Minggu, 21 Februari 2010

TALKIN (Sebelum Meninggal)

TALKIN
(Sebelum Meninggal)
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Pengertian Talkin
Azzumardi Azra dkk dalam Ensiklopedi Islam menjelaskan : Talkin berasal dari kata laqqana yulaqqinu, yang berarti mendikte, mengajar dan memahamkan secara lisan. Di dalam istilah fiqih, talkin berarti bimbingan mengucap kalimat ikhlas (Laa ilaaha illallaah) atau kalimat syahadat yang diberikan kepada seorang mukmin yang dalam keadaan sakratul maut. Tujuan bimbingan ini ialah mengingatkan orang yang akan meninggal dunia itu pada tauhid, sehingga akhir ucapan yang keluar dari mulutnya adalah kalimat tauhid, yaitu Laa ilaaha illallaah.
[Ensiklopedi Islam 5, hal. 61].

Hadits-hadits Tentang Talkin
Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya:
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم { لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ }
"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:"Ajarkanlah kepada orang-orang yang hendak mati di antara engkau semua itu dengan bacaan La ilaha illallah." (Riwayat Muslim no. 916, Tirmidzi no. 982, Abu Daud 3117, An-Nasa’I 1826, Ibnu Majah 1445)
[Riyadus Salikhin 2, hal. 70 ; Bulughul Maram, hal. 222].
Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam menafsirkan kata MAUTAAKUM. Sebagian berpendapat bahwa mautaakum artinya orang yang sudah mati (arti hakiki). Sebagian lagi berpendapat bahwa mautaakum diartikan orang yang belum mati (arti majazi). Pendapat yang kedua didasarkan dengan hadits yang lain :
Dari Mu'az r.a., katanya:
‏(‏سمعت رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم يقول‏:‏ من كان آخر قوله لا إله إلا اللَّه دخل الجنة‏)‏‏.‏
" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang akhir percakapannya Laa ilaaha illallaah, maka ia akan masuk surga”
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Hakim dan Hakim mengatakan bahwa ini adalah shahih isnadnya.
[Riyadus Salikhin 2, hal. 70]
Berdasarkan hadits tersebut maka arti yang seharusnya digunakan untuk mautaakum adalah arti majazi yaitu orang yang akan mati. Inilah pendapat mayoritas ulama, termasuk Imam Syafi'i. [Ensiklopedi Islam 5, hal. 62]

Pendapat Para Ulama Tentang Talkin
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
والمراد "بموتاكم": موتى المسلمين. وأما موتى غيرهم، فيعرض عليهم الإسلام، كما عرضه صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم على عمه عند السياق، وعلى الذمي الذي كان يخدمه، فعاده وعرض عليه الإسلام فأسلم
Yang dimaksud dengan mautakum adalah orang-orang muslim yang menjelang kematiannya. Adapun jika ia non Muslim maka ditawarkan kepadanya untuk memeluk agama Islam, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menawarkan kepada pamannya dalam keadaan sekarat dan juga kepada seorang zimmi yang menjadi pelayan beliau yang ia kunjungi ketika sakit, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menawarkan islam kepadanya sehingga orang tersebut masuk Islam. [Subulussalam 1, hal. 812]

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Author berkata :
قال النووي‏:‏ أي من حضره الموت والمراد ذكروه لا إله إلا اللَّه لتكون آخر كلامه كما في الحديث‏:‏ ‏(‏من كان آخر كلامه لا إله إلا اللَّه دخل الجنة‏)‏ والأمر بهذا التلقين أمر ندب وأجمع العلماء على هذا التلقين وكرهوا الإكثار عليه والموالاة لئلا يضجره لضيق حاله وشدة كربه فيكره ذلك بقلبه أو يتكلم بكلام لا يليق قالوا وإذا قاله مرة لا يكرر عليه إلا أن يتكلم بعده بكلام آخر فيعاد التعريض له به ليكون آخر كلامه‏.‏
Imam Nawawi (Ulama madzhab Syafi’i) berkata : “Para ulama telah sepakat tentang talqin ini, dan mereka menganggap makruh membanyakkannya karena hal itu bias mengguncangkan kondisinya yang sedang kesempitan dan beratnya derita sakaratul maut, sehingga dalam kondisi itu mungkin hatinya akan benci mengucapkannya atau malah mengucapkan perkataan yang tidak layak. Mereka juga mengatakan, “Bila disampaikan satu kali, maka tidak perlu diulang kecuali bila ia berbicara dengan perkataan lainnya maka diulang lagi penuntunan itu agar akhir ucapannya Laa ilaaha illallaah.
[Nailul Author 2, hal. 152; Subulussalam 1, hal. 812]

