JUMLAH
JAMA’AH SHALAT JUM’AT
Oleh : Masnun Tholab
Segala
puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat
dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu
’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Para ulama berbeda
pendapat dalam menentukan syarat jumlah jama’ah dalam shalat jum’at. Perbedaan
pendapat tersebut disebabkan karena perbedaan pemahaman terhadap hadits-hadits
tentang shalat jum’at.
Dari Abdurrahman, putra
sahabat Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan,
وَكَانَ قَائِدَ أَبِيهِ بَعْدَ مَا ذَهَبَ بَصَرُهُ
عَنْ أَبِيهِ كَعْبٍ أَنَّهُ كَانَ إذَا سَمِعَ النِّدَاءَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
تَرَحَّمَ لِأَسْعَدَ
بْنِ زُرَارَةَ، قَالَ: فَقُلْتُ لَهُ: إذَا سَمِعْت النِّدَاءَ تَرَحَّمْتَ
لِأَسْعَدَ بْنِ زُرَارَةَ؟ قَالَ: لِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ جَمَعَ بِنَا فِي
هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِي بَيَاضَةَ فِي نَقِيعٍ يُقَال لَهُ: نَقِيعُ
الْخَضِمَاتِ، قُلْت: كَمْ كُنْتُمْ يَوْمئِذٍ؟ قَالَ: أَرْبَعُونَ رَجُلًا
Ketika ayahku
sudah tua dan hilang penglihatannya, aku bertugas mengantarkan beliau pergi
jumatan. Setiap kali beliau mendengar adzan jumat, beliau mendoakan kebaikan
untuk As’ad bin Zurarah. Suatu ketika aku tanyakan hal itu,
“Wahai ayahku,
mengapa anda setiap kali mendengar adzan, anda mendoakan As’ad bin Zurarah?”
Jawab Ka’ab
bin Malik,
Wahai anakku,
beliau adalah orang pertama yang mengimami kami shalat jumat sebelum kedatangan
hijrahnya Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Mekah.
Aku bertanya,
“Berapa jumlah kalian ketika itu?”
Jawab Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu, “40
orang.” (HR. Ibnu Majah 1135)
Asy-Syaukani
berkata :
اسْتَدَلَّ بِهِ مَنْ قَالَ: إنَّ الْجُمُعَةَ لَا
تَنْعَقِدُ إلَّا بِأَرْبَعِينَ رَجُلًا. وَأُجِيبَ: بِأَنَّهُ لَا دَلَالَة فِي
الْحَدِيث عَلَى اشْتِرَاط الْأَرْبَعِينَ، لِأَنَّ هَذِهِ وَاقِعَة عَيْن.
وَلَيْسَ فِيهِ مَا يَدُلّ عَلَى أَنَّ مَنْ دُون الْأَرْبَعِينَ لَا تَنْعَقِدُ
بِهِمْ الْجُمُعَة. وَقَدْ تَقَرَّرَ فِي الْأُصُول أَنَّ وَقَائِع الْأَعْيَان
لَا يُحْتَجّ بِهَا عَلَى الْعُمُوم.
وَقَوْلُهُمْ: لَمْ يَثْبُت أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم صَلَّى الْجُمُعَة بِأَقَلّ مِنْ
أَرْبَعِينَ، يَرُدّهُ حَدِيثُ جَابِرٍ الْآتِي فِي بَابِ انْفِضَاض الْعَدَد
لِتَصْرِيحِهِ بِأَنَّهُ لَمْ يَبْقَ مَعَهُ - صلى الله عليه وسلم - إلَّا اثْنَا
عَشَر رَجُلًا.
Hadits ini
sebagai dalil bagi orang yang berpendapat bahwa shalat jum’at itu tidak sah
kecuali dilaksanakan oleh empat puluh orang. Namun pendapat ini dibantah, bahwa
hadits ini tidak menunjukkan persyaratan empat puluh orang, karena peristiwa
ini kebetulan terjadi seperti itu, namun tidak menunjukkan bahwa bila shalat
jum’at dilaksanakan oleh kurang dari 40 orang maka shalat jum’atnya tidak sah.
Telah ditetapkan dalam ushul bahwa peristiwa yang kebetulan terjadi tidak bisa dijadikan argumen untuk yang bersifat
umum. Perkataan merek bahwa tidak ada keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwa beliau melaksanakan shalat jum’at kurang dari empat puluh
orang. Pernyataan ini dibantah dengan hadits Jabir yang akan dikemukakan pada
bahasan tentang jumlah jama’ah, yang mana pada saat itu jama’ah yang masih
tetap bersama Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam hanya berjumlah dua belas orang.
قَالَ فِي الاخْتِيَارَات: وَتَنْعَقِدُ الْجُمُعَةِ
بِثَلاثَةِ: وَاحِدٌ يَخْطُبُ وَاثْنَانُ يَسْتَمِعَانِ، وَهُوَ إِحْدَى
الرِّوَايَاتِ عَنْ أَحْمَدٍ
Disebutkan
dalam Al-Ikhtiyarat : Shalat jum’at bisa dilaksanakan dengan tiga orang; satu
orang khatib dan dua orang pendengar. Ini salah satu pendapat yang diriwayatkan
dari Ahmad dan segolongan ulama. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar,
2/28].
Dari Jabir
RA,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَخْطُبُ قَائِمًا يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَجَاءَتْ عِيرٌ مِنْ الشَّامِ
فَانْفَتَلَ النَّاسُ إِلَيْهَا حَتَّى لَمْ يَبْقَ إِلَّا اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri berkhutbah pada hari Jum’at, lalu
datanglah rombongan dari Syam, lalu orang-orang pergi menemuinya sehingga tidak
tersisa, kecuali dua belas orang.” (HR. Muslim no. 863)
Ibnu Rusyd
dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
وَأَمَّا شُرُوطُ
الْوُجُوبِ وَالصِّحَّةِ الْمُخْتَصَّةُ بِيَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاتَّفَقَ الْكُلُّ
عَلَى أَنَّ مِنْ شَرْطِهَا الْجَمَاعَةَ، وَاخْتَلَفُوا فِي مِقْدَارِ
الْجَمَاعَةِ، فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: وَاحِدٌ مَعَ الْإِمَامِ وَهُوَ
الطَّبَرِيُّ. وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: اثْنَانِ سِوَى الْإِمَامِ. وَمِنْهُمْ مَنْ
قَالَ: ثَلَاثَةٌ دُونَ الْإِمَامِ، وَهُوَ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ. وَمِنْهُمْ
مَنِ اشْتَرَطَ أَرْبَعِينَ، وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ.
Mengenai
persyaratan wajib dan khusus untuk shalat jum’at, kalangan fuqaha sepakat bahwa
shalat jum’at harus dilaksanakan secara berjama’ah. Namun mereka berbeda
pendapat mengenai batasan minimall jama’ah itu. Diantara mereka, adalah Thabari
yang berpendapat bahwa jama’ah paling tidak adalah seorang imam dan seorang
makmum. Ada pula yang berpendapat harus ada dua makmum dan seorang imam. Yang
terakhir ini adalah pendirian Abu Hanifah. Ada pula fuqaha yang mengisyaratkan
bahwa jumlah minimal jama’ah adalah 40 orang. Ini merupakan pendapat Syafi’i
dan Ahmad.
وَقَالَ قَوْمٌ
ثَلَاثِينَ. وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يَشْتَرِطْ عَدَدًا، وَلَكِنْ رَأَى أَنَّهُ
يَجُوزُ بِمَا دُونَ الْأَرْبَعِينَ وَلَا يَجُوزُ بِالثَّلَاثَةِ
وَالْأَرْبَعَةِ، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ، وَحَدَّهُمْ بِأَنَّهُمُ الَّذِينَ
يُمْكِنُ أَنْ تَتَقَرَّى بِهِمْ قَرْيَةٌ
Sebagian
fuqaha berpendapat 30 orang. Ada juga fuqaha yang tidak membatasai jumlah tertentu. Jumlah
jama’ah dibawah 40 orang. Tetapi boleh juga jika tiga atau empat orang. Inilah
pendirian Malik. Sedang batasnya adalah bisanya dibentuk suatu perkampungan.
[Bidayatul
Mujtahid, 1/356].
An-Nawawi dalam
kitab Rhaudhatuth Thalibin mengatakan,
فَلَا
تَنْعَقِدُ الْجُمُعَةُ بِأَقَلَّ مِنْ أَرْبَعِينَ، هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ
الصَّحِيحُ الْمَشْهُورُ. وَنَقَلَ صَاحِبُ «التَّلْخِيصِ» قَوْلًا عَنِ الْقَدِيمِ:
أَنَّهَا تَنْعَقِدُ بِثَلَاثَةٍ: إِمَامٍ، وَمَأْمُومَيْنِ. وَلَمْ يُثْبِتْهُ
عَامَّةُ الْأَصْحَابِ. وَيُشْتَرَطُ فِي الْأَرْبَعِينَ: الذُّكُورَةُ،
وَالتَّكْلِيفُ، وَالْحُرِّيَّةُ، وَالْإِقَامَةُ عَلَى سَبِيلِ التَّوَطُّنِ.
وَصِفَةُ التَّوَطُّنِ: أَنْ لَا يَظْعَنُوا عَنْ ذَلِكَ الْمَوْضِعِ شِتَاءً
وَلَا صَيْفًا، إِلَّا لِحَاجَةٍ. فَلَوْ كَانُوا يَنْزِلُونَ فِي ذَلِكَ
الْمَوْضِعِ صَيْفًا، وَيَرْتَحِلُونَ شِتَاءً، أَوْ عَكْسَهُ، فَلَيْسُوا
مُسْتَوْطِنِينَ ; فَلَا تَنْعَقِدُ بِهِمْ.
Tidak
dilaksanakan Jum’at apabila jumlahnya kurang dari 40 orang. Ini pendapat Imam
Syafi’i yang shahih dan masyhur. Penulis kitab At-Talkhish mengutip pendapat
Imam Syafi’i yang lama (Qoul Qadim), bahwasanya cukup dilaksanakan dengan tiga
orang, yaitu imam dan dua makmum. Pendapat ini tidak dibenarkan oleh semua
shabat imam Syafi’i.
Disyaratkan
dalam 40 orang itu laki-laki, baligh, merdeka, dan tinggal di wilayah pemukiman. Sifat bermukim adalah tidak pergi
ke tempat tersebut pada musim panas dan pada musim dingin, kecuali untuk suatu
keperluan. Apabila mereka datang ke tempat tersebut di musim panas kemudian
pergi pada musim dingin dan sebaliknya, maka tidak disebut bermukim, dan dalam
keadaan demikian tidak dilaksanakan shalat jum’at disana. [Rhaudhatuth
Thalibin, 1/791].
Imam
Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَفِي الْبَابِ
أَحَادِيثُ لَا أَصْلَ لَهَا، وَقَالَ عَبْدُ الْحَقِّ: لَا يَثْبُتُ فِي
الْعَدَدِ حَدِيثٌ.وَقَدْ
اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي النِّصَابِ الَّذِينَ بِهِمْ تَقُومُ الْجُمُعَةُ
فَذَهَبَ إلَى وُجُوبِهَا عَلَى الْأَرْبَعِينَ لَا عَلَى مَنْ دُونِهِمْ عُمَرُ
بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَالشَّافِعِيُّ، وَفِي كَوْنِ الْإِمَامِ أَحَدَهُمْ
وَجْهَانِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ وَذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ وَالْمُؤَيَّدُ
وَأَبُو طَالِبٍ إلَى أَنَّهَا تَنْعَقِدُ بِثَلَاثَةٍ مَعَ الْإِمَامِ، وَهُوَ
أَقَلُّ عَدَدٍ تَنْعَقِدُ بِهِ فَلَا تَجِبُ إذَا لَمْ يَتِمَّ هَذَا الْقَدْرُ
مُسْتَدِلِّينَ
Dalam masalah
batasan jumlah untuk mendirikan shalat jum’at ada beberapa hadits yang tidak
ada asalnya. Berkata Abdulhaq, “Tidak ada hadits yang kuat dalam bilangan
jamaah shalat jum’at”. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah jama’ah
shalat jum’at, diantaranya ada yang berpendapat wajib shalat jum’at atas 40
orang, dan tidak boleh kurang dari itu. Mereka itu adalah Umar bin Abdul Aziz,
Asy-Syafi’i dan imam termasuk diantara yang 40 itu. Ini salah satu dari dua
pendapat Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Al-Muayyid billah dan Abu Thalib berpendapat
bahwa shalat jum’at dapat terlaksanan dengan 3 jama’ah termasuk imam, dan ini
adalah jumlah paling sedikit dalam pelaksanaan shalat jum’at, dan tidak wajib
jika tidak memenuhi bilangan itu.
قُلْت: وَالْحَقُّ
أَنَّ شَرْطِيَّةَ أَيِّ شَيْءٍ فِي أَيِّ عِبَادَةٍ لَا يَكُونُ إلَّا عَنْ
دَلِيلٍ وَلَا دَلِيلَ هُنَا عَلَى تَعْيِينِ عَدَدٍ لَا مِنْ الْكِتَابِ وَلَا
مِنْ السُّنَّةِ، وَإِذْ قَدْ عُلِمَ أَنَّهَا لَا تَكُونُ صَلَاتُهَا إلَّا
جَمَاعَةً كَمَا قَدْ وَرَدَ بِذَلِكَ حَدِيثُ أَبِي مُوسَى عِنْدَ ابْنِ مَاجَهْ
وَابْنِ عَدِيٍّ وَحَدِيثُ أَبِي أُمَامَةَ عِنْدَ أَحْمَدَ وَالطَّبَرَانِيِّ
وَالِاثْنَانِ أَقَلُّ مَا تَتِمُّ بِهِ الْجَمَاعَةُ لِحَدِيثِ «الِاثْنَانِ
جَمَاعَةٌ» فَتَتِمُّ بِهِمْ فِي الْأَظْهَرِ
Saya
berkata,”Yang benar, sesungguhnya persyaratan bagi ibadah manapun tidak
dibolehkan kecuali setelah adanya dalil, dan tidak ada dalil satupun yang menunjukkan
bilangan baik dalam Al-Kitab maupun As-Sunnah. Dan telah diketahui bahwa shalat
jum’at tidak mungkin dilakukan kecuali dengan berjama’ah sebagaimana yang telah
diriwayatkan dari hadits Abu Musa menurut riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Adi dan
hadits Umamah menurut riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani. Dua adalah bilangan
paling sedikit terbentuknya jama’ahberdasarkan hadits, “Dua orang adalah
jama’ah”, maka berarti semprnalah dengan dua orang shalat jum’at. Ini yang paling dhahir.
[Subulussalam,
1/719].
Fatwa
Al-Lajnah Ad-Daimah Saudi Arabia :
إقامة الجمعة واجبة على
المسلمين في قراهم يوم الجمعة ويشترط في صحتها الجماعة . ولم يثبت دليل شرعي على
اشتراط عدد معين في صحتها ، فيكفي لصحتها إقامتها بثلاثة فأكثر
Melaksanakan
jumatan hukumnya wajib bagi setiap muslim di kampung mereka pada hari jumat,
dan disyaratkan agar jumatannya sah, harus dilakukan berjamaah. Dan tidak ada
dalil syar’i yang menyebutkan syarat dengan jumlah bilangan tertentu. Sehingga
cukup dinilai sah jika dilaksanakan 3 orang atau lebih. (Fatawa Lajnah, no.
1794)
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar