Sabtu, 28 Juli 2018

BOLEHKAH KENCING SAMBIL BERDIRI?

BOLEHKAH KENCING SAMBIL BERDIRI?
Oleh : Masnun Tholab

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Siksa Kubur Karena Kencing
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ –
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.” (HR. Ad Daruquthni)
Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وَالْحَدِيثُ أَمَرَ بِالْبُعْدِ عَنْ الْبَوْلِ، وَأَنَّ عُقُوبَةَ عَدَمِ التَّنَزُّهِ مِنْهُ تُعَجَّلُ فِي الْقَبْرِ
Hadits tersebut adalah perintah untuk menjauhkan diri dari air seni, dan bahwa siksaan yang disebabkan karena tidak membersihkan diri darinya akan disegerakan dalam kubur.
[Subulussalam 1/201].

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.” (HR. Bukhari 216, 1361; Muslim 70)

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, berkata,
وَأَمَّا فِقْهُ الْبَابِ فَفِيهِ إِثْبَاتُ عَذَابِ الْقَبْرِ وَهُوَ مَذْهَبُ أَهْلِ الْحَقِّ خِلَافًا لِلْمُعْتَزِلَةِ وَفِيهِ نَجَاسَةُ الْأَبْوَالِ لِلرِّوَايَةِ الثَّانِيَةِ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ
Ada beberapa pemahaman yang bisa ditarik dari pembahasan bab ini. Diantaranya adalah adzab untuk ahli kubur memang benar-benar ada. Inilah madzhab yang diikuti para ulama yang menganut pendapat yang benar. Berbeda dengan orang-orang golongan mu’tazilah yang mengingkari hal tersebut. Pemahaman lain yang bisa ditangkap dari hadits di atas adalah air kencing merupakan benda najis. Hal ini bisa diketahui dari riwayat hadits, “Sedang yang satunya lagi tidak membersihkan (najis) kencing miliknya” [Syarah Shahih Muslim 2/414].

Hukum Kencing Sambil Berdiri
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyampaikan,
مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُوْلُ قَائِماً، فَلَا تُصَدِّقْهُ، مَا كَانَ النَّبِيُّ يَبُوْلُ إِلَّا قَاعِداً
"Siapa yang menyampaikan kepadamu bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam buang air kecil sambil berdiri maka janganlah percaya kepadanya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk." (HR. Al-Nasai, no. 3227, Abu Dawud, no. 2050; Nailul Authar no. 143)

Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
Hadis ini menunjukkan, bahwa Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam tidak pernah buang air kecil dengan berdiri, bahkan petunjuk Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam tentang buang air kecil adalah dengan duduk, maka buang air kecil dengan berdiri itu makruh. Tetapi perkataan Aisyah ini tidak meniadakan penetapan orang yang menetapkan terjadinya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam buang air kecil dengan berdiri. Dan tidak ragu-ragu lagi, bahwa biasanya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam buang air kecil dengan duduk, dan dlahirya buang air kecilnya Nabi SAW. dengan berdiri itu adalah untuk menunjukkan bolehnya, dan menurut satu pendapat, bahwa perbuatannya itu adalah karena suatu penyakit yang ada pada betisnya.
[Bustanul Ahbar, Mukhtashar Nailul Authar 1/]

Dari Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhuy, dia mengatakan,
لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ لَقَدْ أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
"Sungguh aku pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam atau beliau berkata Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah mulik suatu kaum lalu beliau buang air sambil berdiri." ((HR. Bukhari no. 224 dan Muslim no. 273); Nailul Authar no. 145)

Dari ‘Abdurrahman bin Hasanah, dia mengatakan,
خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ فِي يَدِهِ كَهَيْئَةِ الدَّرَقَةِ قَالَ : فَوَضَعَهَا ، ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami dan di tangannya terdapat sesuatu yang berbentuk perisai, lalu beliau meletakkannya kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 ‘Umar –radhiyallahu ‘anhu- berkata,
رَآنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَبُولُ قَائِمًا فَقَالَ :« يَا عُمَرُ لاَ تَبُلْ قَائِمًا ». قَالَ فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku kencing sambil berdiri, kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Umar janganlah engkau kencing sambil berdiri.” Umar pun setelah itu tidak pernah kencing lagi sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dari Buraidah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثلاثٌ مِنَ الجَفاءِ أنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قائِماً أوْ يَمْسَحَ جَبْهَتَهُ قَبْلَ أنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ أوْ يَنْفُخَ في سُجُودِهِ
“Tiga perkara yang menunjukkan perangai yang buruk: [1] kencing sambil berdiri, [2] mengusap dahi (dari debu) sebelum selesai shalat, atau [3] meniup (debu) di (tempat) sujud.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam At Tarikh dan juga oleh Al Bazzar)

Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
إِنَّ مِنَ الجَفَاءِ أَنْ تَبُوْلَ وَأَنْتَ قَائِمٌ
“Di antara perangai yang buruk adalah seseorang kencing sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi). Syaikh Al Huwaini mengatakan bahwa periwayat hadits ini adalah periwayat yang tsiqoh (terpercaya).
  
Pendapat Ulama Tentang Hukum Kencing Sambil Berdiri
Imam Taqiyuddin Abubakar bin Muhammad Al Husaini dalam kitab Kifayatul Akhyar, berkata :
ويكره البول قائماً إلا لعذر لأنه صلى الله عليه وسلم فعله لعذر
"Dimakruhkan kencing sambil berdiri kecuali jika ada udzur, karena Nabi kencing sambil berdiri disebabkan udzur." (Kifayatul Akhyar hlm 31)

Abi Yahya Zakaria al-Anshari.
Asy-Syafii, berkata :
 ( وَلَا ) يَبُولُ ( قَائِمًا ) لِخَبَرِ التِّرْمِذِيِّ ، وَغَيْرِهِ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ { مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إلَّا قَاعِدًا } ( إلَّا لِعُذْرٍ ) فَلَهُ أَنْ يَبُولَ قَائِمًا بِلَا كَرَاهَةٍ بَلْ ، وَلَا خِلَافَ الْأَوْلَى لِخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا
(Dan tidak kencing dalam keadaan berdiri), Karena adanya hadist at-Turmudi dan selainnya dengan isnad jayid bahwa Aisyah berkata: "Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya, perkara yg benar adalah Nabi tidak kencing kecuali dalam keadaan duduk." (kecuali udzur) maka bagi orang bila kencing dengan kondisi berdiri itu tidak makruh, tidak ada khilaful aula karena hadist sohih Bukhori Muslim: "Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri." (Asna al Mathalib juz 1 hlm 259)

An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab berkata :
فَقَالَ أَصْحَابُنَا يُكْرَهُ الْبَوْلُ قَائِمًا بِلَا عُذْرٍ كَرَاهَةَ تَنْزِيهٍ وَلَا يُكْرَهُ لِلْعُذْرِ وَهَذَا مَذْهَبُنَا
Sahabat kita (pengikut Syafi’i) mengatakan makruh kencing sambil berdiri dengan tanpa uzur sebagai makruh tanzih dan tidak makruh kalau uzur. Ini adalah mazhab kita.”
[Al- Majmu’ Syarh al-Muhazzab 2/100].

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari :
قال ابن بطال : دلالة الحديث على القعود بطريق الأولى ; لأنه إذا جاز قائما فقاعدا أجوز .
Dalam hadits  ini menunjukan bahwa  kencing sambil duduk lebih utama daripada sambil berdiri, karena  apabila kencing sambil berdiri itu di perbolehkan, apalagi jika sambil duduk, tentu saja lebih diperbolehkan (Ibnu Bathal). [Fathul Baari 2/294, hadits no. 224]

Kencing Dalam Bejana

Dari Umaimah binti Ruqaiqah dari ibunya, ia berkata:

كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدَحٌ مِنْ عَيْدَانٍ يَبُولُ فِيهِ وَيَضَعُهُ تَحْتَ السَّرِيرِ
Adalah Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam mempunyai sebuah kendil dari kayu di bawah dipannya, yang ia buang air kecil di tempat itu di waktu malam.  (HR Abu Dawud dan Nasa’i; Nailul Authar no. 141)
Asy-Syaukani berkata: 
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى جَوَازِ إعْدَادِ الآنِيَةِ لِلْبَوْلِ فِيهَا بِاللَّيْلِ. وَهَذَا مِمَّا لا أَعْلَمُ فِيهِ خِلافًا
Hadis ini menunjukkan bolehnya menyediakan bejana untuk buang air kecil di waktu malam, dan ini termasuk perkara yang aku tidak melihat adanya khilaf.
[Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar, hadits no. 141].
Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...