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
وجمهورالعلماء على ان المحتضريقتصرفى تلقينه على لفض لا إله إلا اللَّه لظاهر الحديث .ويرى جماعة انه يلقن الشهادتين لأن المقصود تذكر التوحيد وهو يتوقف عليهما
Jumhur ulama berpendapat bahwa yang ditalkinkan kepada orang yang hendak meninggal itu cukup kalimat laa ilaaha illallaah berdasarkan zahir hadits. Tetapi segolongan lagi berpendapat bahwa yang diajarkan itu hendaknya dua kalimat syahadat, karena yang dituju adalah mengingatkan tauhid, sedangkan itu tergantung kepada kedua kalimat tersebut.
[Fiqih Sunnah 2, hal. 120].
Zainudin Al-Malibari Al-Fanani (Ulama madzhab Syafi’i) dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
(ويندب) أن يلقن محتضر - ولو مميزا على الاوجه - الشهادة: أي لا إله إلا الله، فقط - لخبر مسلم: لقنوا موتاكم - أي من حضره الموت - لا إله إلا الله مع الخبر الصحيح: من كان آخر كلامه لا إله إلا الله، دخل الجنة، أي مع الفائزين.
Menurut kaul yang termasyhur, sunat menalkini orang yang sedang sekarat –meskipun anak-anak yang baru mumayyiz- dengan ucapan syahadat, yakni Laa ilaaha illallaah. (Hal ini) berdassarkan hadits Muslim yang menyatakan : “Talkinilah mayat-mayatmu, -maksudnya orang yang sekarat- dengan ucapan : Laa ilaaha illallaah. Juga dinyatakan dalam hadits sahih (riwayat Abu Dawud) : “Barangsiapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallaah., tentu masuk surga” yaitu beserta orang-orang yang berbahagia.
وإلا فكل مسلم - ولو فاسقا - يدخلها، ولو بعد عذاب، وإن طال.
Jika maksud hadits itu bukan begitu, maka seluruh kaum muslim –sekalipun orang fasik- akan masuk surga meskipun sudah disiksa lama.
وقول جمع: يلقن محمد رسول الله أيضا، لان القصد موته على الاسلام، ولا يسمى مسلما إلا بهما مردود بأنه مسلم،
Adapun pendapat banyak ulama yang menyatakan bahwa, perlu juga ditalkini dengan ucapan Muhammadur Rasulullah, karena yang dimaksud adalah agar mati dalam keadaan islam, sedangkan tidak disebut muslim kecuali dengan kedua kalimat syahadat, adalah ditolak, sebab orang itu sendiri sudah muslim.

Ibnu Ruysd (Ulama madzhab Maliki) dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
ويستحب أن يلقن الميت عند الموت شهادة أن لا إله إلا الله، لقوله عليه الصلاة والسلام "لقنوا موتاكم شهادة أن لا إله إلا الله" وقوله "من كان آخر قوله لا إله إلا الله دخل الجنة"
Disunatkan mentalqin orang yang menghadapi kematian dengan ucapan Laa ilaaha illallaah karena ada hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Talqinlah (bumbinglah) saudara-saudaramu yang menghadapi kematian dengan ucapan Laa ilaaha illallaah”
Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Barangsiapa yang di akhir hayatnya mengucapkan Laa ilaaha illallaah di masuk surga”
[Bidayatul Mujtahid 1, hal. 502].

Adapun cara-cara menalkin menurut ulama mazhab Syafi'i dan sejumlah ulama lainnya adalah sbb :
1. Dilakukan dengan suara yang lemah lembut
2. Tidak mendesak dan memaksakannya untuk mengucapkan kalimat syahadat.
3. Tidak dalam bentuk menyuruh seperti : "Katakan Laa ilaaha illallaah" tetapi cukup disebut kalimat itu sekedar di dengar oleh si sakit agar ia sadar dan dengan kemauannya sendiri mengucapkannya.
4. Jika yang sakit sudah mengucapkan kalimat syahadat itu sekali, jangan diulangi lagi kecuali jika ia mengucapkan kalimat lain sesudah itu.
5. Orang yang menalkin seyogyanya bukan orang yang mewarisi harta peninggalan si sakit dan bukan pula orang yang dengki padanya.
6. Jika yang ada ahli waris, yang dipilih adalah ahli waris yang paling sayang padanya.
--Ensiklopedi Islam 5, hal. 62.

Kesimpulan :
1. Mayoritas ulama sepakat bahwa mentalkin dilakukan kepada seseorang menjelang ajalnya (sebelum meninggal) agar ucapan terakhirnya Laa ilaaha illallaah.
2. Mayoritas ulama sepakat bahwa mentalkin seseorang menjelang ajalnya (sebelum meninggal) cukup dengan kalimat Laa ilaaha illallaah., tidak perlu ditambah Muhammadur Rasulullah.

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Azzumardi Azra, MA, Prof.,Dr., Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2002.
-Imam Muslim, Sahih Muslim, Darul Ilmi, Surabaya
-Imam As-Suyuti, Al-Jami’us Shaghir, Bina Ilmu, Surabaya, 1993
-Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi (E-book)
-Abu Daud, Sunan Abu Daud (E-book)
-Zainuddin bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006
-Imam Nawawi, Riyadus Salihin, Al-Ma’arif, Bandung, 1986.
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, As-Syifa, Semarang, 1994.
-Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...