Sabtu, 08 Oktober 2016

PUASA ASYURA

PUASA ASYURA
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده  اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Pengertian Asyura
Menurut Ensiklopedi Islam Asyura’ adalah hari ke sepuluh di bulan Muharram. Dalam Islam hari Asyura dipandang sebagai hari yang mempunyai keutamaan, karena pada hari tersebut Allah Subhanahu wata’ala telah menentukan banyak peristiwa yang terjadi di muka bumi yang menyangkut pengembangan agama Islam. [Ensiklopedi Islam 1, hal. 182].

Keutamaan Hari Asyura
Tentang keutamaan hari Asysyura digambarkan dalam hadits dari Abu Hurairah sebagai berikut :
….فإنه اليومُ الذي تاب اللهُ فيه على آدم وهو اليوم الذي رفع اللهُ فيه إدريسَ مكاناً علِيًّا وهو اليوم الذي نجى فيه إبراهيمَ من النار وهو اليوم الذي أخرج فيه نوحًا من السفينةِ وهو اليوم الذي أنزل الله فيه التوراةَ على موسى وفيه فَدَى الله إسماعيل من الذَّبْحِ وهو اليوم الذي أخرج الله فيه يوسف من السِجْنِ وهو اليوم الذي رَدَّ الله على يعقوبَ بَصَرَهُ وهو اليوم الذي كشف الله فيه البلاءَ عن أيوبَ البلاءَ وهو اليوم الذي أخرج الله فيه يونس من بطن الحُوْتِ وهو اليوم الذي فلق الله فيه البحرَ لبني إسرائيل وهو اليوم الذي غفر الله فيه لمحمدٍ ذَنْبَهُ ما تقدم منه وما تأخر وفي هذا اليومِ عَبَرَ موسى البحرَ وفي هذا اليوم أنزل الله فيه التوبةَ على قومِ يونسَ فمن صام هذا اليومَ كان له كفارةُ أربعين سنةٍ وهو أول يومٍ خلق الله من الدنيا يوم عاشوراء وأول مَطَرٍ نزل من السماء يوم عاشوراء
1.      Allah menerima taubat Nabi Adam ‘Alaihissalaam.
2.     Diangkatnya Nabi Idris ke alam yang tinggi
3.     Selamatnya Nabi Ibrahim dari api Raja Namrud.
4.     Dikeluarkannya Nabi Nuh ‘Alaihissalaam dan kaumnya dari perahu.
5.     Diturunkannya kitab taurat pada Nabi Musa ‘Alaihissalaaam.
6.     Diselamatkannya Nabi Isma’il ‘Alaihissalam dari penyembelihan
7.     Dikeluarkannya Nabi Yusuf  ‘Alaihissalaaam dari penjara.
8.     Disembuhkannya mata Nabi Ya’qub ‘Alaihissalaaam dari buta.
9.     Dihilangkannya musibah yang menimpa Nabi Ayyub ‘Alaihissalaaam.
10.   Dikeluarkannya Nabi Yunus ‘Alaihissalaaam dari perut ikan hiu.
11.   Dipecahkannya laut merah untuk lewat kaum Bani Isra’il, (umat Nabi Musa ‘Alaihissalaaam).
12.   DinyatakanNya pengampunan segala dosa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.
13.   Nabi Musa ‘Alaihissalam menyeberangi lautan
14.   Allah menerima taubatnya kaum Nabi Yunus.
15.   Permulaan Allah menciptakan hari di dunia.
16.   Permulaan diturunkannya hujan dari langit.
Imam As-Suyuti dalam kitab Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-haditsi Al-Maudhu’ah  1/135 mrngatakan bahwa hadits tersebut palsu.
Ibnu Al-Jauzi dalam kitab Al-Maudu’at Mina Al-Haditsi Al-Marfu’at 2/201 mengatakan : Hadits ini tidak diragukan bagi orang yang berakal tentang kepalsuannya.
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Al-Fawaidul Majmu’ah mengatakan : Tidak diragukan lagi bahwa hadits tersebut palsu.


Keutamaan dan Hukum Puasa Asyura
Dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَر
Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. (HR Al Bukhari No 1897)
[Fiqih Sunnah 2, hal. 53 ; NA 2, hal. 394]
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وأما صوم يومَ عاشوراءَ وهو العاشرَ من شهرِ المحرمِ عند الجماهيرِ فإنه قد كان واجباً قبلَ فُرِضَ رمضانَ ثم صار بعده مستحباً:
Menurut Jumhur ulama yaitu puasa hari kesepuluh dari bulan Muharram, sebelum diwajibkan puasa Ramadhan hukumbya wajib, dan setelah puasa bulan Ramadhan disyariatkan, maka hukumnya menjadi mustahab (sunah ) [Subulus Salam 2, hal. 155]

Dari Abu Qatadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ. قَالَ: " يُكَفِّرُ اَلسَّنَةَ اَلْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ", وَسُئِلَ عَنْ صِيَامِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ. قَالَ: " يُكَفِّرُ اَلسَّنَةَ اَلْمَاضِيَةَ " وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اَلِاثْنَيْنِ, قَالَ: " ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ, وَبُعِثْتُ فِيهِ, أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ "
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam perna ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang." Beliau juga ditanya tentang puasa hari Asyura, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun yang lalu." Dan ketika ditanya tentang puasa hari Senin, beliau menjawab: "Ia adalah hari kelahiranku, hari aku diutus, dan hari diturunkan al-Qur'an padaku." Riwayat Muslim [Bulughul Maram, hal. 282]

Dari Ibnu Abbas RA, Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda;
وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشَرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشَرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ أُعْطِيَ ثَوَابَ حَاجٍّ ، وَمُعْتَمِرٍ ، وَمَنْ مَسَحَ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ فِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ رُفِعَتْ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ عَلَى رَأْسِهِ دَرَجَةٌ فِي الْجَنَّةِ "
Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa' yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10, 000 orang mati syahid ; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa', maka akan diberikan pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa', maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat di surge….
Hadits tersebut menurut Imam As-Suyuti dan Ibnu Al-Jauzi adalah maudhu’ (palsu)
[Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-haditsi Al-Maudhu’ah  1/135; Al-Maudu’at li Ibnul Jauzi 2/201]

Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura
Para Ulama seperti  Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah, Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari, Ibnul Qayyim dalam kitab Zaadul Ma’ad, Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Author menyatakan bahwa Puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan. Tingkatan pertama yaitu puasa pada hari ke 9, 10 dan 11, tingkatan kedua puasa pada hari ke 9 dan 10, tingkatan ketiga puasa pada hari ke 10 saja .Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani dalam kitab Fathul Mu’in.
Hal ini berdasarkan hadits-hadits sebagai berikut.


Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata :
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Saw bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. (HR Bukhari No 1900) [Fiqih Sunnah 2, hal. 53]

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan (para sahabat) supaya berpuasa. Para sahabat berkata :
يا رَسُوْلَ اللهِ , إنه يومٌ تُعَظِّمُهُ اليهودُ والنصارَى, فقال : فإذا كان العامُ الْمُقْبِلُ إنشاء اللهُ تعالى صعنا اليومُ التاسِعَ, قال : فلم يأتِ العامُ الْمُقْبِلُ حتى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani”, Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 “Pada tahun depan insya Allah kita puasa tanggal 9”. Tetapi belum sampai tahun berikutnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ” [HR. Muslim dan Abu Dawud]

Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
صُوْمُوْا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وخالِفُوْا الْيَهُوْدَ, صوموا قَبْلَهُ يَوْمًا وبَعْدَهُ يَوْمًا
 Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya (HR Thohawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095)
[Fiqih Sunnah 2,/ 54 ; -Zaadul  Ma’ad  2/76 ; Fathul Bari  4/246 ;  Nailul Author 2/397]

Keutamaan Memberi Kelapangan Kepada Keluarga
Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqussunnah mengutip hadits dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ وَسَّعَ عَلَى نَفْسِهِ وَ اَهْلِهِ يَوْمَ عَاسُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عليه سائِرَ سَنَتِهِ
“Barangsiapa yang memberi kelapangan bagi dirinya dan keluarganya pada hari Asyura’, maka Allah akan memberi kelapangan baginya sepanjang tahun itu,” (HR. Baihaqi)

Imam Zaenudin dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
وأما أحاديث الاِكْتِحَالِ والغسل، والتَّطَيُّبِ في يوم عاشوراء، فمِنْ وَضْعِ الكذابين
Sedangkan hadits-hadits mengenai sunat bercelak mata, mandi, dan memakai wangi-wangian pada hari Asyura adalah penetapan orang-orang pendusta. [Fat-hul Mu’in 1, hal. 666].

Kesimpulan
1.     Mayoritas Ulama berpendapat bahwa puasa Asysyura hukumnya sunnah.
2.    Mayoritas Ulama berpendapat bahwa puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu.
3.    Mayoritas Ulama berpendapat, puasa asysyura ada 3 tingkatan, tingkatan pertama tanggal 9, 10, 11 Muharram, tingkatan kedua tanggal 9, 10 Muharram, tingkatan ketiga tanggal 10 Muharram.
4.    Mayoritas Ulama berpendapat Dianjurkan memberi kelapangan kepada keluarga pada hari Asyura.
Wallahu a’lam


Jumat, 26 Agustus 2016

QUNUT DALAM SHALAT SHUBUH

QUNUT DALAM SHALAT SHUBUH
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده  اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

 Para Ahli ilmu berbeda pendapat tentang qunut pada shalat fajar (subuh). Sebagian Ahli ilmu berpendapat bahwa qunut ada pada shalat subuh, dan sebagian berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh kecuali saat nazilah (musibah) yang menimpa kaum muslimin.

Hadits-hadits Tentang Qunut Dalam Shalat Shubuh
Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”.
“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. 
(HR. Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Tirmidzi berkata : SHAHIH)
[Nailul Authar, hadits no. 1114]
Dalam lafadz Ibnu Majah,
أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ ؟ .
Dalam lafadz Ibnu Majah, “Apakahmereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”.
[Nailul Authar, hadits no. 1115]
وَالنَّسَائِيُّ وَلَفْظُهُ قَالَ : صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عُمَرَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عُثْمَانَ فَلَمْ يَقْنُتْ ، وَصَلَّيْت خَلْفَ عَلِيٍّ فَلَمْ يَقْنُتْ ، ثُمَّ قَالَ : يَا بُنَيَّ بِدْعَةٌ .
Dalam lafadz Nasa’i : “Aku sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam, beliau tidak berqunut, Aku shalat di belakang Abu Bakar, beliau tidak berqunut , aku shalat dibelakang‘Umar, beliau tidak berqunut; aku shalat di belakang ‘Utsman, beliau tidak berqunut; dan ‘aku shalat di belakang Ali radhiyallahu ‘anhum, beliau tidak berqunut. Kemudian  dia berkata : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah bid’ah”.  [Nailul Authar, hadits no. 1116]
Dari Anas radiallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِيَّ ? قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
“bahwasanya rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam  melakukan qunut selama satu bulan kemudian beliau meninggalkannya”. (HR: Ahmad) [Nailul Authar, hadits no. 1117]

وَفِي لَفْظٍ : قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ .
Dalam lafadz lain  “bahwasanya rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam  melakukan qunut selama satu bulan mendoakan celaka bagi perkampungan dari perkampungan-perkampungan arab, kemudian beliau meninggalkannya”. (HR: Ahmad, Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah)
[Nailul Authar, hadits no. 1118]
Dari Anas radiallahu ‘anhu,
كَانَ الْقُنُوتُ فِي الْمَغْرِبِ وَالْفَجْرِ .
“bahwasanya rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam  melakukan qunut pada shalat maghrib dan shalat shubuh”. (HR: Bukhari) [Nailul Authar, hadits no. 1120]
Dari Bara bun Azib,
أَنَّ النَّبِيَّ ? كَانَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْمَغْرِبِ وَالْفَجْرِ .
“bahwasanya rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam  melakukan qunut pada shalat maghrib dan shalat shubuh”.  (HR: Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan dia menshahihkannya)
[Nailul Authar, hadits no. 1121]

Dari Anas radiallahu ‘anhu,
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”. (HR. Ahmad 3/162, Ath-Thohawy 1/244, Ibnu Syahin no.220,)
Sayyid Sabiq berkata :
Dalam sanad hadits ini terdapat seorang yang bernama Ja’far ar-Razi. Ia bukan seorang yang kuat, dan haditsnya tidak dapat digunakan sebagai hujjah. Sebab tidak masuk dalam akal kita bahwa sepanjang hidupnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam membaca qunut pada saat mengerjakan shalat shubuh, sementara para khalifah dan sahabat sesudah kewafatan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam hamper tidak pernah berqunut. Bahkan, ada keterangan bahwa Anas sendiri tidak pernah berqunut setiap mengerjakan shalat shubuh.
[Fiqih Sunnah 1/286].
Asy-Syaukani berkata :
Namun hadits ini tidak shahih, karena diriwayatkan dari jalur Abu Ja’far Ar-Razi. Mengenai Abu Ja’far Ar-Razi ini, Abdullah bin Ahmad mengatakan bahwa ia tidak kuat. Ali bin Al-Madini mengatakan bahwa dia ‘mukhtalath’ (hafalannya kacau setelah lanjut usia). Abu Za’rah mengatakan bahwa ia sering menduga-duga. Amr bin Ali Al Falas mengatakan bahwa ia jujur namun hafalannya buruk. Ibnu Ma’in mengatakan bahwa ia ‘tsiqoh’ namun sering keliru, ia dininai ‘tsiqoh’ oleh lebih dari satu ahli hadits.
Al-Hafidz mengatakan : Riwayatnya janggal karena adanya hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Khathib dari jalur Qais bin Ar-Rabi’, dari ‘Ashim bin Sulaiman, ia menuturkan, “Kami katakana kepada Anas, ‘Ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa Nabi Shallallau ‘alaihi wasallam elalu membaca qunut pada shalat shubuh’. Anas mengatakan, ‘Mereka berdusta. Beliau hanya pernah membaca qunut selama satu bulan untuk mendo’akan keburukan bagi suatu suku di antara suku-suku kaum musyrikin’. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 1/610]

Pendapat Para Ulama Tentang Qunut Dalam Shalat Shubuh
Syaikh Zadah Al-Hanafi (w 1078 H) berkata :
ولا يقنت في صلاة غيرها أي غير صلاة الوتر عندنا قال الإمام: القنوت في الفجر بدعة خلافا للشافعي فإن القنوت في صلاة الفجر في الركعة الثانية بعد الركوع مسنون عنده
Dan tidak disyariatkan qunut pada selain witir dalam madzhab kami,  Imam Abu Hanifah berkata: “qunut pada shalat subuh bid’ah”, berbeda dengan Syafii yang yang berpendapat bahwa qunut subuh disunnahkan setelah ruku’ pada raka’at kedua.


Ibnu Abdi Al-Barr Al-Maliki (w 463 H) mengatakan:
ويقنت في صلاة الصبح الإمام والمأموم والمنفرد إن شاء قبل الركوع وإن شاء بعده كل ذلك واسع والأشهر عن مالك القنوت قبل الركوع
Dan dianjurkan bagi imam, makmum atau orang yang shalat sendirian untuk melakukan qunut dalam shalat subuh, jika ia mau, sebelum ruku’ atau setelah ruku’, semua itu ada keluasan, dan pendapat yang masyhur dari Imam Malik adalah sebelum ruku’.

Imam An Nawawi Asy-Syafi’Ii (w 676 H) di dalam kitabnya Al Majmu’ menyebutkan:
القنوت في الصبح بعد رفع الرأس من ركوع الركعة الثانية سنة عندنا بلا خلاف وأما ما نقل عن أبي علي بن أبي هريرة رضى الله عنه أنه لا يقنت في الصبح لأنه صار شعار طائفة مبتدعة فهو غلط لا يعد من مذهبنا
Qunut pada shalat subuh setelah mengangkat kepala dari ruku’ pada raka’at kedua sunnah dalam madzhab kami tanpa ada perbedaan, adapun yang dinukil dari Abu Ali bin Abu Hurairah radiallahu ‘anu bahwa tidak qunut pada shalat subuh, karena hal itu sudah menjadi syi’ar kelompok ahli bid’ah maka itu salah dan tidak termasuk madzhab kami.

Imam Al-Mardawi Al-Hanbali (w 885 H) berkata :
ولا يقنت في غير الوتر، الصحيح من المذهب: أنه يكره القنوت في الفجر كغيرها، وعليه الجمهور
Dan tidak dianjurkan qunut pada selain shalat witir, pendapat yang shahih dalam madzhab (hanbali) yaitu dimakruhkan qunut pada shalat subuh seperti makruhnya qunut pada shalat-shalat yang selain subuh, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.
[Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al Khilaf jilid 2 Hal. 174}

Imam At Tirmidzi dalam Sunan-nya berkata :
وَاخْتَلَفَ أَهْلُ الْعِلْمِ فِي الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ فَرَأَى بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ الْقُنُوتَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهُوَ قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ و قَالَ أَحْمَدُ وَإِسْحَقُ لَا يُقْنَتُ فِي الْفَجْرِ إِلَّا عِنْدَ نَازِلَةٍ تَنْزِلُ بِالْمُسْلِمِينَ فَإِذَا نَزَلَتْ نَازِلَةٌ فَلِلْإِمَامِ أَنْ يَدْعُوَ لِجُيُوشِ الْمُسْلِمِينَ
“Para Ahli ilmu berbeda pendapat tentang qunut pada shalat fajar (subuh), sebagian Ahli ilmu dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan lainnya berpendapat bahwa qunut ada pada shalat subuh, dan ini adalah pendapat Malik dan Asy Syafi’i. Sedangkan, Ahmad dan Ishaq berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh kecuali saat nazilah (musibah) yang menimpa kaum muslimin. Jika turun musibah, maka bagi imam berdoa untuk para tentara kaum muslimin.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)
  
Imam Ibnu Rusyd Al Maliki Rahimahullah  berkata :
اختلفوا في القنوت، فذهب مالك إلى أن القنوت في صلاة الصبح مستحب، وذهب الشافعي إلى أنه سنة وذهب أبو حنيفة إلى أنه لا يجوز القنوت في صلاة الصبح، وأن القنوت إنما موضعه الوتر وقال قوم: بيقنت في كل صلاة، وقال قوم: لا قنوت إلا في رمضان، وقال قوم: بل في النصف الاخير منه وقال قوم: بل في النصف الاول منه
 “Mereka berselisih tentang qunut, Malik berpendapat bahwa qunut dalam shalat subuh adalah sunah, dan Asy Syafi’i juga mengatakan sunah, dan Abu Hanifah berpendapat tidak boleh qunut dalam shalat subuh, sesungguhnya qunut itu adanya pada shalat witir. Ada kelompok yang berkata: berqunut pada setiap shalat. Kaum lain berkata: tidak ada qunut kecuali pada bulan Ramadhan. Kaum lain berkata: Adanya pada setelah setengah bulan Ramadhan. Ada juga yang mengatakan: bahkan pada setengah awal Ramadhan.”
[Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz. 1, Hal. 10

Ibnu Hazm (w 456 H) dari madzhab dzahiri mengatakan:
والقنوت فعل حسن، بعد الرفع من الركوع في آخر ركعة من كل صلاة فرض - الصبح وغير الصبح، وفي الوتر، فمن تركه فلا شيء عليه في ذلك
Dan qunut adalah perbuatan yang baik, setelah bangkit dari ruku’ pada setiap raka’at terakhir shalat fardhu, baik subuh atau selainnya dan juga pada shalat witir, siapa yang meninggalkannya maka tidak apa-apa. [ Al Muhalla Bi Al Atsar jilid 3 Hal 54]

Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Authar :
قَوْلُهُ : ( يَا أَبَتِ إنَّك قَدْ صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ ) إِلَى آخِرِهِ . قَالَ الشَّارِحُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ مَشْرُوعِيَّةِ الْقُنُوتِ وَقَدْ ذَهَبَ إلَى ذَلِكَ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ . إِلِى أَنْ قَالَ : الْحَقُّ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ مَنْ قَالَ : إنَّ الْقُنُوتَ مُخْتَصٌّ بِالنَّوَازِلِ وَإِنَّهُ يَنْبَغِي عِنْدَ نُزُولِ النَّازِلَةِ أَنْ لَا تُخَصَّ بِهِ صَلَاةٌ دُونَ صَلَاةٍ .
Ucapan Abu Malik kepada ayahnya, (Wahai ayahku, sesungguhnya engkau telah shalat dibelakang Rasulullah Shallallau ‘alaihi wasallam….dst.) Pensyarah (Asy-Syaukani) mengatakan: Hadits ini menunjukkan tidak disyari’atkannya membaca qunut. Demikian pendapat mayoritas ahli ilmu. Namun pendapat yang benar, adalah pendapat yang mengatakan, bahwa qunut dikhususkan pada saat terjadi bencana. Saat itulah disyari’atkan untuk membaca qunut Nazilah, dan pembacaannya tidak dikhususkan pada suatu shalat saja.

Syaikh Sayyid Sabiq berkata:
القنوت في صلاة الصبح غير مشروع إلا في النوازل ففيها يقنت فيه وفي سائر الصلوات كما تقدم. روى أحمد والنسائي وابن ماجة والترمذي وصححه.
عن أبي مالك الاشجعي
 “Qunut Shubuh tidak disyari’atkan kecuali bila ada nazilah (musibah) itu pun dilakukan di lima waktu shalat, dan bukan hanya di waktu shalat Shubuh. Diriwayatkan dari Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmidzi, dan dia menshahihkannya, dari Abu Malik Alasyja’i.” [Fiqhus Sunnah (I/285)].

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:
وقنت في الفجر بعد الركوع شهرا ثم ترك القنوت ولم يكن من هديه القنوت فيها دائما
 “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qunut pada shalat shubuh sesudah ruku’ selama sebulan kemudian meninggalkannya. Tidak ada sama sekali petunjuk dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan qunut Shubuh terus-menerus.”
[Zaadul Ma’aad (I/271 & 283)].

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَقَدْ ذَهَبَ أَبُو حَنِيفَةَ ، وَأَبُو يُوسُفَ : إلَى أَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ الْقُنُوتِ فِي الْفَجْرِ ، وَكَأَنَّهُمْ اسْتَدَلُّوا بِقَوْلِهِ
Abu Hanifah, Abu Yusuf berpendapat dilarang melakukan qunut pada shalat subuh. Mereka berdalila dengan Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i. (lihat hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’I di atas. Pen) [Subulussalam 1/495]


Sikap Para Ulama Dalam Menghadapi Perbedaan
Imam Sufyan Ats Tsauri Radhiallahu ‘Anhu berkata, sebagaimana dikutip Imam At Tirmidzi sebagai berikut:
قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ
“Berkata Sufyan Ats Tsauri: “Jika berqunut pada shalat subuh, maka itu bagus, dan jika tidak berqunut itu juga bagus.” (Lihat Sunan At Tirmidzi, keterangan hadits No. 401)

Diceritakan dalam Al Mausu’ah sebagai berikut:
الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تَرَكَ الْقُنُوتَ فِي الصُّبْحِ لَمَّا صَلَّى مَعَ جَمَاعَةٍ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ فِي مَسْجِدِهِمْ بِضَوَاحِي بَغْدَادَ . فَقَال الْحَنَفِيَّةُ : فَعَل ذَلِكَ أَدَبًا مَعَ الإِْمَامِ ، وَقَال الشَّافِعِيَّةُ بَل تَغَيَّرَ اجْتِهَادُهُ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ .
“Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata Asy Syafi’iyyah (pengikut Asy Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/302. Wizarah Al Awqaf Asy Syu’un Al Islamiyah)

Imam Ahmad bin Hambal berkata, sebagaimana dikutip oleh  Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah sebagai berikut:
فقد كان الإمام أحمدُ رحمه الله يرى أنَّ القُنُوتَ في صلاة الفجر بِدْعة، ويقول: إذا كنت خَلْفَ إمام يقنت فتابعه على قُنُوتِهِ، وأمِّنْ على دُعائه، كُلُّ ذلك مِن أجل اتِّحاد الكلمة، واتِّفاق القلوب، وعدم كراهة بعضنا لبعض.
“Adalah Imam Ahmad Rahimahullah berpendapat bahwa qunut dalam shalat fajar (subuh) adalah bid’ah. Dia mengatakan: “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.” (Syarhul Mumti’, 4/25. Mawqi’ Ruh Al Islam)


Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata :
وَكَذَلِكَ الْقُنُوتُ فِي الْفَجْرِ إنَّمَا النِّزَاعُ بَيْنَهُمْ فِي اسْتِحْبَابِهِ أَوْ كَرَاهِيَتِهِ وَسُجُودِ السَّهْوِ لِتَرْكِهِ أَوْ فِعْلِهِ وَإِلَّا فَعَامَّتُهُمْ مُتَّفِقُونَ عَلَى صِحَّةِ صَلَاةِ مَنْ تَرَكَ الْقُنُوتَ وَأَنَّهُ لَيْسَ بِوَاجِبِ وَكَذَلِكَ مَنْ فَعَلَهُ
“Demikian juga qunut subuh, sesungguhnya perselisihan di antara mereka hanyalah pada istihbab-nya (disukai) atau makruhnya (dibenci). Begitu pula perselisihan seputar sujud sahwi karena meninggalkannya atau melakukannya, jika pun tidak qunut, maka kebanyakan mereka sepakat atas sahnya shalat yang meninggalkan qunut, karena itu bukanlah wajib. Demikian juga orang yang melakukannya (qunut, maka tetap sah shalatnya –pen).” [Majmu’ Fatawa, 5/185].

Para Ulama Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia berkata :
وبالجملة فتخصيص صلاة الصبح بالقنوت من المسائل الخلافية الاجتهادية، فمن صلى وراء إمام يقنت في الصبح خاصة قبلالركوع أو بعده فعليه أن يتابعه، وإن كان الراجح الاقتصار في القنوت بالفرائض على النوازل فقط.
“Maka, secara global mengkhususkan doa qunut pada shalat subuh merupakan masalah khilafiyah ijtihadiyah. Barang siapa yang shalat di belakang imam yang berqunut subuh, baik sebelum atau sesudah ruku, maka hendaknya dia mengikutinya. Walau pun pendapat yang paling kuat adalah membatasi qunut hanya ada pada nazilah saja.”
[Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta’, No. 902].

Imam Al-Mardawi (w 885 H) setelah mengemukakan pendapatnya bahwa qunut pada shalat shubuh itu makruh, beliau berkata :
لو ائتم بمن يقنت في الفجر تابعه، فأمن أو دعا
Jika ia bermakmum dengan orang yang melakukan qunut pada shalat subuh ia harus mengikutinya dengan mengaminkan atau berdo’a.
[Al Inshaf Fi Ma’rifati Ar Rajihi Min Al Khilaf jilid 2 Hal. 174}
Sayyid Sabiq berkata :
ومهما يكن من شئ فإن هذا من الاختلاف المباح الذي يستوي فيه الفعل والترك وإن خير الهدي محمد صلى الله عليه وسلم
Akan tetapi bagaimanapun perselisihan para ulama dalam hal ini, maka qunut (dalam shalat shubuh)  itu termasuk sesuatu yang mubah. Dengan kata lain, ia boleh dilakukan atau ditinggalkan. Hanya saja yang sebaik-baiknya adalah mengikuti keterangan dan perbuatan yang berasal dari nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (tidak berqunut). [Fiqih Sunnah 1/286].

Kesimpulan
1.     Para ulama berselisih pendapat tentang hokum membaca do’a qunut pada shalat shubuh, sebagian ulama berpendapat sunnah, dan sebagian berpendapat bid’ah, makruh bahkan dilarang (haram).
2.    Mayoritas ulama berpendapat bahwa orang yang mengerjakan qunut shalatnya sah, begitu juga orang yang tidak mengerjakan qunut, shalatnya juga sah.
3.    Mayoritas ulama berpendapat Orang yang tidak berqunut boleh bermakmun pada orang yang berqunut dan mengaminkan do’anya, sebaliknya orang yang berqunut boleh bermakmum pada orang yang tidak berqunut.
Wallahu a’lam.


YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...