SHALAT
JUMAT DI HARI RAYA
Oleh
: Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala
puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat
dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu
’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Hadits-hadits Tentang Shalat Ied Pada Hari Jum’at
Dari Zaid
bin Arqam, ia berkata,
صَلَّى
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمْعَةِ، ثُمَّ
قَالَ: "مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ".
“Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam mengerjakan shalat Hari Raya kemudian memberi kelonggaran dalam
mengerjakan shalat Jum’at. Beliau bersasbda, ‘Siapa yang ingin mengerjakan
shalat Jum’at maka kerjakanlah’” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa’i, dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Hakim)
Diriwayatkan juga dari Abu
Hurairah Radhiallahu ‘anhu,
عن رسول اللّه
صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قال: "قَدِ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا
عِيْدَانِ : فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمْعَةِ، وَإِنَّا مُجْمَعُوْنَ"
“Pada harimu ini (Jum’at)
telah berkumpul dua hari raya. Karena itu, barangsiapa yang mengerjakan shalat
hari raya maka ia sudah mewakili shalat jum’atnya, tapi kami tetap melakukan
shalat Jum’at” (HR. Abu Dawud no. 1073)
Diriwayatkan dari Abu Ubaid
(bekas budak Ibnu Azhar), dia berkata,
شَهِدْتُ
مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى
قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا
يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ
الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ
يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ
Aku pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari
tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum khutbah. Lalu
beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah
hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari ‘ied). Siapa saja dari yang
nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa
saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan.” (HR. Bukhari).
Dari Ibnu
Zubair, dia berkata,
عِيْدَانِ
اجْتَمَعَا فِي يَوْمِ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيْعاً، فَصَلَاهُمَا
رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرِ
“Dua hari raya telah
berhimpun dalam satu hari, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan
keduanya dan mengerjakan shalat dua rekaat pada pagi harinya serta beliau tidak
mengerjakan shalat lagi hingga beliau melakukan shalat ashar” (HR. Abu Dawud
no. 1072)
[Fiqih Sunnah 1, hal.
481].
Pendapat Ulama Tentang
Shalat Jumat pada Hari Raya
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ صَلَاةَ الْجُمُعَةِ بَعْدَ صَلَاةِ
الْعِيدِ تَصِيرُ رُخْصَةً يَجُوزُ فِعْلُهَا وَتَرْكُهَا، وَهُوَ خَاصٌّ بِمَنْ
صَلَّى الْعِيدَ دُونَ مَنْ لَمْ يُصَلِّهَا، وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ الْهَادِي
وَجَمَاعَةٌ إلَّا فِي حَقِّ الْإِمَامِ وَثَلَاثَةٌ مَعَهُ
Hadits ini menjadi dalil
bahwa shalat jum’at setelah melaksanakan shalat Ied menjadi rukhsah, boleh
dikerjakan boleh ditinggalkan. Ini terkhusus bagi orang yang melaksanakan
shalat Ied, tidak bagi orang yang tidak melaksanakannya. Pendapat
ini didukung oleh Al-Hadi dan sekelompok ulama, kecuali pada hak imam shalat
dan tiga orang yang bersamanya.
[Subulus Salam 1, hal.
709]
Imam Syafi’i berkata dalam
kitab Al-Umm :
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْفِطْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ صَلَّى الْإِمَامُ الْعِيدَ
حِينَ تَحِلُّ الصَّلَاةُ ثُمَّ أَذِنَ لِمَنْ حَضَرَهُ مِنْ غَيْرِ أَهْلِ
الْمِصْرِ فِي أَنْ يَنْصَرِفُوا إنْ شَاءُوا إلَى أَهْلِيهِمْ، وَلَا يَعُودُونَ
إلَى الْجُمُعَةِ وَالِاخْتِيَارُ لَهُمْ أَنْ يُقِيمُوا حَتَّى يَجْمَعُوا أَوْ
يَعُودُوا بَعْدَ انْصِرَافِهِمْ إنْ قَدَرُوا حَتَّى يَجْمَعُوا وَإِنْ لَمْ
يَفْعَلُوا فَلَا حَرَجَ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
Apabila Idul Fitri
bertepatan dengan hari Jum’at, maka imam boleh melaksanakan shlata Idul Fitri
pada waktunya, kemudian mengizinkan orang-orang yang bukan dari penduduk
setempat untuk kembali kepada keluarga mereka jika mereka menghendaki, dan
melakukan shalat jum’at di tempat pemukimannya masing-masing. Imam memberikan
pilihan kepada orang-orang yang menetap untuk menunggu shalat Jum’at, atau kembali
lagi setelah pulang. Hal itupun jika mereka sanggup, lalu mereka melaksanakan
shalat jum’at. Namun apabila mereka tidak sanggup, maka hal itu tidak mengapa.
Insya Allah. [Ringkasan
Kitab Al-Umm 1, hal. 337]
Sayyid Sabiq dalam kitab
Fiqih Sunnah berkata :
Apabila Hari Raya
bertepatan dengan hari Jum’at, gugurlah kewajiban shalat Jum’at bagi orang yang
telah mengerjakan shalat hari raya.
Sayyid Sabiq berkata :
Menurut Mazhab Hambali, orang yang tidak mengerjakan shalat jumat karena sudah
mengerjakan shalat hari raya, ia masih berkewajiban mengerjakan shalat zuhur.
Tetapi pendapat yang lebih kuat adalah tidak wajib mengerjakan shalat zuhur
sama sekali sebab ada riwayat Abu Dawud dari Ibnu Zubair yang menegaskan,
عِيْدَانِ
اجْتَمَعَا فِي يَوْمِ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيْعاً، فَصَلَاهُمَا
رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرِ
“Dua hari raya telah
berhimpun dalam satu hari, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan
keduanya dan mengerjakan shalat dua rekaat pada pagi harinya serta beliau tidak
mengerjakan shalat lagi hingga beliau melakukan shalat ashar” (HR. Abu Dawud
no. 1072)
[Fiqih Sunnah 1, hal.
481].
Ibnu Rusyd dalam kitab
Bidayatul Mujtahid berkata :
فقال قوم: يجزئ
العيد عن الجمعة وليس عليه في ذلك اليوم إلا العصر فقط، وبه قال عطاء، وروي ذلك عن
ابن الزبير وعلي.
Segolongan ulama berkata : cukup shalat hari raya saja, tanpa shalat Jum’at dan tidak ada shalat pada hari itu selain shalat ashar. Ini
adalah pendapat Attha’ dan ini juga diriwayatkan dari Ibnu Zubair dan Ali.
وَقَالَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ: إِذَا اجْتَمَعَ عِيدٌ وَجُمُعَةٌ
فَالْمُكَلَّفُ مُخَاطِبٌ بِهِمَا جَمِيعًا: الْعِيدُ عَلَى أَنَّهُ سُنَّةٌ،
وَالْجُمُعَةُ عَلَى أَنَّهَا فَرْضٌ، وَلَا يَنُوبُ أَحَدُهُمَا عَنِ الْآخَرِ،
وَهَذَا هُوَ الْأَصْلُ إِلَّا أَنْ يَثْبُتَ فِي ذَلِكَ شَرْعٌ يَجِبُ الْمَصِيرُ
إِلَيْهِ.
Menurut Malik dan Abu
Hanifah, jika hari jum’at bersamaan dengan hari ied, tiap mukallaf tetap
melaksanakan dua-duanya, karena shalat hari raya itu sunat sedangkan shalat
jumat itu wajib, maka tidak bisa salat yang satu menggugurkan yang lain.
Masing-masing tetap berjalan sesuai dengan hukum aslinya. [Bidayatul Mujtahid 1,
hal. 486].
Imam As-Saukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
قال الموفق في
المغني: وَإِنِ اتَّفَقَ عِيدٌ فِي يَوْمِ جُمْعَةٍ سَقَطَ حُضُورِ الْجُمُعَةِ
عَمَّنْ صَلَّى الْعِيدِ إِلا الإِمَامُ فَإِنَّهَا لا تَسْقُطُ عَنْهُ إِلا أَنْ
لا يَجْتَمِعَ لَهُ مَنْ يُصَلِّي بِهِ الْجُمُعَةِ
Ibnu Qudamah berkata dalam kitab Al-Mughni : Jika hari
raya jatuh pada hari Jum’at, maka gugurlah kewajiban menghadiri shalat jum’at
bagi yang telah melaksanakan shalat ied, kecuali imam, tidak gugur darinya,
terkecuali jika tidak ada jamaa’ah yang datang untuk mengikuti shalat jum’at
bersamanya. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 2/77]
Kesimpulan
Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum melaksanakan
shalat jum’at jika hari jum’at bertepatan dengan hari raya ied. Perbedaan
pendapat tersebut dapat diperinci sebagai berikut :
1)
Wajib melaksanakan sholat Jum’at bagi penduduk desa/kota/negeri dan tidak wajib
atas penduduk pedalaman.
2)
Jika telah sholat ied maka tidak wajib sholat dhuhur maupun jum’ah, baik atas
penduduk desa/kota maupun penduduk pedalaman. Yang wajib hanyalah
sholat ashar saja.
3).
Kewajiban jum’at gugur atas penduduk desa/kota maupun pedalaman, dan mereka
wajib melaksanakan sholat dhuhur.
4).
Wajib sholat jum’at, baik atas penduduk desa/kota maupun pedalaman.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar