MENYENTUH
KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU?
Oleh :
Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Dari Busrah binti Shofwan, bahwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
من مَسَّ ذكرهُ
فلا يصلِّي حتى يَتَوَضَّأَ
”Barangsiapa menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia
tidak shalat sehingga ia berwudhu” (HR. Imam yang lima dan disyahkan oleh
Tirmidzi. Al-Bukari berkata, “Ini adalah hadits yang paling sahih yang
membicarakan masalah ini).
Dari Thalq bin Ali RA, ia berkata,
"قدمنا
على رسول الله صلى الله عليه وسلم وعنده رجل كأنه بدوي، فقال: يا رسول الله ما ترى
في مس الرجل ذكره بعد أن يتوضأ؟ فقال: وَهَلْ هُوِ إلَّا بَضْعَةٌ مِنْكَ؟"
”Saya menghadap
kepada Rasulullah صلى
الله عليه وسلم. Disamping beliau ada seorang yang tampaknya orang Badui. Lalu
badui itu bertanya, ’Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda mengenai
seseorang yang menyentuh kemaluannya setelah ia berwudhu? Maka
beliau menjawab : ’Itu tidak lain hanya kelebihan dagingmu
juga’” (HR. Ahmad: 4/23, Abu Daud no. 182 dan 183, At-Tirmidzi no. 85,
An-Nasa`i no. 165, dan Ibnu Majah no. 483)
Berdasarkan hadits-hadits di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apakah menyentuh kemaluan membatalkan wudhu?
2. Apakah menyentuh kemaluan dengan penghalang membatalkan
wudhu?
3. Apakah menyentuh kemaluan orang lain membatalkan wudhu?
4. Apakah menyentuh kemaluan anak kecil membatalkan wudhu?
5. Apakah menyentuh kemaluan tidak sengaja membatalkan
wudhu?
6. Apakah menyentuh kemaluan orang mati membatalkan wudhu?
7. Apakah menyentuh kemaluan yang terpotong membatalkan
wudhu?
8.
Apakah
menyentuh kemaluan hewan membatalkan wudhu?
PENDAPAT/PENJELASAN ULAMA
Imam Ash-Shan’ani dlam kitab Subulussalam berkata :
وَبِهِ اسْتَدَلَّ مَنْ سَمِعْت مِنْ الصَّحَابَةِ، وَالتَّابِعِينَ،
وَأَحْمَدُ، وَالشَّافِعِيُّ، عَلَى نَقْضِ مَسِّ الذَّكَرِ لِلْوُضُوءِ.
،
وَالْمُرَادُ مَسُّهُ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ؛
Hadits ini (
hadits Busrah binti Shofwan )
dijadikan dalil oleh sekelompok
sahabat dan tabi’in, Imam Ahmad, dan Imam Asy-Syafi’i bahwa menyentuh kemaluan
membatalkan wudhu. Maksudnya adalah menyentuh tanpa penghalang,
لِأَنَّهُ أَخْرَجَ ابْنُ حِبَّانَ
فِي صَحِيحِهِ مِنْ حَدِيثِ " أَبِي
هُرَيْرَةَ " «إذَا أَفْضَى أَحَدُكُمْ بِيَدِهِ إلَى فَرْجِهِ لَيْسَ
دُونَهَا حِجَابٌ ولا سِتْرٌ فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ» وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ،
وَابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ؛ قَالَ ابْنُ السَّكَنِ: هُوَ أَجْوَدُ مَا رُوِيَ فِي
هَذَا الْبَابِ
karena diriwayatkan oleh Ibnu Hibban
dalam Shahihnya dari hadits Abu Hurairah, ”Apabila salah seorang
diantara kalian menyentuhkan tangannya kepada kemaluannya yang tidak terdapat
penghalang dan penutup diantaranya, maka wajib baginya wudhu” Dishahihkan oleh
Al-Hakim dan Ibnu Abdil Bar. Ibnu As-Sakan berkata, ”Hadits ini paling baik
yang diriwayatkan dalam bab ini,” [Subulussalam
1/159-160].
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ لَمْسَ الذَّكَرِ يَنْقُضُ الْوُضُوءَ. وَكَذَلِكَ مَسُّ فَرْجِ
الْمَرْأَةِ. . وقد ذهب إلى
ذلك عمر وابنه عبد
اللَّه وأبو هريرة وابن عباس وعائشة وسعد ابن أبي وقاص وعطاء
والزهري وابن المسيب
ومجاهد وأبان بن عثمان وسليمان بن يسار والشافعي وأحمد وإسحاق ومالك في المشهور وغير هؤلاء.
Hadits di atas ( hadits Busrah binti Shofwan ) menunjukkan
bahwa menyentuh kemaluan membatalkan wudhu, demikian juga menyentuh kemaluan
wanita. Demikian menurut pendapat Umar dan
putranya, Abdullah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Sa’ad bin Abi
Waqash, Atha’, Az-Zuhri, Ibnu Al-Musayyab, Mujahid, Aban bin Utsman, Sulaiman
bin Yasar, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishak, Malik dan lain-lainnya di dalam kitab Masyhur.
[Nailul Authar 1/443)]
Beliau juga berkata :
وذهب علي عليه
السلام وابن مسعود وعمار والحسن البصري وربيعة والعترة
والثوري وأبو حنيفة وأصحابه وغيرهم إلى أنه غير ناقض. واحتج الآخرون بحديث طلق
بن علي عند أبي داود والترمذي والنسائي وابن
ماجه وأحمد والدارقطني مرفوعًا بلفظ …
Ali RA, Ibnu Mas’ud, Ammar, Al-Hasan
Al-Bashri, Rubai’ah, Al-’Athrah, At-Tsauri, Abu Hanifah dan para pengikutnya
berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu.
Golongan yang berpendapat bahwa
menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu beralasan dengan hdits Thalq bin Ali
menurut Abu Daud, A-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad, secara marfu’
dengan lafadz (seperti di atas, pen.) [Nailul
Authar 1/448)]
Imam Nawawi dakam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
فَيَنْتَقِضُ الْوُضُوءُ إِذَا مَسَّ بِبَطْنِ كَفِّهِ
فَرْجَ آدَمِيٍّ، مِنْ نَفْسِهِ، أَوْ غَيْرِهِ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى، صَغِيرٍ
أَوْ كَبِيرٍ، حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ، قُبُلًا كَانَ الْمَمْسُوسُ، أَوْ دُبُرًا.
Wudhu menjadi batal sebab seseorang menyentuh alat kelamin manusia dengan
tangan bagian dalamnya, baik alat kelaminnya sendiri maupun milik orang lain,
laki-laki maupun perempuan, masih anak-anak atau sudah dewasa, sudah mati atau
masih hidup, dan yang disentuh bagian alat kelamin maupun anus.
وَفِي فَرْجِ الصَّغِيرِ، وَالْمَيِّتِ، وَجْهٌ ضَعِيفٌ، وَفِي الدُّبُرِ قَوْلٌ شَاذٌّ: أَنَّهُ لَا
يَنْتَقِضُ. وَالْمُرَادُ بِالدُّبُرِ: مُلْتَقَى
الْمَنْفَذِ،
Mengenai
menyentuh vagina anak kecil dan orang yang meninggal terdapat Wajh yang dho’if.
Sedang sentuhan di bagian anus juga terdapat Qaul yang aneh, yaitu tidak
membatalkan wudhu. Maksud anus di sini adalah lubang keluarnya fases (tinja).
وَمَسُّ مَحَلِّ الْجَبِّ يَنْقُضُ قَطْعًا إِنْ بَقِيَ شَيْءٌ شَاخِصٌ،
فَإِنْ لَمْ يَبْقَ شَيْءٌ، نَقَضَ أَيْضًا عَلَى الصَّحِيحِ،
Apabila
seseorang menyentuh lobang anus karena sesuatu yang tertinggal, maka secara
pasti wudhunya batal. Dan jika tidak ada sesuatu yang tertinggal, maka menurut
Qaul yang shahih wudhunya juga batal.
وَمَسُّ الذَّكَرِ الْمَقْطُوعِ وَالْأَشَلِّ، وَالْمَسُّ بِالْيَدِ
الشَّلَّاءِ، وَنَاسِيًا، نَاقِضٌ عَلَى الصَّحِيحِ.
Menyentuh dzakar yang terpotong dan impoten, atau menyentuh dengan tangan
yang lumpuh atau melakukannya karena lupa juga membatalkan wudhu menurut Qaul
yang shahih.
وَلَا يَنْقُضُ مَسُّ دُبُرِ الْبَهِيمَةِ قَطْعًا، وَلَا قُبُلِهَا، عَلَى
الْجَدِيدِ الْمَشْهُورِ
Menyentuh anus
binatang secara pasti tidak membatalkan wudhu, begitu pula menyentuh alat
kelaminnya menurut pendapat Imam Asy-Syafi’i yang beru (Qaul Jadid)
yang masyhur. [Raudhatuth Thalibin 1/215)].
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar