُ فِي إنَاءِ
الْفِضَّةِ إنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ»
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang minum dalam bejana perak,
dia telah memasukkan api jahannam ke dalam perutnya.” [Shahih: Al Bukhari
5634, Muslim 2065; Bulughul Maram no. 15]
Imam Ash-Shan’ani berkata :
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى مَا دَلَّ عَلَيْهِ حَدِيثُ "
حُذَيْفَةَ " الْأَوَّلُ
Hadits
tersebut menunjukkan apa yang telah ditunjukkan oleh hadits Hudzaifah yang
pertama.
[Subulussalam 1/65 ]
Dan dari Aisyah,
dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam, Ia
bersabda: tentang orang yang minum pada bejana dari perak: “ Seolah-olah ia telah menuangkan api
di dalam perutnya. ” (HR Ahmad dan Ibnu Majah; Nailul
Authar no. 100).
As-Saukani
dalam kitab Nailul Authar berkata:
Hadits
tersebut menunjukkan atas haramnya makan dan minum di bejana
dari emas dan perak
An-Nawawi berkata: Berkatalah
rekan-rekan kami: Telah terjadi ijma’ atas haramnya makan dan minum dan
seluruh penggunaan di
bejana emas dan perak. Akan tetapi riwayat Dawud menerangkan,
tentang haramnya minum saja, dan barangkali belum sampai kepadanya hadis
tersebut. Dan qaul qadim (pendapat
pertama) As Syafi’i dan Ulama-ulama Iraq (Iraqiyin) , menyatakan bahwa
minum di bejana emas dan perak itu hanya makruh bukan haram, tetapi As Syafi’i kemudian
menarik pendapatnya itu.
As-Saukani
berkata:
Adapun mempergunakan bejana-bejana
dengan atau tanpa digunakan (makan, minum), maka menurut pendapat Jumhur dilarang,
tetapi sebagian Ulama memberikan keringanan.
[Bustanul
Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 1/54].
Imam
asy-Syafi’i berkata dalam kitab All-Umm :
وَلَا أَكْرَهُ إنَاءً تُوُضِّئَ فِيهِ
مِنْ حِجَارَةٍ ، وَلَا حَدِيدٍ ، وَلَا نُحَاسٍ ، وَلَا شَيْءٍ غَيْرِ ذَوَاتِ
الْأَرْوَاحِ إلَّا آنِيَةَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، فَإِنِّي أَكْرَهُ
الْوُضُوءَ فِيهِمَا.
dan tidak
makruh wudlu dari bejana yang terbuat dari kayu, besi, tembaga, dan dari segala
sesuatu selain yang berasal dari makhluk hidup kecuali bejana yang terbuat dari
emas dan perak. Maka sesungguhnya aku memakruhkan wudlu di dalam keduanya
(bejana yang terbuat dari emas dan perak tersebut).
Imam
asy-Syafi’i berkata:
أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ
زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - " أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - قَالَ «الَّذِي يَشْرَبُ فِي إنَاءِ الْفِضَّةِ إنَّمَا يُجَرْجِرُ
فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ»
telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari Zaid bin ‘Abdillah bin ‘Umar dari
‘Abdillah bin ‘Abdi ar-Rahman bin Abi Bakrin dari Ummi Salamah istri Nabi
Shallallahu ‘alahi wasallam bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam berkata:
“Orang – orang yang minum di dalam wadah/bejana yang terbuat dari perak
sesungguhnya ia menuang api jahannam di dalam perutnya” (HR. Malik nomor 11,
HR. Bukhari, nomor 5634, HR. Muslim, nomor 2065)
Imam
asy-Syafi’i berkata:
فَإِنْ تَوَضَّأَ أَحَدٌ فِيهَا، أَوْ
شَرِبَ، كَرِهْتُ ذَلِكَ لَهُ، وَلَمْ آمُرْهُ يُعِيدُ الْوُضُوءَ، وَلَمْ
أَزْعُمْ أَنَّ الْمَاءَ الَّذِي شَرِبَ، وَلَا الطَّعَامَ الَّذِي أَكَلَ فِيهَا
مُحَرَّمٌ عَلَيْهِ، وَكَانَ الْفِعْلُ مِنْ الشُّرْبِ فِيهَا مَعْصِيَةً،
maka ketika
seseorang berwudlu di dalamnya, atau minum di dalamnya, aku memakruhkan yang
demikian itu baginya. Dan aku tidaklah memerintahkannya mengulangi wudlunya.
Dan aku tidak berkata bahwasanya air yang diminum dan makanan yang dimakan di
dalamnya adalah haram atasnya. Dan adalah perbuatan minum di dalamnya tersebut
adalah maksiat.
فَإِنْ قِيلَ فَكَيْفَ يُنْهَى عَنْهَا
وَلَا يَحْرُمُ الْمَاءُ فِيهَا؟ قِيلَ لَهُ - إنْ شَاءَ اللَّهُ - إنَّ رَسُولَ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إنَّمَا نَهَى عَنْ الْفِعْلِ
فِيهَا لَا عَنْ تِبْرِهَا وَقَدْ فُرِضَتْ فِيهَا الزَّكَاةُ وَتَمَوَّلَهَا الْمُسْلِمُونَ
وَلَوْ كَانَتْ نَجِسًا لَمْ يَتَمَوَّلْهَا أَحَدٌ وَلَمْ يَحِلَّ بَيْعُهَا
وَلَا شِرَاؤُهَا.
Maka jika
dikatakan: maka bagaimana melarang darinya dan tidak mengharamkan air yang
terdapat di dalamnya? Dikatakan kepadanya: insya Allah sesungguhnya Rasulullah
shallallahu ‘alahi wasallam ketika melarang dari perbuatan tersebut tidaklah
dari kerusakannya (bejana perak tersebut), dan sungguh difardlukan atasnya
zakat dan kaum muslimin menjadikannya harta, apabila perak tersebut adalah
najis, tidaklah seseorang menjadikannya harta dan tidaklah halal menjual dan
membelinya.
[Al-Umm 1/21-22].
Kesimpulan
- Para Ulama
sepakat (ijma’) tentang haramnya makan dan minum menggunakan wadah yang
terbuat dari emas atau perak.
- Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum menggunakan bejana dari emas atau perak
selain untuk makan dan minum. Sebagian ulama melarang, sebagian ulama
membolehkan.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar