AIR MUSYAMMASY
Oleh
: Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
ان
الحمد لله نَحْمَدُهُ ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات
أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا
هادي له وأشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
Dalil-dalil
Tentang Air Musyammasy (Air Panas Karena Sinar Matahari)
Dari Ummul
Mu’minin ‘Aisyah radiallahu anha beliau berkata:
diriwayatkan oleh Sayyidah A'isyah rodhiyallohu 'anha ;
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَخَّنْتُ مَاءً فِي الشَّمْسِ , فَقَالَ:
لَا تَفْعَلِي يَا حُمَيْرَا فَإِنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ
"Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam masuk saat aku sedang
memanaskan air dengan sinar matahari, kemudian beliau berkata : "Jangan
lakukan itu wahai humairo' (panggilan 'aisyah), karena hal itu bisa menyebabkan
penyakit barosh (kusta/lepra)". (Sunan
Ad-Daruquthni, no.86)
Imam Syafi'i juga meriwayatkan bahwa Ibnu Umar tidak menyukai mandi
dengan menggunakan air musyammas. Imam Baihaqi juga meriwayatkan :
قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: لَا
تَغْتَسِلُوا بِالْمَاءِ الْمُشَمَّسِ، فَإِنْهُ يُورِثُ الْبَرَصَ
"Umar rodhiyallohu 'anhu mengatakan : "Janganlah kalian mandi
dengan air musyammas, karena dapat menyebabkan penyakit barosh" (Sunan Kubro, no.13)
dari Ummul
Mu’minin ‘Aisyah radiallahu anha, beliau berkata:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن
يتوضأ بالماء المشمس أو يغتسل به , وقال: «إنه يورث البرص»
“Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam melarang berwudhu dengan air musyammas atau mandi
dengan air tersebut, dan beliau bersabda: sesungguhnya yang demikian itu bisa
menyebabkan penyakit kusta” HR Ad Daruqutni
Pendapat Para Ulama Tentang
Hukum Air Musyammasy
Asy-Syafi’i berkata:
أَخْبَرَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - كَانَ يُسَخَّنُ لَهُ الْمَاءُ فَيَغْتَسِلُ بِهِ وَيَتَوَضَّأُ
بِهِ.
Telah
mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad dari Zaid bin Aslam dari Ayahnya
bahwa Umar bin al-Khattab –radliyallahu ‘anhu- memanaskan air baginya maka dia
mandi dengannya dan wudlu dengannya. (HR. Daruquthni dalam Sunan-nya (1/37)
Asy-Syafi’i berkata:
وَلَا أَكْرَهُ الْمَاءَ الْمُشَمَّسَ
إلَّا مِنْ جِهَةِ الطِّبِّ (قَالَ الشَّافِعِيُّ) أَخْبَرَنَا إبْرَاهِيمُ بْنُ
مُحَمَّدٍ عَنْ صَدَقَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرِ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ كَانَ يَكْرَهُ الِاغْتِسَالَ بِالْمَاءِ
الْمُشَمَّسِ وَقَالَ: إنَّهُ يُورِثُ الْبَرَصَ.
Saya tidak memakruhkan air
yang dipanaskan dengan sinar matahari, kecuali dari sisi kesehatan. Asy-Syafi’i
berkata: telah mengabarkan kepada kami Ibrahim bin Muhammad dari Shadaqah bin
Abdillah dari Abi az-Zubair dari Jabir bin Abdillah bahwa Umar memakruhkan
bersuci dengan air yang dipanaskan dengan sinar matahari dan berkata:
sesungguhnya hal itu mewariskan penyakit belang (kusta). (HR. Baihaqi dalam
Sunan-nya (1/6) dan Ma’rifatus Sunan-nya (1/139), hadits dha’if menurut Ibnu
Mulaqqin dalam Badr al-Munir) [Al-Umm, 1/12].
Imam
An-Nawawi Asy-Syafi’i
dalam kitab Roudhotu At-Tholibiin
berkata :
الرَّاجِحُ مِنْ حَيْثُ
الدَّلِيلِ أَنَّهُ لَا يُكْرَهُ مُطْلَقًا
Dari
segi dalil yang rojih (benar) bahwasanya thoharoh (bersuci) dengan air
musyammas hukumnya adalah tidak makruh secara mutlak.
Zakarya
Al-Anshori Asy-Syafi’i dalam kitab astnal
mathalib syarah roudhu thalib disebutkan :
وَكُرِهَ شَرْعًا
تَنْزِيهًا اسْتِعْمَالُ مُتَشَمِّسٍ فِي الْبَدَنِ بِمُنْطَبِعٍ أَيْ مُطْرَقٍ
مِنْ غَيْرِ النَّقْدَيْنِ كَالْحَدِيدِ فِي قُطْرٍ حَارٍّ كَمَكَّةَ مَا لَمْ
يَبْرُدْ
Menggunakan
air musyammas pada anggota tubuh hukumnya makruh tanzih menurut syara’. Yaitu
jika terdapat pada wajan selain emas dan perak di daerah yang beriklim panas
seperti mekkah. Selama belum menjadi dingin iklimnya (maka makruh dalam
penggunaannya).
Akan
tetapi ada pengecualian bahwa tidak makruh jika digunakan pada selain anggota
badan.
(فَلَوْ
اسْتَعْمَلَهُ فِي غَيْرِ الْبَدَنِ) كَالثَّوْبِ (أَوْ) فِي (مَأْكُولٍ غَيْرِ
مَائِعٍ لَمْ يُكْرَهْ)
Maka
jika digunakan pada selain anggota badan seperti pakaian atau tempat makanan,
hukumnya tidak makruh. [atsnal matholib, jilid 1, hal 8]
Az-Zaila’iy Al-Hanafi
dalam kitab Tabyin Al-Haqaiq
Syarh Kanzu Ad-Daqaiq mengatakan bahwa :
وَتُكْرَهُ الطَّهَارَةُ
بِالْمَاءِ الْمُشَمَّسِ
Dan
thoharoh (bersuci) dengan air musyammas hukumnya adalah makruh.
Alasan
beliau adalah potongan hadits berikut :
لَا تَفْعَلِي يَا
حُمَيْرَاءُ فَإِنَّهُ يُوَرِّثُ الْبَرَصَ
Wahai
humairoh (panggilan untuk ‘aisyah), Jangan lakukan hal itu! Karena bisa
menyebabkan penyakit kulit. [tabyiinul haqooiq syarh kanzu daqooiq,
jilid 1, hal 19-20]
Al-Qarafi Al-Maliki
dalam kitab Adz-Dzakhirah disebutkan
bahwa menggunakan air yang terdapat pada wajan berbahan selain emas dan perak
lalu terkena sinar matahari dapat menyebabkan penyakit kulit.
فَيُورِثُ الْبَرَصَ وَلَا
يَكُونُ ذَلِكَ فِي الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ لِصَفَائِهِمَا
Karena
bisa menyebabkan penyakit kulit. Akan tetapi hal itu tidak terdapat pada emas
dan perak karena bersihnya emas perak. [Ad-dzakhiroh, jilid 1, hal
170]
Al-Mardawi Al-Hanbali dalam
kitabnya al-inshof berkata :
أَوْ سُخِّنَ
بِالشَّمْسِ صَرَّحَ بِعَدَمِ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقًا
Atau
dipanaskan dengan sinar matahari. Jelas bahwa hukumnya tidak makruh secara
mutlak.
[al inshof, jilid 1, hal 24]
Ibnu Hazm Adz-Dzahiri berpendapat di dalam kitab Al-Muhalla bil Atsar :
وَالْوُضُوءُ لِلصَّلَاةِ
وَالْغُسْلُ لِلْفُرُوضِ جَائِزٌ بِمَاءِ الْبَحْرِ وَبِالْمَاءِ الْمُسَخَّنِ
وَالْمُشَمَّسِ
Wudhu
untuk melaksanakan shalat dan mandi wajib boleh menggunakan air laut, air yang
dipanaskan, dan air yang terkena sinar matahari.
Dalilnya
adalah bahwasanya setiap jenis air (yang sudah disebutkan) mengandung nama yang
sama (jenisnya), yaitu air. Dan Alloh swt berfirman:
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
Lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). (QS.
Al-Maidah: 05 :06). [Al-Muhalla bil
Atsar, jilid 1, hal 210]
Hukum Bersuci Dengan Air
Hangat
Adapun bersuci, baik berwudhu
maupun mandi janabah dengan air hangat yang dipanaskan dengan api diperbolehkan
menurut kesepakatan para ulama.
1. Aslam, budak sayyidina Umar,
meriwayatkan ;
أَنَّ
عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ يُسَخَّنُ لَهُ مَاءٌ فِي
قُمْقُمَةٍ وَيَغْتَسِلُ بِهِ
"Sesungguhnya
Umar bin Al-Khoththob rodhiyallohu 'anhu direbuskan air didalam qumqumah (wadah
untuk merebus air), lalu beliau mandi dengan menggunakan air tersebut." (Sunan Kubro lil-Baihaqi, no.11 dan Sunan
Daruquthni, no.85)
2. Diriwayatkan dari Ayyub, ia berkata ;
2. Diriwayatkan dari Ayyub, ia berkata ;
سَأَلْتُ نَافِعًا، عَنِ الْمَاءِ
الْمُسَخَّنِ، فَقَالَ: كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَتَوَضَّأُ بِالْحَمِيمِ
"Aku
bertanya pada Nafi' mengenai (penggunaan) air yang dipanaskan, beliau menjawab
: "Ibnu Umar berwudhu dengan menggunakan air panas." (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, no.256)
3. Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia berkata ;
3. Diriwayatkan dari Abu Salamah, ia berkata ;
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنَّا
نَدَّهِنُ بِالدُّهْنِ وَقَدْ طُبِخَ عَلَى النَّارِ، وَنَتَوَضَّأُ بِالْحَمِيمِ
وَقَدْ أُغْلِيَ عَلَى النَّارِ
"Ibnu Abbas
berkata : "Kami (para sahabat) menggunakan minyak wangi yang dimasak
diatas api, dan kami juga wudhu dengan air panas yang direbus diatas api" (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, no.258)
4. Diriwayatkan dari Qurroh, ia berkata ;
4. Diriwayatkan dari Qurroh, ia berkata ;
سَأَلْتُ
الْحَسَنَ عَنِ الْوُضُوءِ بِالْمَاءِ السَّاخِنِ، فَقَالَ: لَا بَأْسَ بِه
"Aku bertanya pada Al-Hasan, mengenai wudhu dengan air
yang direbus, beliau menjawab : "Tidak apa apa". (Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, no.259)
Berkata Ibnu Hajar:
وأما مسألة التطهر بالماء المسخن فاتفقوا
على جوازه الا ما نقل عن مجاهد
“Adapun masalah bersuci dengan air yang
dihangatkan maka mereka (para ulama) bersepakat atas kebolehannya kecuali apa
yang dinukil dari Mujahid” (Fathul bary 1/299)
Kesimpulan
1. Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum bersuci dengan air musyammasy,
sebagian ulama berpendapat makruh, dan sebagian berpendapat tidak makruh.
2. Para Ulama sepakat tentang bolehnya bersuci dengan air yang dipanaskan
dengan sinar matahari.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar