BOLEHKAH
KENCING SAMBIL BERDIRI?
Oleh
: Masnun Tholab
Segala puji bagi
Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam
semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi
wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Siksa Kubur Karena Kencing
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – – اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ
اَلْقَبْرِ مِنْهُ –
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas
kencing tersebut.” (HR.
Ad Daruquthni)
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَالْحَدِيثُ
أَمَرَ بِالْبُعْدِ عَنْ الْبَوْلِ، وَأَنَّ عُقُوبَةَ عَدَمِ التَّنَزُّهِ مِنْهُ
تُعَجَّلُ فِي الْقَبْرِ
Hadits tersebut adalah perintah untuk menjauhkan diri
dari air seni, dan bahwa siksaan yang disebabkan karena tidak membersihkan diri
darinya akan disegerakan dalam kubur.
[Subulussalam 1/201].
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا
يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ
الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ
جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ
عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan.
Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan
karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini,
(semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi,
dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau
belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu
potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?”
Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum
kering.” (HR. Bukhari 216, 1361;
Muslim 70)
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, berkata,
وَأَمَّا فِقْهُ الْبَابِ فَفِيهِ
إِثْبَاتُ عَذَابِ الْقَبْرِ وَهُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ الْحَقِّ خِلَافًا
لِلْمُعْتَزِلَةِ وَفِيهِ نَجَاسَةُ الْأَبْوَالِ لِلرِّوَايَةِ الثَّانِيَةِ لَا
يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ
Ada beberapa pemahaman yang bisa ditarik dari pembahasan
bab ini. Diantaranya adalah adzab untuk ahli kubur memang benar-benar ada.
Inilah madzhab yang diikuti para ulama yang menganut pendapat yang benar.
Berbeda dengan orang-orang golongan mu’tazilah yang mengingkari hal tersebut.
Pemahaman lain yang bisa ditangkap dari hadits di atas adalah air kencing
merupakan benda najis. Hal ini bisa diketahui dari riwayat hadits, “Sedang yang
satunya lagi tidak membersihkan (najis) kencing miliknya” [Syarah Shahih Muslim
2/414].
Hukum
Kencing Sambil Berdiri
Dari
Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan,
مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُوْلُ قَائِماً، فَلَا تُصَدِّقْهُ، مَا كَانَ
النَّبِيُّ يَبُوْلُ إِلَّا قَاعِداً
"Siapa yang menyampaikan kepadamu bahwa Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam buang air kecil sambil berdiri maka janganlah
percaya kepadanya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah buang air
kecil kecuali dengan duduk." (HR. Al-Nasai, no. 3227, Abu
Dawud, no. 2050; Nailul Authar no. 143)
Asy-Syaukani
rahimahullah berkata:
Hadis
ini menunjukkan, bahwa Nabi Shallallaahu ’alaihi
wasallam tidak pernah buang air kecil dengan berdiri,
bahkan petunjuk Nabi Shallallaahu ’alaihi
wasallam tentang
buang air kecil adalah dengan duduk, maka buang air kecil dengan
berdiri itu makruh. Tetapi perkataan Aisyah ini
tidak meniadakan penetapan orang yang menetapkan terjadinya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam buang air kecil
dengan berdiri. Dan tidak ragu-ragu lagi, bahwa biasanya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam buang air kecil dengan duduk, dan dlahirya buang
air kecilnya Nabi SAW. dengan berdiri itu adalah untuk menunjukkan bolehnya,
dan menurut satu pendapat, bahwa perbuatannya itu adalah karena suatu penyakit yang ada
pada betisnya.
[Bustanul
Ahbar, Mukhtashar Nailul Authar 1/]
Dari
Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhuy, dia mengatakan,
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ لَقَدْ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
"Sungguh aku pernah melihat Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam atau beliau berkata Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah mulik suatu kaum lalu
beliau buang air sambil berdiri." ((HR.
Bukhari no. 224 dan Muslim no. 273); Nailul Authar no. 145)
Dari ‘Abdurrahman bin
Hasanah, dia
mengatakan,
خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صلى
الله عليه وسلم وَهُوَ فِي يَدِهِ كَهَيْئَةِ الدَّرَقَةِ قَالَ : فَوَضَعَهَا ،
ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami dan di
tangannya terdapat sesuatu yang berbentuk perisai, lalu beliau meletakkannya
kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i,
Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan
bahwa hadits ini shahih)
‘Umar –radhiyallahu ‘anhu-
berkata,
رَآنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- أَبُولُ قَائِمًا فَقَالَ :« يَا عُمَرُ لاَ تَبُلْ قَائِمًا ».
قَالَ فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku kencing sambil
berdiri, kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Umar janganlah engkau kencing
sambil berdiri.” Umar pun setelah itu tidak pernah kencing lagi sambil
berdiri.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari Buraidah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثلاثٌ مِنَ الجَفاءِ أنْ يَبُولَ
الرَّجُلُ قائِماً أوْ يَمْسَحَ جَبْهَتَهُ قَبْلَ أنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ أوْ
يَنْفُخَ في سُجُودِهِ
“Tiga perkara yang menunjukkan perangai yang buruk: [1] kencing sambil
berdiri, [2] mengusap dahi (dari debu) sebelum selesai shalat, atau [3] meniup
(debu) di (tempat) sujud.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam At Tarikh dan juga
oleh Al Bazzar)
Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
إِنَّ مِنَ الجَفَاءِ أَنْ
تَبُوْلَ وَأَنْتَ قَائِمٌ
“Di antara perangai yang buruk adalah seseorang kencing sambil berdiri.”
(HR. Tirmidzi). Syaikh Al Huwaini mengatakan bahwa periwayat hadits ini adalah
periwayat yang tsiqoh (terpercaya).
Pendapat
Ulama Tentang Hukum Kencing Sambil Berdiri
Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Al Husaini dalam kitab Kifayatul Akhyar,
berkata :
ويكره البول قائماً إلا لعذر لأنه صلى الله عليه وسلم فعله لعذر
ويكره البول قائماً إلا لعذر لأنه صلى الله عليه وسلم فعله لعذر
"Dimakruhkan kencing sambil
berdiri kecuali jika ada udzur, karena Nabi kencing sambil berdiri disebabkan
udzur." (Kifayatul Akhyar hlm 31)
Abi Yahya Zakaria al-Anshari. Asy-Syafii, berkata :
( وَلَا ) يَبُولُ ( قَائِمًا ) لِخَبَرِ التِّرْمِذِيِّ ،
وَغَيْرِهِ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ { مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا
تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إلَّا قَاعِدًا } ( إلَّا لِعُذْرٍ ) فَلَهُ أَنْ
يَبُولَ قَائِمًا بِلَا كَرَاهَةٍ بَلْ ، وَلَا خِلَافَ الْأَوْلَى لِخَبَرِ
الصَّحِيحَيْنِ { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ
قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
(Dan tidak kencing dalam keadaan
berdiri), Karena adanya hadist at-Turmudi dan selainnya dengan isnad jayid
bahwa Aisyah berkata: "Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya,
perkara yg benar adalah Nabi tidak kencing kecuali dalam keadaan duduk."
(kecuali udzur) maka bagi orang bila kencing dengan kondisi berdiri itu tidak
makruh, tidak ada khilaful aula karena hadist sohih Bukhori Muslim: "Bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah
milik suatu kaum. Lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri." (Asna al
Mathalib juz 1 hlm 259)
An-Nawawi
dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab berkata :
فَقَالَ
أَصْحَابُنَا يُكْرَهُ الْبَوْلُ قَائِمًا بِلَا عُذْرٍ كَرَاهَةَ تَنْزِيهٍ وَلَا
يُكْرَهُ لِلْعُذْرِ وَهَذَا مَذْهَبُنَا
“Sahabat kita (pengikut Syafi’i) mengatakan makruh
kencing sambil berdiri dengan tanpa uzur sebagai makruh
tanzih dan tidak makruh kalau uzur. Ini adalah mazhab kita.”
[Al- Majmu’ Syarh al-Muhazzab 2/100].
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari :
قال ابن بطال : دلالة الحديث على القعود بطريق الأولى ; لأنه إذا جاز قائما فقاعدا أجوز .
Dalam hadits ini
menunjukan bahwa kencing sambil duduk lebih utama daripada sambil
berdiri, karena apabila kencing sambil berdiri itu di perbolehkan,
apalagi jika sambil duduk, tentu saja lebih diperbolehkan (Ibnu Bathal).
[Fathul Baari 2/294, hadits no. 224]
Kencing Dalam Bejana
Dari Umaimah
binti Ruqaiqah dari ibunya, ia berkata:
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عَيْدَانٍ يَبُولُ فِيهِ وَيَضَعُهُ تَحْتَ
السَّرِيرِ
Adalah Nabi Shallallaahu ’alaihi
wasallam mempunyai sebuah kendil dari kayu di bawah dipannya,
yang ia buang
air kecil di tempat itu di waktu malam. (HR Abu Dawud dan Nasa’i; Nailul Authar
no. 141)
Asy-Syaukani
berkata:
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ
عَلَى جَوَازِ إعْدَادِ الآنِيَةِ لِلْبَوْلِ فِيهَا بِاللَّيْلِ. وَهَذَا مِمَّا
لا أَعْلَمُ فِيهِ خِلافًا
Hadis ini menunjukkan bolehnya menyediakan
bejana untuk buang air kecil di waktu malam, dan ini termasuk perkara yang aku
tidak melihat adanya khilaf.
[Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar, hadits no. 141].
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar