SHALAT
KETIKA MEMASUKI
MASJID
Oleh : Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Dari Qatadah, ia berkata,
قال
رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم: إذَا
دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتىَّ يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, maka
hendaklah ia tidak langsung duduk sebelum melaksanakan shalat dua rekaat” (HR. Bukhari, Muslim)
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صَلاَتَيْنِ: نَهَى عَنِ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَجْرِ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَبَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ،
Sesungguhnya Rasûlullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
melarang dari dua shalat; melarang dari shalat setelah shalat Shubuh hingga
terbit matahari dan setelah Ashar hingga terbenam matahari [HR.
Al-Bukhâri]
Pertanyaan :
1.
Apakah nama shalat ketika memasuki masjid?
2.
Apakah hukum shalat ketika memasuki masjid?
3.
Bolehkah shalat tersebut dikerjakan sesudah shalat shubuh?
4.
Jika seseorang memasuki masjid berulang-ulang, apakah dia shalat
berulang-ulang?
5.
Bolehkah shalat tersebut digabungkan niatnya dengan shalat sunnah yang
lain?
6.
Jika seseorang masuk ke dalam masjid dan duduk, bolehkah dia melakukan
shalat tersebut?
7.
Bolehkah shalat tersebut dikerjakan ketika memasuki Masjidil Haram?
PENJELASAN/PENDAPAT PARA ULAMA
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar
berkata :
وَالْحَدِيثُ
يَدُلُّ عَلَى مَشْرُوعِيَّةِ التَّحِيَّةِ فِي جَمِيعِ الْأَوْقَاتِ، وَإِلَى
ذَلِكَ ذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنْ الْعُلَمَاءِ مِنْهُمْ الشَّافِعِيَّةُ وَكَرِهَهَا
أَبُو حَنِيفَةَ وَالْأَوْزَاعِيُّ وَاللَّيْثُ فِي وَقْتِ النَّهْي.
Hadits ini menunjukkan
dianjurkannya shalat tahiyyatul masjid di semua waktu. Demikian pendapat
segolongan ulama, termasuk diantaranya golongan Syafi’i. Namun Abu Hanifah,
Al-Auza’I dan Al-Laits memakruhkannya pada waktu yang terlarang.
قَالَ
الْحَافِظُ: وَاتَّفَقَ
أَئِمَّةُ الْفَتْوَى عَلَى أَنَّ الْأَمْرَ فِي ذَلِكَ لِلنَّدْبِ. قُلتُ: فَإِذَا
كَانَ الْأَمْرُ لِلنَّدْبِ وَالنَّهْيُ عَنِ الصَّلاةِ فِي أَوْقَاتِ
الْكَرَاهَةِ للتّحْرِيمِ فَالأَحْوَطُ تَرْك تَحِيَّة الْمَسْجِدِ فِيهَا
Al-Hafidz mengatakan,”Para ahli fatwa telah
sepakat, bahwa perintah shalat tersebut bersifat sunnah”. Saya (Asy-Syaukani)
katakan, “Karena perintah tersebut sunnah, sedangkan larangannya berstatus
pengharaman, maka yang lebih berhati-hati adalah meninggalkan shalat tahiyatul
masjid pada waktu terlarang.
[Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Author
3/60 (1/665)]
Imam
Nawawi salam kitab Raudhatuth Thalibin berkata
:
وَمِنْهُ
تَحِيَّةُ الْمَسْجِدِ بِرَكْعَتَيْنِ، وَلَوْ صَلَّى الدَّاخِلُ فَرِيضَةً، أَوْ
وِرْدًا، أَوْ سُنَّةً، وَنَوَى التَّحِيَّةَ مَعَهَا، حَصَلَا جَمِيعًا. وَكَذَا
إِنْ لَمْ يَنْوِهَا
Diantara
shalat sunnah yang tidak disunahkan berjamaah adalah shalat dua rekaat
Tahiyatul Masjid. Jika seseorang masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan
shalat fardhu, atau melaksanakan shalau sunnah lainnya dan dia berniat dengan
Tahiyatul Masjid sekaligus, maka berhasil penggabungan niatnya. Begitu juga
jika dia tidak meniatkan untuk shalat Tahiyatul Masjid.
قُلْتُ: وَمَنْ تَكَرَّرَ دُخُولُهُ الْمَسْجِدَ
فِي السَّاعَةِ الْوَاحِدَةِ مِرَارًا. قَالَ الْمَحَامِلِيُّ فِي كِتَابِهِ (اللُّبَابِ) : أَرْجُو
أَنْ يُجْزِئَهُ التَّحِيَّةُ مَرَّةً. وَقَالَ صَاحِبُ (التَّتِمَّةِ) : لَوْ تَكَرَّرَ دُخُولُهُ، يُسْتَحَبُّ
التَّحِيَّةُ كُلَّ مَرَّةٍ، وَهُوَ الْأَصَحُّ.
Saya
katakan, ”Jika seseorang memasuki masjid pada satu waktu itu berulang-ulang,
menurut Al-Mahamali dalam kitab Al-Lubab,
dia mengatakannya bahwa cukup dengan shalat Tahiyatul Masjid sekali saja.
Penulis At-Tatimah berpendapat jika
seseorang itu memasuki masjid dengan berulang kali, maka disunnahkan untuk
melaksanakan shalat Tahiyatul Masjidnya dengan berulang-ulang pula. Inilah pendapat yang lebih sahih.
قَالَ
الْمَحَامِلِيُّ: وَتُكْرَهُ
التَّحِيَّةُ فِي حَالَيْنِ. أَحَدُهُمَا: إِذَا دَخَلَ وَالْإِمَامُ فِي
الْمَكْتُوبَةِ. وَالثَّانِي: إِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ،
فَلَا يَشْتَغِلُ بِهَا عَنِ الطَّوَافِ.
Menurut Al-Mahamili, dimakruhkan untuk melaksanakan
shalat Tahiyatul Masjid pada dua keadaan, yaitu :
- Jika dia
masuk masjid dan imam sedang melaksanakan shalat berjamaah.
- Jika dia
masuk Masjidil Haram, maka dia disunnahkan untuk mengerjakan Thawaf.
وَذَكَرَ
الْإِمَامُ أَبُو الْفَضْلِ بْنُ عَبْدَانَ فِي كِتَابِهِ الْمُصَنَّفِ فِي
الْعِبَادَاتِ: أَنَّهُ لَوْ
نَسِيَ التَّحِيَّةَ وَجَلَسَ، فَذَكَرَ بَعْدَ سَاعَةٍ، صَلَّاهَا. وَهَذَا
غَرِيبٌ. وَفِي (صَحِيحِ
الْبُخَارِيِّ) وَ (مُسْلِمٍ) مَا
يُؤَيِّدُهُ فِي حَدِيثِ الدَّاخِلِ يَوْمَ الْجُمُعَةَ. وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
Imam
Al-Fadhal bin Abdan, dalam Al-Mushannaf mengatakan tentang permasalahan
ibadah, “Jika seseorang lupa melaksanakan Tahiyatul Masjid dan dia duduk,
beberapa saat kemudian dia teringat, maka dia disunnahkan untuk mengerjakan
shalat Tahiyatul Masjid tersebut. Pendapat ini gharib (aneh). Dan
pernyataan ini didukung oleh kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih
Muslim tentang orang yang masuk kedalam masjid pada hari jumat. Wallahu
a’lam.
[Raudhatuth Thalibin 1/311 (1/675)]
Wllahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar