Jumat, 07 November 2025

NAJISNYA AIR LIUR ANJING

 

NAJISNYA AIR LIUR ANJING

Oleh : Masnun Tholab

www.masnuntholab.blogspot.com

Air Liur Anjing

Dari Abu Hurairah RA ia berkata,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ. وَفِي لَفْظٍ لَهُ " فَلْيُرِقْهُ "، وَلِلتِّرْمِذِيِّ " أُخْرَاهُنَّ، أَوْ أُولَاهُنَّ

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sucinya bejana salah seorang dari kalian yang dijilat anjing, hendaknya ia mencucinya tujuh kali, yang pertama dengan tanah. (HR. Muslim)

Dan pada lafazh lain: “Hendaklah ia menumpahkannya [HR. Muslim 279]

Dan bagi At Tirmidzi: “Yang terakhir, atau yang pertama dengan tanah.” [shahih al Jami 8116]

 

وَلأَحْمَدَ وَمُسْلِمٍ: طُهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ إذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاهُنَّ بِالتُّرَابِ 

Dan bagi Ahmad dan Muslim (dikatakan): “Sucinya wadah salah seorang di antara kamu, apabila dijilat anjing, hendaklah dicuci tujuh kali, pertama kalinya (dicampur) dengan tanah. 

 

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :

الْحَدِيثَانِ يَدُلانِ عَلَى أَنَّهُ يُغْسَلُ الإِنَاءُ الَّذِي وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ سَبْعَ مَرَّاتٍ. إِلِى أَنْ قَالَ: وَقَدْ وَقَعَ الْخِلافُ هَلْ يَكُونُ التَّتْرِيبُ فِي الْغَسَلاتِ السَّبْعِ أَوْ خَارِجًا عَنْهَا. وَظَاهِرُ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ أَنَّهُ خَارِجٌ عَنْهَا وَهُوَ أَرْجَحُ مِنْ غَيْرِهِ. انْتَهَى.

Dua hadist (di atas) menunjukkan, bahwa bejana yang dijilat anjing, dicuci tujuh kali. Selanjutnya ia berkata: Dan telah terjadi khilaf, apakah dicampurnya dengan tanah itu di dalam (jumlah) tujuh kali, atau di luarnya. Dan menurut dlahirnya Abdullah bin Mughaffal, bahwa debu itu di luar tujuh kali, dan itulah yang lebih kuat dari lainnya. Selesai.

قَالَ فِي فَتْحِ الْبَارِي: وَرِوَايَةُ أُولاهُنَّ أَرْجَحُ مِنْ حَيْثُ الأَكْثَرِيَّةِ وَالأَحْفَظِيَّةِ، وَمِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى أَيْضًا؛ لأَنَّ تَتْرِيبَ الْأخِرَةِ يَقْتَضِي الاحْتِيَاجَ إلَى غَسْلَةٍ آخِرَةٍ لِتَنْظِيفِهِ، وَقَدْ نَصَّ الشَّافِعِيُّ عَلَى أَنَّ الأُولَى أَوْلَى.

Ibnu Hajar berkata di dalam Kitab Fat-hul Bari : Riwayat yang menggunakan kata uulaahunna (pertama kalinya dicampur dengan tanah), adalah lebih kuat sebab lebih banyak dan lebih mahfudz, dan juga dari segi maknanya. Karena pencampuran dengan tanah, pada kali yang terakhir menyebabkan perlunya mencucinya lagi untuk membersihkannya, dan Syafi’i telah menentukan, bahwa mencuci yang pertama dengan dicampur tanah itu adalah lebih utama.

[Bustanul Ahbar 1/24]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :

دَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى أَحْكَامٍ:

أَوَّلُهَا : نَجَاسَةُ فَمِ الْكَلْبِ مِنْ حَيْثُ الْأَمْرِ بِالْغَسْلِ لِمَا وُلِغَ فِيهِ، وَالْإِرَاقَةِ لِلْمَاءِ، وَقَوْلُهُ: [طَهُورُ إنَاءِ أَحَدِكُمْ] فَإِنَّهُ لَا غَسْلَ إلَّا مِنْ حَدَثٍ أَوْ نَجَسٍ، وَلَيْسَ هُنَا حَدَثٌ؛ فَتَعَيَّنَ النَّجَسُ.
وَالْإِرَاقَةُ: إضَاعَةُ مَالٍ، فَلَوْ كَانَ الْمَاءُ طَاهِرًا لَمَا أَمَرَ بِإِضَاعَتِهِ، إذْ قَدْ نَهَى عَنْ إضَاعَةِ الْمَالِ،

Hadits di atas menunjukkan beberapa hukum:

Pertama: najisnya mulut anjing. Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk mencuci sesuatu (bejana) yang dijilat anjing, dan menumpahkan air yang ada di dalamnya. sabda beliau “sucinya bejana salah seorang dari kalian”. maka tidak diperintahkan dicuci, kecuali dari hadats atau najis, dan di sini tidak ada hadats, berarti najis. Menumpahkannya berarti membuang-buang harta, maka seandainya air tersebut suci niscaya beliau tidak akan menyuruh menyia-nyiakannya karena membuang-buang harta terlarang.

وَهُوَ ظَاهِرٌ فِي نَجَاسَةِ فَمِهِ، وَأُلْحِقَ بِهِ سَائِرُ بَدَنِهِ قِيَاسًا عَلَيْهِ، وَذَلِكَ؛ لِأَنَّهُ إذَا ثَبَتَ نَجَاسَةُ لُعَابِهِ، وَلُعَابُهُ جُزْءٌ مِنْ فَمِهِ، إذْ هُوَ عِرْقُ فَمِهِ، فَفَمُهُ نَجِسٌ،  إذْ الْعِرْقُ جُزْءٌ مُتَحَلِّبٌ مِنْ الْبَدَنِ، فَكَذَلِكَ بَقِيَّةُ بَدَنِهِ،

Secara zhahir, hadits itu menunjukkan bahwa mulut anjing itu najis dan badannya dihukumi sama dengan mengqiyaskannya. Karena jika telah jelas bahwa ludahnya najis, ludahnya adalah bagian dari mulutnya, dan ludah adalah peluh mulutnya serta peluh adalah bagian yang keluar dari badan, maka demikian pula semua badannya.

الْحُكْمُ الثَّانِي: أَنَّهُ دَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى وُجُوبِ سَبْعِ غَسَلَاتٍ لِلْإِنَاءِ، وَهُوَ وَاضِحٌ، وَمَنْ قَالَ: لَا تَجِبُ السَّبْعُ، بَلْ وُلُوغُ الْكَلْبِ كَغَيْرِهِ مِنْ النَّجَاسَاتِ وَالتَّسْبِيعُ نَدْبٌ، اسْتَدَلَّ عَلَى ذَلِكَ بِأَنَّ رَاوِيَ الْحَدِيثِ وَهُوَ أَبُو هُرَيْرَةَ  قَالَ: يُغْسَلُ مِنْ وُلُوغِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ،

Kedua: bahwa hadits tersebut menunjukkan kewajiban mencuci tujuh kali pada bejana, dan hal itu sudah jelas. Yang mengatakan tidak wajib tujuh kali, tetapi jilatan anjing sama dengan najis-najis lainnya, dan tujuh kali hanyalah Sunnah, hal itu berdasarkan dalil bahwa perawi hadits yaitu Abu Hurairah RA berkata, “jilatan anjing dicuci tiga kali,

وَأُجِيبَ عَنْ هَذَا، بِأَنَّ الْعَمَلَ بِمَا رَوَاهُ عَنْ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَا بِمَا رَآهُ وَأَفْتَى بِهِ، وَبِأَنَّهُ مُعَارَضٌ بِمَا رُوِيَ عَنْهُ، وَأَيْضًا: أَنَّهُ أَفْتَى بِالْغَسْلِ، وَهِيَ أَرْجَحُ سَنَدًا، وَتَرَجَّحَ أَيْضًا بِأَنَّهَا تُوَافِقُ الرِّوَايَةَ الْمَرْفُوعَةَ،

Pendapat ini dapat dijawab, bahwa yang diamalkan adalah yang diriwayatkan dari Nabi صلى الله عليه وسلم bukan menurut pendapatnya dan yang ia fatwakan. Juga karena bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan darinya, bahwa ia memfatwakan dengan mencuci tujuh kali, dan ini lebih kuat sanadnya, dan juga menjadi lebih kuat karena sesuai dengan riwayat marfu.

.الْحُكْمُ الثَّالِثُ: وُجُوبُ التَّتْرِيبِ لِلْإِنَاءِ لِثُبُوتِهِ فِي الْحَدِيثِ، ثُمَّ الْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى تَعَيُّنِ التُّرَابِ، وَأَنَّهُ فِي الْغَسْلَةِ الْأُولَى؛ وَمَنْ أَوْجَبَهُ قَالَ: لَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَخْلِطَ الْمَاءَ بِالتُّرَابِ حَتَّى يَتَكَدَّرَ، أَوْ يَطْرَحَ الْمَاءَ عَلَى التُّرَابِ، أَوْ يَطْرَحَ التُّرَابَ عَلَى الْمَاءِ، وَبَعْضُ مَنْ قَالَ بِإِيجَابِ التَّسْبِيعِ، قَالَ: لَا تَجِبُ غَسْلَةُ التُّرَابِ لِعَدَمِ ثُبُوتِهَا عِنْدَهُ. وَرَدَّ: بِأَنَّهَا قَدْ ثَبَتَتْ فِي الرِّوَايَةِ الصَّحِيحَةِ بِلَا رَيْبٍ، وَالزِّيَادَةُ مِنْ الثِّقَةِ مَقْبُولَةٌ،

Ketiga: wajib mencuci bejana dengan debu sebagaimana telah ditegaskan dalam hadits. Kemudian hadits tersebut menunjukkan ditentukannya tanah, dan digunakan pada cucian yang pertama. ulama yang mewajibkannya berkata, “Tidak ada perbedaan antara mencampur air dengan tanah hingga keruh, atau air disiramkan atas tanah, atau tanah dimasukkan ke dalam air.” Bagi mereka yang berpendapat wajibnya mencuci tujuh kali berkata, “Tidak wajib mencuci dengan tanah, lantaran hal itu tidak kuat menurutnya.” Dapat dijawab, bahwa telah ditegaskan dalam riwayat yang shahih tanpa keraguan dan tambahan dari perawi tsiqah dapat diterima. [Subulussalam 1/49].

 

Imam Nawawi dalam kitab Rhaudhatuth Thalibin berkata :

وَلَوْ وَلَغَ فِي مَاءٍ لَمْ يَنْقُصْ بِوُلُوغِهِ عَنْ قُلَّتَيْنِ، فَهُوَ بَاقٍ عَلَى طَهُورِيَّتِهِ، وَلَا يَجِبُ غَسْلُ الْإِنَاءِ. وَلَوْ وَلَغَ فِي شَيْءٍ نَجَّسَهُ، فَأَصَابَ ذَلِكَ الشَّيْءُ آخَرَ، وَجَبَ غَسْلُهُ سَبْعًا. وَلَوْ وَلَغَ فِي طَعَامٍ جَامِدٍ، أَلْقَى مَا أَصَابَهُ وَمَا حَوْلَهُ، وَبَقِيَ الْبَاقِي عَلَى طَهَارَتِهِ،

Jika anjing menjilat air yang dengan jilatannya tidak menguranginya dari dua qullah, maka air ini tetap suci menyucikan dan tidak wajib membasuh wadahnya. Jika anjing menjilati sesuatu lalu sesuatu itu mengenai sesuatu yang lain, maka yang lain ini juga wajib dibasuh tujuh kali. Jika anjing menjilat makanan padat, maka bekas jilatan dan sekitarnya dibuang sementara yang lain masih tetap suci. [Rhaudhatuth Thalibin 1/165]. Wallahu a’lam.

 

 

Hukum Air Liur Babi

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :

Ais sisa minuman anjing dan babi adalah najis yang harus dijauhi. Mengenai hukum najis sisa minum anjing ialah berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari – Muslim dari Abu Hurairah. (Hadits di atas) [Fiqih Sunnah 1/19].

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :

فَقُلْنَا فِي الْكَلْبِ بِمَا أَمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَكَانَ الْخِنْزِيرُ إنْ لَمْ يَكُنْ فِي شَرٍّ مِنْ حَالِهِ لَمْ يَكُنْ فِي خَيْرٍ مِنْهَا فَقُلْنَا بِهِ قِيَاسًا عَلَيْهِ

Kami katakan bahwa hukum anjing adalah najis, berdasar kepada sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Sedangkan babi tidak lebih buruk keadaannya daripada anjing, dan tidak pula lebih baik,  maka kami mengatakan hukumnya sama, karena dianalogikan (diqiaskan) dengan anjing. [Al-Umm 1/16]

 

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NAJISNYA AIR LIUR ANJING

  NAJISNYA AIR LIUR ANJING Oleh : Masnun Tholab www.masnuntholab.blogspot.com Air Liur Anjing Dari Abu Hurairah RA ia berkata, قَا...