HUKUM
KENCING SAMBIL BERDIRI
Oleh
: Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Dari Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhuy, dia
mengatakan,
لَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ لَقَدْ
أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ
قَائِمًا
"Sungguh
aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam atau beliau berkata
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah
mulik suatu kaum lalu beliau buang air sambil berdiri." ((HR. Bukhari no. 224 dan Muslim no. 273); Nailul
Authar no. 145)
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan,
مَنْ
حَدَّثَكَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُوْلُ قَائِماً،
فَلَا تُصَدِّقْهُ، مَا كَانَ النَّبِيُّ يَبُوْلُ إِلَّا قَاعِداً
"Siapa
yang menyampaikan kepadamu bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam buang air
kecil sambil berdiri maka janganlah percaya kepadanya. Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk."
(HR. Al-Nasai, no. 3227, Abu Dawud, no. 2050; Nailul Authar no. 143)
Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
Hadis ini menunjukkan, bahwa Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam tidak pernah buang air
kecil dengan
berdiri, bahkan petunjuk Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam tentang buang air kecil
adalah dengan
duduk, maka buang air kecil dengan berdiri itu makruh. Tetapi perkataan Aisyah ini tidak meniadakan
penetapan orang yang menetapkan terjadinya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam buang air kecil dengan berdiri. Dan tidak ragu-ragu
lagi, bahwa biasanya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam buang air kecil dengan duduk, dan dlahirya buang air
kecilnya Nabi SAW. dengan berdiri itu adalah untuk menunjukkan bolehnya,
dan menurut satu pendapat, bahwa perbuatannya itu adalah karena suatu penyakit yang ada
pada betisnya.
[Bustanul Ahbar, Mukhtashar Nailul Authar 1/]
Dari ‘Abdurrahman bin Hasanah, dia mengatakan,
خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم وَهُوَ فِي يَدِهِ كَهَيْئَةِ الدَّرَقَةِ قَالَ : فَوَضَعَهَا ،
ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah keluar bersama kami dan di tangannya terdapat sesuatu yang berbentuk perisai,
lalu beliau meletakkannya kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya.”
(HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam
Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)
‘Umar –radhiyallahu ‘anhu- berkata,
رَآنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- أَبُولُ قَائِمًا فَقَالَ :« يَا عُمَرُ لاَ تَبُلْ قَائِمًا ».
قَالَ فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melihatku kencing sambil berdiri, kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Umar
janganlah engkau kencing sambil berdiri.” Umar pun setelah itu tidak pernah
kencing lagi sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari Buraidah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ثلاثٌ مِنَ الجَفاءِ أنْ يَبُولَ
الرَّجُلُ قائِماً أوْ يَمْسَحَ جَبْهَتَهُ قَبْلَ أنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ أوْ
يَنْفُخَ في سُجُودِهِ
“Tiga perkara yang menunjukkan perangai
yang buruk: [1] kencing sambil berdiri, [2] mengusap dahi (dari debu) sebelum
selesai shalat, atau [3] meniup (debu) di (tempat) sujud.” (Diriwayatkan oleh
Bukhari dalam At Tarikh dan juga oleh Al Bazzar)
Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-
mengatakan,
إِنَّ مِنَ الجَفَاءِ أَنْ
تَبُوْلَ وَأَنْتَ قَائِمٌ
“Di antara perangai yang buruk adalah
seseorang kencing sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi). Syaikh Al Huwaini mengatakan
bahwa periwayat hadits ini adalah periwayat yang tsiqoh (terpercaya).
PENDAPAT/PENJELASAN
ULAMA
Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Al Husaini dalam kitab Kifayatul
Akhyar, berkata :
ويكره البول قائماً إلا لعذر
لأنه صلى الله عليه وسلم فعله لعذر
"Dimakruhkan kencing sambil berdiri kecuali jika ada udzur, karena
Nabi kencing sambil berdiri disebabkan udzur." (Kifayatul Akhyar hlm 31)
Abi Yahya Zakaria al-Anshari.
Asy-Syafii, berkata :
( وَلَا ) يَبُولُ ( قَائِمًا )
لِخَبَرِ التِّرْمِذِيِّ ، وَغَيْرِهِ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ أَنَّ عَائِشَةَ
قَالَتْ { مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إلَّا قَاعِدًا } (
إلَّا لِعُذْرٍ ) فَلَهُ أَنْ يَبُولَ قَائِمًا بِلَا كَرَاهَةٍ بَلْ ، وَلَا
خِلَافَ الْأَوْلَى لِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
(Dan tidak kencing dalam keadaan berdiri), Karena adanya
hadist at-Turmudi dan selainnya dengan isnad jayid bahwa Aisyah berkata:
"Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah kencing sambil berdiri, maka
janganlah kalian membenarkannya, perkara yg benar adalah Nabi tidak kencing
kecuali dalam keadaan duduk." (kecuali udzur) maka bagi orang bila kencing
dengan kondisi berdiri itu tidak makruh, tidak ada khilaful aula karena hadist
sohih Bukhori Muslim: "Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi
tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri." (Asna al Mathalib juz 1 hlm
259)
An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab berkata :
فَقَالَ أَصْحَابُنَا يُكْرَهُ الْبَوْلُ قَائِمًا بِلَا
عُذْرٍ كَرَاهَةَ تَنْزِيهٍ وَلَا يُكْرَهُ لِلْعُذْرِ وَهَذَا مَذْهَبُنَا
“Sahabat kita (pengikut Syafi’i)
mengatakan makruh kencing sambil berdiri dengan tanpa uzur sebagai makruh tanzih dan tidak makruh kalau uzur. Ini adalah
mazhab kita.”
[Al- Majmu’ Syarh al-Muhazzab 2/100].
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata
di dalam Fathul Baari :
قال ابن بطال :
دلالة الحديث على القعود
بطريق الأولى ; لأنه إذا جاز قائما فقاعدا أجوز .
Dalam hadits ini menunjukan bahwa kencing
sambil duduk lebih utama daripada sambil berdiri, karena apabila kencing
sambil berdiri itu di perbolehkan, apalagi jika sambil duduk, tentu saja lebih
diperbolehkan (Ibnu Bathal). [Fathul Baari 2/294, hadits no. 224]
Kencing Dalam Bejana
Dari Umaimah binti
Ruqaiqah dari ibunya, ia berkata:
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عَيْدَانٍ يَبُولُ فِيهِ وَيَضَعُهُ تَحْتَ
السَّرِيرِ
Adalah Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam mempunyai sebuah kendil dari
kayu di bawah dipannya, yang ia buang air kecil di tempat itu di waktu
malam. (HR Abu Dawud dan Nasa’i; Nailul Authar
no. 141)
Syarih berkata:
Hadis ini
menunjukkan bolehnya menyediakan bejana untuk buang air kecil di waktu malam, dan ini
termasuk perkara yang aku tidak melihat adanya khilaf.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar