HUKUM MENCIUM TANGAN GURU ATAU KYAI
Oleh : Masnun Tholab
DALIL-DALIL :
Diriwayatkan dari Hakam,
ia berkata, aku mendengar Abu Juhaifah mengatakan:
خَرَجَ
رَسُولُ اللهِ ﷺ بِالْهَاجِرَةِ إِلَى الْبَطْحَاءِ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ رَكْعَتَيْنِ وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ وَزَادَ فِيهِ عَوْنٌ عَنْ أَبِيهِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ كَانَ يَمُرُّ مِنْ وَرَائِهَا الْمَرْأَةُ وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا يَأْخُذُونَ
يَدَيْهِ فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ قَالَ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ
فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِي فَإِذَا هِيَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ وَأَطْيَبُ
رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ.
Pernah Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم pergi
ke Al-Batha' pada siang hari, kemudian berwudhu dan mendirikan dua rakaat
shalat Zuhur dan dua rakaat shalat Ashar. Terdapat semacam busur yang
ditancapkan di hadapannya. Aun menambahkan: banyak orang lalu-lalang di
depannya, sedangkan perempuan di belakangnya. (Setelah shalat), orang-orang
bangkit untuk bersalaman dengan Nabi dan mencium tangannya. Aku pun menyalami
dan mencium tangannya. Aku perhatikan bahwa tangan Nabi Muhammad صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم lebih
dingin dari es dan lebih harum dari minyak kesturi (HR.
Bukhari no. 3553).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia
berkata:
مَا
رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَشْبَهَ كَلامًا وَحَدِيثًا بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ مِنْ فَاطِمَةَ، وَكَانَتْ إِذَا دَخَلَتْ عَلَيْهِ قَامَ إِلَيْهَا فَقَبَّلَهَا وَرَحَّبَ بِهَا وَأَخَذَ بِيَدِهَا فَأَجْلَسَهَا فِي مَجْلِسِهِ، وَكَانَتْ هِيَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ قَامَتْ إِلَيْهِ مُسْتَقْبِلَةً وَقَبَّلَتْ يَدَهُ.
“Saya
tidak melihat seorang pun yang lebih mirip dengan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم dalam
berbicara selain Fatimah. Jika dia bertamu ke rumah Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, beliau
berdiri menyambut Fatimah, menciumnya, memegang tangan dan mendudukkannya di
tempat duduknya. Begitu juga sebaliknya ketika Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم bertamu
ke rumah Fathimah, ia berdiri untuk menyambut Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم dan
mencium tangannya.”(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Diriwayatkan dari Sofwan bin ‘Assal,
أَنَّ يَهُودِيًّا قَالَ لِصَاحِبِهِ:
اذْهَبْ بِنَا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: فَقَبَّلَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ وَقَالَا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيُّ اللَّهَ ﷺ
“bahwa seorang Yahudi berkata kepada
temannya: “Ajaklah saya kepada Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ini.” Sofwan berkata: “Kemudian
mereka berdua mencium tangan dan kaki Nabi saw. seraya berkata: ‘Kami bersaksi
bahwa engkau adalah Nabi صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم” (HR. Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah)
“Diriwayatkan
dari Ammar bin Abi ‘Ammar:
أَنَّ
زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ رَكِبَ يَوْمًا، فَأَخَذَ ابْنُ عَبَّاسٍ بِرِكَابِهِ،
فَقَالَ: تَنَحَّ يَا ابْنَ عَمّ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ: “هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا وَكُبَرَائِنَا”، فَقَالَ زَيْدٌ: ” أَرِنِي يَدَكَ” فَأَخْرَجَ يَدَهُ فَقَبَّلَهَا فَقَالَ: هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِأَهْلِ
بَيْتِ نَبِيِّنَا ﷺ
bahwa
pada suatu hari Ziad bin Tsabit menaiki (tunggangannya) lalu Ibnu ‘Abbas
memegani sanggurdinya, lalu Zaid berkata: “Tak perlu begitu wahai sepupu
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم”
Ibnu ‘Abbas menjawab: “Seperti ini lah kami diperintah dalam memperlakukan
ulama dan pembesar kami.” Lalu Zaid berkata: “Mana tangan engkau?” Ibnu ‘Abbas
pun menjulurkan tangan lalu Zaid pun menciumnya seraya berkata: “Seperti ini
kami diperintah dalam memperlakukan ahli bait Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم” (Abu
Bakar Ahmad bin Marwan al-Dainuri dalam al-Mujalasah wa Jawahir al-‘Ilm,
No. 1314).
PENJELASAN/PENDAPAT
ULAMA :
Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari menukil
perkataan Imam Nawawi,
قَالَ النَّوَوِيُّ: تَقْبِيلُ يَد الرَّجُلِ
لِزُهْدِهِ وَصَلَاحِهِ أَوْ عِلْمِهِ أَوْ شَرَفِهِ أَوْ صِيَانَتِهِ أَوْ نَحْوِ
ذَلِكَ مِنَ الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ لَا يُكْرَهُ بَلْ يُسْتَحَبُّ، فَإِنْ
كَانَ لِغِنَاهُ أَوْ شَوْكَتِهِ أَوْ جَاهِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا فَمَكْرُوهٌ
شَدِيدُ الْكَرَاهَةِ، وَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ الْمُتَوَلِّي: لَا يَجُوزُ
Imam Nawawi berkata “Mencium
tangan orang saleh karena kezuhudan, kesalehan, keilmuan, jasanya, atau karena
latar belakang agama lainnya tidaklah makruh, bahkan disunnahkan (dianjurkan).
Namun, jika karena kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan alasan duniawi lainnya,
hal tersebut dilarang keras.”
Syekh
Zakariya Al-ansari dalam kitab Asnal Matalib
menjelaskan :
وَيُسْتَحَبُّ
تَقْبِيلُ يَدِ الْحَيِّ لِصَلَاحٍ وَنَحْوِهِ مِنْ الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ
كَزُهْدٍ وَعِلْمٍ وَشَرَفٍ كَمَا كَانَتْ الصَّحَابَةُ تَفْعَلُهُ مَعَ
النَّبِيِّ ﷺ كَمَا رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ (وَيُكْرَهُ) ذَلِكَ (لِغِنَاهُ وَنَحْوِهِ) مِنْ الْأُمُورِ
الدُّنْيَوِيَّةِ كَشَوْكَتِهِ وَوَجَاهَتِهِ عِنْدَ أَهْلِ الدُّنْيَا لِخَبَرِ
«مَنْ تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِنَاهُ ذَهَبَ ثُلُثَا دِينِهِ
Disunahkan
mencium tangan seseorang, karena kebaikan agamanya, kezuhudan, kealiman,
kemuliannya seperti yang dilakukan para sahabat kepada Nabi Muhammad sesuai
hadis riwayat Abu Dawud dan lainnya dengan sanad sahih. Namun dimakruhkan mencium tangan seseorang karena
kekayaannya atau lainnya yang bersifat duniawi seperti lantaran butuh dan
hajatnya pada orang yang memiliki harta dunia berdasarkan hadis: Barangsiapa
merendahkan hati pada orang kaya karena kekayaannya hilanglah dua pertiga
agamanya. [Asnal Matalib, 3/114]
Ibnu Hajar Al-Asqalani
dalam kitab At-Talkhis Al-Habir menjelaskan :
وَفِي تَقْبِيلِ الْيَدِ أَحَادِيثُ
جَمَعَهَا أَبُو بَكْرِ بْنُ الْمُقْرِي فِي جُزْءٍ جَمَعْنَاهُ، مِنْهَا: حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ فِي قِصَّةٍ قَالَ: "فَدَنَوْنَا مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَبَّلْنَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ"، رَوَاهُ أَبُو دَاوُد.
وَمِنْهَا: حَدِيثُ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ قَالَ:
"قَالَ يَهُودِيٌّ لِصَاحِبِهِ: اذْهَبْ بِنَا إلَى هَذَا النَّبِيِّ ... "،
الْحَدِيثَ، وَفِيهِ: "فَقَبَّلَا يَدَهُ وَرِجْلَهُ، وَقَالَا: نَشْهَدُ أَنَّك نَبِيٌّ"
Tentang cium tangan, terdapat hadits-hadits
yang dikumpulkan oleh Abu Bakar bin Al-Muqri. Beliau mengumpulkan dalam satu
juz penuh. Diantaranya adalah Hadits dari Ibnu Umar dalam sebuah cerita
mengatakan : “Maka kami menghampiri Nabi
Muhammad صلى الله عليه و سلم, dan kami mencium tangan dan kakinya.”
(HR. Abu Dawud).
Diantaranya “ Hadits Safwan bin Assal yang berkata: “Seorang
Yahudi berkata kepada temannya: Bawalah kami kepada Nabi ini........ Kemudian
mereka mencium tangan dan kakinya lalu berkata: Kami bersaksi bahwa kamu adalah
seorang nabi.”
[Talkhish Al-Habir, 4/246]
Syekh Adzim
Abadi dalam kitab Aunul Ma’bud :
وَقَالَ الْأَبْهَرِيُّ إِنَّمَا كَرِهَهَا مَالِكٌ إِذَا كَانَتْ عَلَى
وَجْهِ التَّكَبُّرِ وَالتَّعْظِيمِ لِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ بِهِ فَأَمَّا إِذَا
قَبَّلَ إِنْسَانٌ يَدَ إِنْسَانٍ أَوْ وَجْهَهُ أَوْ شَيْئًا مِنْ بَدَنِهِ مَا
لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ إِلَى اللَّهِ لِدِينِهِ أَوْ
لِعِلْمِهِ أَوْ لِشَرَفِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ جَائِزٌ
Al-Abhari berkata : Malik tidak menyukai (mencium
tangan) jika hal itu berupa kesombongan dan penghormatan terhadap orang yang
melakukan hal itu kepadanya. Akan tetapi, jika seseorang mencium tangan, wajah,
atau sebagian tubuhnya, demi kedekatan dengan Allah atas agama, ilmu, atau
kehormatannya, maka hal itu diperbolehkan. ['Aunul Ma'bud, juz 14/90]. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar