MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU?
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum menyentuh
kemaluan bagi orang yang telah berwudhu, apakah membatalkan wudhu atau tidak.
Imam Asy-Syaukani mengutip hadits-hadits berikut dan menjelaskannya dalam
kitab Nailul Authar :
عَنْ
بُسْرَةَ بِنْتِ صَفْوَانِ: (أن النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال: من مَسَّ ذكرهُ فلا
يصلِّي حتى يَتَوَضَّأَ).
رواه الخمسة وصححه الترمذي
وقال البخاري: هو أصح شيء في هذا الباب وفي
رواية لأحمد والنسائي عن بسرة (أنها سمعتُ رسولَ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم يقول وَيَتَوَضَّأُ من
مس الذَّكَرَ. وهذا يَشْمَلُ ذكر نَفْسِهِ وذكر غيرِهِ.
Dari
Busrah binti Shofwan, bahwa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
”Barangsiapa
menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia tidak shalat sehingga ia berwudhu”
(HR. Imam yang lima
dan disyahkan oleh Tirmidzi. Al-Bukari berkata, “Ini adalah hadits yang paling
sahih yang membicarakan masalah ini).
Dalam
satu riwayat bagi Imam Ahmad dan An-Nasa’i dari Basrah bahwa Basrah mendengar
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,
“Hendaklah
berwudhu siapa yang menyentuh kemaluannya”. Ini meliputi kemaluannya sendiri dan kemaluan orang lain.
Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث
يدل على أن لمس الذكر ينقض الوضوء. وقد ذهب إلى ذلك عمر وابنه
عبد اللَّه وأبو هريرة وابن عباس وعائشة وسعد ابن أبي وقاص وعطاء والزهري وابن المسيب ومجاهد وأبان بن
عثمان وسليمان بن يسار والشافعي وأحمد وإسحاق ومالك في المشهور
وغير هؤلاء.
Hadits
di atas menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan membatalkan wudhu. Demikian menurut pendapat Umar dan
putranya, Abdyllah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Sa’ad bin Abi Waqash,
Atha’, Az-Zuhri, Ibnu Al-Musayyab, Mujahid, Aban bin Utsman, Sulaiman bin
Yasar, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishak, Malik dan lain-lainnya di dalam kitab Masyhur.
وذهب
علي عليه السلام وابن مسعود وعمار والحسن البصري وربيعة والعترة
والثوري وأبو حنيفة وأصحابه وغيرهم إلى أنه غير ناقض.
واحتج
الآخرون بحديث طلق بن علي عند أبي داود والترمذي والنسائي وابن
ماجه وأحمد والدارقطني مرفوعًا بلفظ: (الرجل يمس ذكره أعليه وضوء فقال صلى اللَّه عليه وآله وسلم:
إنما هو بضعة منك) وصححه عمر بن القلاس وقال: هو عندنا
أثبت من حديث بسرة.
Adapun
Ali RA, Ibnu Mas’ud, Ammar, Al-Hasan Al-Bashri, Rubai’ah, Al-’Athrah,
At-Tsauri, Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa menyentuh
kemaluan tidak membatalkan wudhu.
Golongan yang berpendapat bahwa
menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu beralasan dengan hdits Thalq bin Ali
menurut Abu Daud, A-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, secara marfu’
dengan lafadz ”Jika seorang laki-laki menyentuh kemaluannya apakah ia harus
berwudhu?, maka Nabi menjawab, ’Sesungguhnya kemaluan itu bagian dari tubuhmu’”
Hadits tersebut disyahkan oleh Umar
bin Ali Al-Qalas, dan dia mengatakan, bagi kami hadits ini lebih tetap daripada
hadits Busrah.
[Nailul Authar 1/ (1/443)]
وعن أُمِّ حَبِيْبَةَ قالتْ:
(سمعتُ رسولَ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم
يقول: من مس فَرْجَهُ فليتوضأْ).
ولفظ من يشمل الذكر والأنثى. ولفظ الفرج يشمل
القبل والدبر من الرجل والمرأة وبه يرد مذهب من خصص ذلك بالرجال
وهو مالك
Dari
Ummu Habibah, ia berkata, saya mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi
wasallam bersabda,
”Barangsiapa
menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu” (HR. Ibnu Majah, dan
Al-Atsram).
Imam Asy-Syaukani berkata :
Perkataan ’man’ (barangsiapa) itu
mencakup laki-laki dan perempuan. Dan perkataan ’farj’ (kemaluan) itu menckup
kemaluan dan dubur baik laki-laki maupun perempuan. Pendapat ini membantah
pendapat orang yang mengkhususkannya bagi laki-laki sebagaimana pendapat Malik.
[Nailul Authar 1/166 (1/446)]
وعن
أبي هريرة رضي اللَّه عنه: (أن النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال: من أَفْضَى بِيَدِهِ
إلى ذَكَرِهِ ليس دُوْنَهُ سِتْرٌ فقد وجب عليه الوضوءُ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi
Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa menyentuh tangannya ke kemaluannya
tanpa alas, maka ia wajib berwudhu” (HR. Ahmad).
Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث يدل على وجوب الوضوء
وهو يرد مذهب من قال بالندب وقد تقدم.
ويدل
على اشتراط عدم الحائل بين اليد والذكر
Hadits
di atas menunjukkan wajibnya wudhu, dan membantah pendapat orang yang
mengatakan sunnahnya wudhu karena menyentuh kemaluan. Juga menunjukkan bahwa menyentuh kemaluan itu membatalkan
wudhu dengan tidak beralas antara tangan dan kemaluan.
[Nailul Authar 1/166 (1/447)]
وعن
عَمْرِو بن شعيبٍ عن أبيه عن جَدِّهِ: (عنِ النبيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال: أَيُّمَا رَجُلٍ
مَسَّ فَرْجَهُ فليتوضأْ وأيُّمَا امْرَأَةٍ مَسَّتْ فَرْجَهَا فلتتوضأْ
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya,
dari datuknya, dari Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam, ia bersabda,”Setiap laki-laki
yang menyentuh kemaluannya, maka ia harus berwudhu, dan setiap perempuan yang
menyentuh kemaluannya, maka ia harus berwudhu” (HR. Ahmad).
Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديث
صريح في عدم الفرق بين الرجل والمرأة وقد عرفت أن الفرج يعم القبل
والدبر لأنه العورة كما في القاموس
Hadits di atas menegaskan tidak
adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan telah anda ketahui bahwa
farj itu mencakup kemaluan dan dubur, karena semuanya aurat sebagaimana
disebutkan dalam qamus.
[Nailul Authar 1/166 (1/448)]
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
اختلف
العلماء فيه على ثلاثة مذاهب، فمنهم من رأى الوضوء فيه كيفما مسه، وهو مذهب
الشافعي وأصحابه وأحمد وداود، ومنهم من لم ير فيه وضوءا أصلا وهو أبو حنيفة
وأصحابه، ولكلا الفريقين سلف من الصحابة والتابعين.
Dalam
masalah ini, ulama berbeda pendapat, yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
Kelompok
pertama menyetakan bahwa menyentuh kemaluan dengan cara apapun, itu membatalkan
wudhu. Pendapat ini
dipegang oleh Syafi’i dan pengikutnya, Ahmad dan Daeud.
Kelompok kedua berpendapat bahwa
menyentuh kemaluan itu tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dipegangi oleh Abu
Hanifah dan pengikutnya.
Dua kelompok di atas sama-sama
memiliki legitimasi pendapat di kalangan sahabat dan Tabi’in.
وقوم
فرقوا بين أن يمسه بحال أو لا يمسه بتلك الحال، وهؤلاء افترقوا فيه فرقا: فمنهم من
فرق فيه بين أن يلتذ أو لا يلتذ. ومنهم من فرق بين أن يمسه بباطن الكف أو لا يمسه،
فأوجبوا الوضوء مع اللذة ولم يوجبوه مع عدمها، وكذلك أوجبه قوم مع المس بباطن الكف
ولم يوجبوه مع المس بظاهرها،
وهذان
الاعتباران مرويان عن أصحاب مالك، وكان اعتبار باطن الكف راجع إلى اعتبار سبب
اللذة.
وفرق
قوم في ذلك بين العمد والنسيان، فأوجبوا الوضوء منه مع العمد ولم يوجبوه مع
النسيان، وهو مروي عن مالك، وهو قول داود وأصحابه. ورأى قوم أن الوضوء من مسه سنة
لا واجب،
Kelompok
ketiga membedakan cara menyentuh kemaluan itu yang terbagi atas beberapa
pendapat.
- Pendapat yang membedakan antara sentuhan yang terasa enak dan tidak.
Jika terasa nikmat membatalkan wudhu, dan jika sebaliknya tidak
membatalkan.
- Pendapat yang membedakan antara sentuhan dengan telapak tangan dan
sentuhan dengan lainnya. Jika menyentuh dengan telapak tangan membatalkan
wudhu, dan jika tidak dengan telapak tangan tidak membatalkan.
Dua pendapat di
atas diriwayatkan dari Malik dan murid-muridnya. Mungkin –menurut kelompok ini-
telapak tanga dianggap membawa kenikmatan khusus.
- Pendapat yang membedakan antara sengaja dan lupa. Jika menyentuh
kemaluan dengan sengaja dengan telapak tangan, maka itu membatalkan wudhu.
Tetapi jika menyentuhnya karena lupa, maka tidak membatalkan. Pendapat ini
diriwayatkan dari Malik yang didukung oleh Dawud dan para pengikutnya.
Sebagian lagi ada ulama yang menyatakan bahwa keharusan wudhu karena
menyentuh kemaluan itu hanya sunat, bukan wajib.
وسبب
اختلافهم في ذلك أن فيه حديثين متعارضين: أحدهما الحديث الوارد من طريق بسرة أنها
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول "إذا مَسَّ أحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ"
وهو أشهر الأحاديث الواردة في إيجاب الوضوء من مس الذكر،
وصححه
يحيى بن معين وأحمد بن حنبل، وضعفه أهل الكوفة؛ وقد روي أيضا معناه من طريق أم
حبيبة، وكان أحمد بن حنبل يصححه،
Sebab
perbedaan pendapat dalam masalah menyentuh kemaluan ini berpangkal pada dua
hadits yang saling bertentangan.
Hadits
Busrah yang menyatakan, saya mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam
bersabda,
إذا
مَسَّ أحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
”Jika
seorang diantara kalian menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu” (HR.
Ibnu Majah, Tirmidzi dan Malik).
Hadits
ini adalah hadits yang paling masyhhur diantara beberapa hadits yang menegaskan
batalnya wudhu karena menyentuh kemaluan.
Hadits
ini dishohihkan oleh Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hanbal. Dan dinilai dho’if
oleh ulama Kufah. Hadits yang sama maksudnya sama juga diriwayatkan dari
sanad Ummu Habibah. Ahmad bin Hanbal menilai sahih terhadap hadits terakhir ini.
والحديث
الثاني المعارض له حديث طلق بن علي قال "قدمنا على رسول الله صلى الله عليه
وسلم وعنده رجل كأنه بدوي، فقال: يا رسول الله ما ترى في مس الرجل ذكره بعد أن
يتوضأ؟ فقال: وَهَلْ هُوِ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْكَ؟" خرجه أيضا أبو داود
والترمذي، وصححه كثير من أهل العلم الكوفيون وغيرهم؛
Hadits
yang bertentangan dengan hadits yang pertama adalah hadits riwayat Tholq bin
Ali -radhiyallahu anhu-, yang berkata,
”Saya
menghadap kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Disamping beliau ada
seorang yang tampaknya orang Badui. Lalu badui itu bertanya, ’Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapat anda mengenai seseorang yang menyentuh kemaluannya setelah
ia berwudhu? Maka beliau menjawab
وَهَلْ
هُوِ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْكَ؟
’Itu tidak lain hanya kelebihan dagingmu
juga’” (HR. Ahmad: 4/23, Abu Daud no. 182 dan 183, At-Tirmidzi no. 85,
An-Nasa`i no. 165, dan Ibnu Majah no. 483)
Hadits ini dinilai shahih oleh ulama Kufah dan ulama
lain.
كل
واحد من الفريقين في ترجيح الحديث الذي رجحه كثيرة يطول ذكرها، وهي موجودة في
كتبهم، ولكن نكتة اختلافهم هو ما أشرنا إليه
Argumentasi yang dikemukakan oleh
masing-masing pihak dalam menilai kuat tidaknya suatu hadits sangatlah panjang.
Hal itu mereka tulis dalam kitab-kitab karangan mereka. Tapi inti dari
perbedaan tersebut tidak lebih dari yang telah saya kemukakan.
[Bidayatul
Mujtahid 1/9 (1/15)].
Imam Nawawi dakam kitab Raudhatuth Thalibin berkata
:
فينتقض الوضوء إذا مس ببطن كفه فرج آدمي من نفسه أو غيره ذكر أو أنثى صغير أو كبير حي أو ميت قبلا كان الممسوس أو دبرا وفي فرج الصغير والميت
وجه ضعيف وفي الدبر قول شاذ أنه لا ينتقض والمراد بالدبر ملتقى
المنفذ
ومس محل الجب ينقض قطعا إن بقي شىء شاخص فإن لم يبق شىء نقض أيضا على الصحيح
ومس الذكر المقطوع والأشل والمس باليد الشلاء وناسيا ناقض على الصحيح
ولا ينقض مس دبر البهيمة قطعا ولا قبلها على الجديد المشهور
Wudhu
menjadi batal sebab seseorang menyentuh alat kelamin manusia dengan tangan
bagian dalamnya, baik alat kelaminnya sendiri maupun milik orang lain,
laki-laki maupun perempuan, masih anak-anak atau sudah dewasa, sudah mati atau
masih hidup, dan yang disentuh bagian alat kelamin maupun anus. Mengenai
menyentuh vagina anak kecil dan orang yang meninggal terdapat Wajh yang dho’if.
Sedang sentuhan di bagian anus juga terdapat Qaul yang aneh, yaitu tidak membatalkan
wudhu. Maksud anus di sini adalah lubang keluarnya fases (tinja).
Apabila
seseorang menyentuh lobang anus karena sesuatu yang tertinggal, maka secara
pasti wudhunya batal. Dan jika tidak ada sesuatu yang tertinggal, maka menurut
Qaul yang shahih wudhunya juga batal.
Menyentuh
dzakar yang terpotong dan impoten, atau menyentuh dengan tangan yang lumpuh
atau melakukannya karena lupa juga membatalkan wudhu menurut Qaul yang shahih.
Menyentuh
anus binatang secara pasti tidak membatalkan wudhu, begitu pula menyentuh alat
kelaminnya menurut pendapat Imam Asy-Syafi’i yang lama (Qaul Qadim) yang
masyhur.
[Raudhatuth
Thalibin 1/46 (1/215)].
Kesimpulan
:
Mayorutas
ulama berpendapat bahwa menyentuh kemaluan dan dubur tanpa alas, baik laki-laki
maupun perempuan, membatalkan wudhu.
Wallahu
a’lam.
Sumber
rujukan :
-Imam
Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Ibnu
Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta , 2002.
-Imam
Nawawi Raudhatuth Thalibin, Pustaka Azzam, Jakarta , 2007.
*Slawi,
Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar