TUKANG RAMAL
Oleh : Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Firman Allah (QS. Al-Jin:
26-27) :
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداًلَّا
مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ
خَلْفِهِ رَصَداً
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib,
maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu kecuali
kepada rasul yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya
Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.”
(QS. Al-Jin: 26-27)
Imam at-Thabari dalam
tafsirnya menjelaskan, ayat ini menegaskan bahwa hanya Allah swt yang bisa
mengetahui hal-hal gaib kecuali orang-orang yang Dia kehendaki seperti para
nabi melalui wahyu atau orang-orang saleh melalui ilham. (At-Thabari, Jami’ul Bayan, [2013], juz XII, halaman 275).
Firman Allah (QS Al-A’raf 7 : 188) :
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا
إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ
الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ
أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku
tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan sekiranya Aku mengetahui yang
ghaib, tentulah Aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan Aku tidak akan
ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan
pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".
Firman Allah (QS. An-Naml 27 : 65) :
قُلْ
لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ
وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit
dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka
tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan
Firman Allah (QS. Al-Jin : 6) :
وَّاَنَّهٗ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْاِنْسِ يَعُوْذُوْنَ بِرِجَالٍ
مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوْهُمْ رَهَقًاۖ
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki
di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,
Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.
Dari
Aisyah RA, dia berkata :
سَأَلَ أُنَاسٌ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُهَّانِ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّهُمْ لَيْسُوا بِشَيْئٍ. فَقَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّهُمْ يُحَدِّثُوْنَ أَحْيَانًا بِالشَّيْئِ فَيَكُوْنُ حَقًّا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيُقَرْقِرُهَا فِيْ أُذُنِ وَلِيِّهِ كَقَرْقَرَةِ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُوْنَ فِيْهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ
Beberapa orang bertanya
kepada Rasulullah tentang dukun-dukun. Rasulullah berkata kepada mereka:
“Mereka tidak (memiliki) kebenaran sedikitpun.” Mereka (para shahabat) berkata:
“Terkadang para dukun itu menyampaikan sesuatu dan benar terjadi.” Rasulullah
menjawab: “Kalimat yang mereka sampaikan itu datang dari Allah yang telah
disambar (dicuri, red) oleh para jin, lalu para jin itu membisikkan ke telinga
wali-walinya sebagaimana berkoteknya ayam dan mereka mencampurnya dengan
seratus kedustaan.” (HR. Al-Bukhari no. 5429 dan
Muslim no. 2228)
Diriwayatkan dari sebagian
istri Rasulullah صلى الله عليه وسلم,
عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: مَنْ أَتَى عَرَّافاً فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda, yang artinya: “Barangsiapa yang
mendatangi tukang ramal maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh
malam.” (HR. Muslim, no. 2230)
Dan dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم
bersabda :
مَنْ أَتَى كاهنا اوعرافافصد
قه بما انزل
على محمد النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Barangsiapa dating ke
tukang tenung atau ke juru ramal, lalu ia mempercayai apa yang ia katakana,
maka sungguh ia telah kufur kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad صلى الله عليه وسلم. (HR.Ahmad). [Nailul
Author 6, hal. 2685]
PENDAPAT/PENJELASAN
ULAMA
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan,
والعراف هو الحازر، والمنجم، الذي يدعى علم
الغيب، وهي من العرافة، وصاحبها عراف، وهو الذي يستدل على الأمور بأسباب، ومقدمات،
يدعي معرفتها، وقد يعتضد بعض أهل هذا الفن في ذلك، بالزجر، والطرق، والنجوم،
وأسباب معتادة في ذلك، وهذا الفن هو العيافة بالياء. وكلها ينطلق عليها اسم
الكهانة
“‘al arraf adalah orang suka
meramal, atau munjim (orang meramal dengan bintang), yaitu orang-orang yang
mengklaim mengetahui ilmu gaib. istilah ini dari al ‘arrafah, pelakunya disebut ‘arraf.
Yaitu orang yang mengetahui perkara-perkara, dengan pertanda-pertanda dan sebab-sebab
yang ia jadikan alasan bahwa ia tahu perkara tersebut. Mereka menggunakan
berbagai sarana, ada yang dengan zajr (telapak tangan), dengan tharq (melempar
tongkat), dengan bintang, dan sebab-sebab lain yang ia yakini. bidang ilmu
dalam masalah ini disebut ‘iyafah dengan huruf ya’, dan
semuanya berporos dari perdukunan” (Al Alfazh Al Musthalahat Al Muta’alliqah bit
Tauhid, 435)
Syekh Abdurrauf al-Munawi
mengatakan,
وقال المظهر: المراد أن من فعل هذه المذكورات و اسْتَحَلَّها
فقد كفر ومن لم يستحلها فهو كافر النعمة على ما مر غير مرة
Al-Mazhar berkata: Maksudnya ialah barangsiapa
yang mengerjakan hal-hal tersebut di atas dan menghalalkannya maka ia telah
kafir. Dan barangsiapa yang tidak menghalalkannya maka ia telah mengingkari
nikmat tersebut, sebagaimana telah disebutkan lebih dari satu kali. [Faidhul Qadir, juz, VI, halaman 23).
Syekh Abdurrahman bin Ziyad az-Zabidi mengatakan
:
وَذَكَرَ
ابْنُ الْفَرْكَاحِ عَنِ الشَّافِعِى أَنَّهُ إِنْ كَانَ الْمُنَجِّمُ يَقُوْلُ
وَيَعْتَقِدُ أَنَّهُ لَا يُؤَثِّرُ إِلاَّ الله وَلَكِنْ أَجْرَى اللهُ
الْعَادَةَ بِأَنَّهُ يَقَعُ كَذَا عِنْدَ كَذَا وَالْمُؤَثِّرُ هُوَ اللهُ،
فَهَذَا عِنْدِى لاَ بَأْسَ فِيْهِ. وَأَفْتَى الزَّمْلَكَانِى بِالتَّحْرِيْمِ
مُطْلَقًا
Imam Ibnul Farkah menjelaskan dari Imam
asy-Syafi’i, bahwa sesungguhnya jika seorang peramal berkata dan meyakini bahwa
tiada yang bisa memberi bekas kecuali Allah, hanya saja Allah memberlakukan hal
semacam itu sesuai dengan kebiasaan, misal sesuatu terjadi ketika seperti ini,
dan lain-lain, sedangkan yang memberi bekas hanyalah Allah, maka hal semacam
ini menurutku tidak masalah. Dan Imam az-Zamlakani mengharamkan secara
mutlak.” (Ghayatu Talkhishil Murad bi Hamisyi Bughyatil Mustarsyidin, [Beirut:
Darul Fikr, tt], halaman 41).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar