Rabu, 19 November 2025

KOTORAN HEWAN YANG HALAL DIMAKAN, SUCI?

 KOTORAN HEWAN YANG HALAL DIMAKAN, SUCI?

Oleh : Masnun Tholab

 

DALIL-DALIL

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم  يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ

Sebelum masjid dibangun, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di kandang kambing. (HR. Bukhari 234 dan Muslim 1202).

 

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu,

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم  بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا ، فَانْطَلَقُوا

Datang beberapa orang dari suku Ukl dan Urainah. Mereka pun sakit karena tidak kuat dengan cuaca Madinah. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk datang ke peternakan onta, dan agar mereka minum air kencingnya dicampur susunya. Mereka pun berangkat dan melakukan saran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 233, Muslim 4447 dan yang lainnya).

 

Umar bin Khattab ketika peristiwa perang Tabuk

خَرَجْنَا إِلَى تَبُوكَ فِى قَيْظٍ شَدِيدٍ فَنَزَلْنَا مَنْزِلاً أَصَابَنَا فِيهِ عَطَشٌ حَتَّى ظَنَنَا أَنَّ رِقَابَنَا سَتَنْقَطِعُ حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْحَرُ بَعِيرَهُ فَيَعْصُرُ فَرْثَهُ فَيَشْرَبُهُ فَيَجْعَلُ مَا بَقِىَ عَلَى كَبِدِهِ

Kami berangkat menuju tabuk dalam keadaan sangat serba kekurangan. Kemudian kami singgah di suatu tempat, dan kami sangat kehausan. Hingga kami menyangka leher kami akan putus. Hingga ada orang yang menyembelih ontanya, lalu dia memeras kotorannya dan meminumnya, sementara sisa perasannya ditaruh di atas perutnya. (HR. Ibnu Hibban 1383, Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 20131, al-Bazzar dalam Musnadnya 215 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

 

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

خَرَجَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم لِحَاجَتِهِ فَقَالَ  الْتَمِسْ لِى ثَلاَثَةَ أَحْجَارٍ. قَالَ فَأَتَيْتُهُ بِحَجَرَيْنِ وَرَوْثَةٍ فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ  إِنَّهَا رِكْسٌ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pergi untuk buang hajat. Beliau pun menyuruhku,  “Carikan 3 batu untukku.” Aku pun membawakan dua batu dan satu kotoran kering. Beliau mengambil dua batu dan membuang kotoran kering itu, sambil bersabda, “Ini Najis.” (HR. Ahmad 3757, Turmudzi 17, ad-Daruquthni, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

 

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.” (HR. Bukhari, Muslim)

 

 

PENJELASAN/PENDAPAT ULAMA

Dijelaskan dalam kitab Al-Fiqhiyah Al-Mausu’ah Al-Mishriyah :

أما أبوالها، فقد قال أبو حنيفة وأبو يوسف: أنها نجسة، وقال محمد: أنها طاهرة، حتى لو وقع فى الماء القليل لَا يُفْسِدُه ويتوضأ منه ما لم يغلِب عليه ,ويقول الشافعية: كل مائعٍ خرج من أحد السبيلين نجسٌ سواء كان ذلك من حيوان مأكولِ اللحم أم لا .ويرى المالكية: أن بولَ ما يباحُ أكله طاهرٌ إذا لم يُعتد التغذى بنجسٍ، والإبلُ مباحة ُالأكلِ فبولُها طاهر ,وعند الحنابلة: بول الإبل وما يؤكل لحمُه طاهر إلا إذا كانت تأكلُ النجاسة فبولها نجس، فإن منعت من أكلها ثلاثة أيام لا تأكل فيها إلا طاهرا صار بولها طاهرا 

Adapun air kencingnya (Unta), Abu Hanifah dan Abu Yusuf berpendapat bahwa air kencingnya najis. Sedangkan Muhammad berpendapat bahwa air kencingnya suci, yakni jika air kencingnya jatuh ke dalam sedikit air, maka air itu tidak akan rusak. boleh berwudhu dengan air tesrbut, asalkan air kencingnya tidak sampai membanjiri air.

Mazhab Syafi'i menyatakan: Setiap cairan yang keluar dari salah satu dari dua lubang adalah najis, baik itu dari hewan yang halal dimakan maupun yang tidak.

Maliki berpendapat bahwa air kencing binatang yang halal dimakan adalah suci, jika binatang tersebut tidak terbiasa memakan yang najis, dan unta halal dimakan, maka air kencingnya suci.

Menurut Hanbali, air kencing unta dan daging hewan yang halal dimakan adalah suci, kecuali jika unta tersebut memakan najis, yang berarti air kencingnya najis. Jika unta tersebut dilarang memakan hewan tersebut selama tiga hari dan hanya diberi makanan yang suci, maka air kencingnya menjadi suci. [Al-Fiqhiyah Al-Mausu’ah Al-Mishriyah, 1/36]

 

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan :

اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى نَجَاسَةِ بَوْلِ ابْنِ آدَمَ وَرَجِيعِهِ إِلَّا بَوْلَ الصَّبِيِّ الرَّضِيعِ، وَاخْتَلَفُوا فِيمَا سِوَاهُ مِنَ الْحَيَوَانِ، فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ إِلَى أَنَّهَا كُلَّهَا نَجِسَةٌ.

وَذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى طَهَارَتِهَا بِإِطْلَاقٍ أَعْنِي فَضْلَتَيْ سَائِرِ الْحَيَوَانِ، الْبَوْلَ وَالرَّجِيعَ وَقَالَ قَوْمٌ: أَبْوَالُهَا وَأَرْوَاثُهَا تَابِعَةٌ لِلُحُومِهَا، فَمَا كَانَ مِنْهَا لُحُومُهَا مُحَرَّمَةً فَأَبْوَالُهَا وَأَرْوَاثُهَا نَجِسَةٌ مُحَرَّمَةٌ، وَمَا كَانَ مِنْهَا لُحُومُهَا مَأْكُولَةً فَأَبْوَالُهَا وَأَرْوَاثُهَا طَاهِرَةٌ، مَا عَدَا الَّتِي تَأْكُلُ النَّجَاسَةَ، وَمَا كَانَ مِنْهَا مَكْرُوهًا فَأَبْوَالُهَا، وَأَرْوَاثُهَا مَكْرُوهَةٌ، وَبِهَذَا قَالَ مَالِكٌ كَمَا قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ بِذَلِكَ فِي الْأَسْآرِ.

Para ulama sepakat bahwa urine dan kotoran manusia adalah najis, kecuali urine bayi yang sedang menyusui. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai urine hewan lainnya. Al-Syafi'i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa semuanya najis.

Sebagian ulama berpendapat bahwa ia suci dalam segala keadaan, artinya kotoran semua hewan, baik urin maupun kotorannya. Sebagian yang lain berpendapat: urin dan kotorannya dianggap sebagai bagian dari dagingnya. Hewan yang dagingnya haram, air seni dan kotorannya najis dan haram. Hewan yang dagingnya halal, air seni dan kotorannya suci, kecuali hewan yang memakan najis.

Dan hewan yang dagingnya makruh, maka air kencing dan kotorannya pun makruh. Demikianlah yang dikatakan Malik, sebagaimana Abu Hanifah mengatakan hal yang sama tentang sisa makanan. [Bidayatul Mujtahid, 1/87]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KOTORAN HEWAN YANG HALAL DIMAKAN, SUCI?

  KOTORAN HEWAN YANG HALAL DIMAKAN, SUCI? Oleh : Masnun Tholab   DALIL-DALIL Anas bin Malik  Radhiyallahu ‘anhu, كَانَ النَّبِىُّ ...