Sabtu, 28 Juli 2018

BEJANA EMAS DAN PERAK

BEJANA EMAS DAN PERAK
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

ان الحمد لله نَحْمَدُهُ ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

 

Hukum Menggunakan Bejana Emas dan Perak

Dari Hudzaifah bin Al Yaman RA ia berkata 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ»
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kamu minum dalam bejana emas dan perak, dan janganlah makan pada piring (yang terbuat dari) keduanya, karena sesungguhnya (bejana atau piring emas dan perak itu) adalah bagi mereka (orang-orang musyrik) di dunia dan bagi kamu di akhirat.” [Shahih: Al Bukhari 5426, Muslim 2067; Bulughul Maram no.14]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَصِحَافِهِمَا، سَوَاءٌ كَانَ الْإِنَاءُ خَالِصًا ذَهَبًا أَوْ مَخْلُوطًا بِالْفِضَّةِ إذْ هُوَ مِمَّا يَشْمَلُهُ أَنَّهُ إنَاءُ ذَهَبٍ وَفِضَّةٍ. قَالَ النَّوَوِيُّ: إنَّهُ انْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى تَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيهِمَا. وَاخْتُلِفَ فِي الْعِلَّةِ فَقِيلَ: لِلْخُيَلَاءِ، وَقِيلَ: بَلْ لِكَوْنِهِ ذَهَبًا وَفِضَّةً؛
Hadits di atas adalah dalil haramnya makan dan minum pada bejana dan piring yang terbuat dari emas dan perak, baik bejana tersebut khusus emas maupun yang tercampur dengan perak, karena ia termasuk bejana emas dan perak. An Nawawi berkata, ‘Sesungguhnya telah terjadi ijma atas haramnya makan dan minum pada keduanya.’
Terjadi perbedaan mengenai illat-nya. Ada yang mengatakan karena sombong, dan yang lain mengatakan karena terbuat dari emas dan perak.

وَاخْتَلَفُوا فِي الْإِنَاءِ الْمَطْلِيِّ بِهِمَا هَلْ يَلْحَقُ بِهِمَا فِي التَّحْرِيمِ أَوْ لَا؟ فَقِيلَ: إنْ كَانَ يُمْكِنُ فَصْلُهُمَا حَرُمَ إجْمَاعًا؛ لِأَنَّهُ مُسْتَعْمَلٌ لِلذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَإِنْ كَانَ لَا يُمْكِنُ فَصْلُهُمَا لَا يَحْرُمُ. وَأَمَّا الْإِنَاءُ الْمُضَبَّبُ بِهِمَا فَإِنَّهُ يَجُوزُ الْأَكْلُ وَالشُّرْبُ فِيهِ إجْمَاعًا، وَهَذَا فِي الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيمَا ذُكِرَ لَا خِلَافَ فِيهِ.
Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat yang dilapisi dengan emas atau perak, apakah juga diharamkan sebagaimana emas dan perak? Ada yang berpendapat bahwa jika lapisan emas dan perak itu bisa dipisahkan maka haram secara ijma, karena termasuk menggunakan emas dan perak. Dan jika tidak mungkin dipisahkan, maka tidak haram. Adapun bejana yang ditambal dengan keduanya, maka diperbolehkan makan dan minum padanya menurut ijma.
فَأَمَّا غَيْرُهُمَا مِنْ سَائِرِ الِاسْتِعْمَالَاتِ فَفِيهِ الْخِلَافُ. قِيلَ: لَا يَحْرُمُ؛ لِأَنَّ النَّصَّ لَمْ يَرِدْ إلَّا فِي الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ. وَقِيلَ يَحْرُمُ سَائِرُ الِاسْتِعْمَالَاتِ إجْمَاعًا؛ وَنَازَعَ فِي الْأَخِيرِ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ وَقَالَ: النَّصُّ وَرَدَ فِي الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ لَا غَيْرُ، وَإِلْحَاقُ سَائِرِ الِاسْتِعْمَالَاتِ بِهِمَا قِيَاسًا لَا تَتِمُّ فِيهِ شَرَائِطُ الْقِيَاسِ
Berkenaan dengan menggunakan tempat yang terbuat dari emas dan perak untuk makan dan minum tidak ada perbedaan padanya. Adapun untuk selain makan dan minum, yakni untuk penggunaan yang lain, apakah juga diharamkan? Ada yang mengatakan tidak diharamkan karena tidak ada nashnya, kecuali pada makan dan minum. Ada pula yang mengatakan bahwa diharamkan semua penggunaan lainnya menurut ijma, kemudian sebagian ulama mutaakhirin membantahnya dan berkata, “Nashnya disebutkan pada makan dan minum, selainnya tidak, menyamakan semua penggunaan dengan keduanya secara qiyas tidak memenuhi syarat-syarat qiyas.
وَالْحَقُّ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ الْقَائِلُ بِعَدَمِ تَحْرِيمِ غَيْرِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فِيهِمَا، إذْ هُوَ الثَّابِتُ بِالنَّصِّ
Yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa tidak haram selain tempat untuk makan dan minum, sebab itu yang ditegaskan dengan nash.
[Subulussalam 1/62 ]

Dari Ummu Salamah RA ia berkata, 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «الَّذِي يَشْرَبُ فِي إنَاءِ الْفِضَّةِ إنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ»
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang minum dalam bejana perak, dia telah memasukkan api jahannam ke dalam perutnya.” [Shahih: Al Bukhari 5634, Muslim 2065; Bulughul Maram no. 15]
Imam Ash-Shan’ani berkata :
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى مَا دَلَّ عَلَيْهِ حَدِيثُ " حُذَيْفَةَ " الْأَوَّلُ
Hadits tersebut menunjukkan apa yang telah ditunjukkan oleh hadits Hudzaifah yang pertama.
[Subulussalam 1/65 ]
Dan dari Aisyah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Ia bersabda: tentang orang yang minum pada bejana dari perak: “ Seolah-olah ia telah menuangkan api di dalam perutnya. ” (HR Ahmad dan Ibnu Majah; Nailul Authar no. 100).
As-Saukani dalam kitab Nailul Authar berkata:
Hadits tersebut menunjukkan atas haramnya makan dan minum di bejana dari emas dan perak
An-Nawawi berkata: Berkatalah rekan-rekan kami: Telah terjadi ijma’ atas haramnya makan dan minum dan seluruh penggunaan di bejana emas dan perak. Akan tetapi riwayat Dawud menerangkan, tentang haramnya minum saja, dan barangkali belum sampai kepadanya hadis tersebut. Dan qaul qadim (pendapat pertama) As Syafi’i dan Ulama-ulama Iraq (Iraqiyin) , menyatakan bahwa minum di bejana emas dan perak itu hanya makruh bukan haram, tetapi As Syafi’i kemudian menarik pendapatnya itu.
As-Saukani  berkata:
Adapun mempergunakan bejana-bejana dengan atau tanpa digunakan (makan, minum), maka menurut pendapat Jumhur dilarang, tetapi sebagian Ulama memberikan keringanan.
[Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 1/54].

Imam asy-Syafi’i berkata dalam kitab All-Umm :
وَلَا أَكْرَهُ إنَاءً تُوُضِّئَ فِيهِ مِنْ حِجَارَةٍ ، وَلَا حَدِيدٍ ، وَلَا نُحَاسٍ ، وَلَا شَيْءٍ غَيْرِ ذَوَاتِ الْأَرْوَاحِ إلَّا آنِيَةَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، فَإِنِّي أَكْرَهُ الْوُضُوءَ فِيهِمَا.
dan tidak makruh wudlu dari bejana yang terbuat dari kayu, besi, tembaga, dan dari segala sesuatu selain yang berasal dari makhluk hidup kecuali bejana yang terbuat dari emas dan perak. Maka sesungguhnya aku memakruhkan wudlu di dalam keduanya (bejana yang terbuat dari emas dan perak tersebut).

Imam asy-Syafi’i berkata:
أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - " أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ «الَّذِي يَشْرَبُ فِي إنَاءِ الْفِضَّةِ إنَّمَا يُجَرْجِرُ فِي بَطْنِهِ نَارَ جَهَنَّمَ»
telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari Zaid bin ‘Abdillah bin ‘Umar dari ‘Abdillah bin ‘Abdi ar-Rahman bin Abi Bakrin dari Ummi Salamah istri Nabi Shallallahu ‘alahi wasallam bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wasallam berkata: “Orang – orang yang minum di dalam wadah/bejana yang terbuat dari perak sesungguhnya ia menuang api jahannam di dalam perutnya” (HR. Malik nomor 11, HR. Bukhari, nomor 5634, HR. Muslim, nomor 2065)

Imam asy-Syafi’i berkata:
فَإِنْ تَوَضَّأَ أَحَدٌ فِيهَا، أَوْ شَرِبَ، كَرِهْتُ ذَلِكَ لَهُ، وَلَمْ آمُرْهُ يُعِيدُ الْوُضُوءَ، وَلَمْ أَزْعُمْ أَنَّ الْمَاءَ الَّذِي شَرِبَ، وَلَا الطَّعَامَ الَّذِي أَكَلَ فِيهَا مُحَرَّمٌ عَلَيْهِ، وَكَانَ الْفِعْلُ مِنْ الشُّرْبِ فِيهَا مَعْصِيَةً،
maka ketika seseorang berwudlu di dalamnya, atau minum di dalamnya, aku memakruhkan yang demikian itu baginya. Dan aku tidaklah memerintahkannya mengulangi wudlunya. Dan aku tidak berkata bahwasanya air yang diminum dan makanan yang dimakan di dalamnya adalah haram atasnya. Dan adalah perbuatan minum di dalamnya tersebut adalah maksiat.

فَإِنْ قِيلَ فَكَيْفَ يُنْهَى عَنْهَا وَلَا يَحْرُمُ الْمَاءُ فِيهَا؟ قِيلَ لَهُ - إنْ شَاءَ اللَّهُ - إنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إنَّمَا نَهَى عَنْ الْفِعْلِ فِيهَا لَا عَنْ تِبْرِهَا وَقَدْ فُرِضَتْ فِيهَا الزَّكَاةُ وَتَمَوَّلَهَا الْمُسْلِمُونَ وَلَوْ كَانَتْ نَجِسًا لَمْ يَتَمَوَّلْهَا أَحَدٌ وَلَمْ يَحِلَّ بَيْعُهَا وَلَا شِرَاؤُهَا.
Maka jika dikatakan: maka bagaimana melarang darinya dan tidak mengharamkan air yang terdapat di dalamnya? Dikatakan kepadanya: insya Allah sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam ketika melarang dari perbuatan tersebut tidaklah dari kerusakannya (bejana perak tersebut), dan sungguh difardlukan atasnya zakat dan kaum muslimin menjadikannya harta, apabila perak tersebut adalah najis, tidaklah seseorang menjadikannya harta dan tidaklah halal menjual dan membelinya.
[Al-Umm 1/21-22].

Kesimpulan
  1. Para Ulama sepakat (ijma’) tentang haramnya makan dan minum menggunakan wadah yang terbuat dari emas atau perak.
  2. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menggunakan bejana dari emas atau perak selain untuk makan dan minum. Sebagian ulama melarang, sebagian ulama membolehkan.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...