Rabu, 02 Maret 2011

SHALAT TAHIYATUL MASJID

SHALAT TAHIYATUL MASJID
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Mayoritas ulama berpendapat, disunnahkan untuk shalat Tahiyatul Masjid setiap kali kita memasuki masjid.

Hadits-hadits Tentang shalat Tahiyatul Masjid.
Dari Qatadah, ia berkata,
عن أبي قتادة قال‏:‏ ‏(‏قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ إذا دخل أحدكم المسجدَ فلا يجلس حتى يصلي ركعتين‏)‏‏.‏
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, maka hendaklah ia tidak langsung duduk sebelum melaksanakan shalat dua rekaat” (HR. Jamaah)
والأثرم في سننه‏.‏ ولفظه‏:‏ ‏(‏أعطوا المساجد حقها قالوا‏:‏ وما حقها قال‏:‏ أن تصلوا ركعتين قبل أن تجلسوا‏)‏‏.‏
Al-Atsram juga meriwayatkan di dalam Sunannya. Adapun lafadznya : ”Berikanlah masjid-masjid itu haknya,” Para sahabat bertanya, ”Apa haknya?”. Beliau menjawab, ”Kalian shalat dua rekaat sebelum duduk”

Pendapat para Ulama tentang shalat Tahiyatul Masjid.
1. Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
والحديث يدل على مشروعية التحية في جميع الأوقات وإلى ذلك ذهب جماعة من العلماء منهم الشافعية وكرهها أبو حنيفة والأوزاعي والليث في وقت النهي
Hadits ini menunjukkan dianjurkannya shalat sunnah tahiyyatul masjid di semua waktu. Demikian pendapat segolongan ulama, termasuk diantaranya golongan Syafi’i. Namun Abu Hanifah, Al-Auza’I dan Al-Laits memakruhkannya pada waktu yang terlarang.
[Nailul Author 3/60 (1/665)]

2. Imam Nawawi salam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
ومنه تحية المسجد بركعتين ولو صلى الداخل فريضة أو وردا أو سنة ونوى التحية معها حصلا جميعا وكذا إن لم ينوها ويجوز أن يطرد فيه الخلاف المذكور فيمن نوى غسل الجنابة هل يحصل له الجمعة والعيد إذا لم ينوهما
Diantara shalat sunnah yang tidak disunahkan berjamaah adalah shalat dua rekaat Tahiyatul Masjid. Jika seseorang masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan shalat fardhu, atau melaksanakan shalau sunnah lainnya dan dia berniat dengan Tahiyatul Masjid sekaligus, maka berhasil penggabungan niatnya. Begitu juga jika dia tidak meniatkan untuk shalat Tahiyatul Masjid.
Dan boleh juga perbedaan ini dihubungkan pada orang yang berniat untuk mandi janabah. Apakah berhasil menggabungkan mandi janabah dengan mandi hari jumat atau hari raya, jika tidak digabungkan niatnya?
ولو صلى الداخل على جنازة أو سجد لتلاوة أو شكر أو صلى ركعة واحدة لم يحصل التحية على الصحيح قلت ومن تكرر دخوله المسجد في الساعة الواحدة مرارا قال المحاملي في كتابه اللباب أرجو أن يجزئه التحية مرة
وقال صاحب التتمة لو تكرر دخوله يستحب التحية كل مرة وهو الأصح
Jika seseorang melakukan shalat jenazah atau sujud tilawah atau sujud syukur atau dia shalat satu rekaat, maka menurut pendapat yang shahih, shalat Tahiyatul Masjidnya tidak berhasil (belum dikerjakan).
Saya katakan, ”Jika seseorang memasuki masjid pada satu waktu itu berulang-ulang, menurut Al-Mahamali dalam kitab Al-Lubab, dia mengatakannya bahwa cukup dengan shalat Tahiyatul Masjid sekali saja. Penulis At-Tatimah berpendapat jika seseorang itu memasuki masjid dengan berulang kali, maka disunnahkan untuk melaksanakan shalat Tahiyatul Masjidnya dengan berulang-ulang pula. Inilah pendapat yang lebih sahih.

قال المحاملي وتكره التحية في حالين أحدهما إذا دخل والإمام في المكتوبة والثاني إذا دخل المسجد الحرام فلا يشتغل بها عن الطواف
Menurut Al-Mahamili, dimakruhkan untuk melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid pada dua keadaan, yaitu :
1. Jika dia masuk masjid dan imam sedang melaksanakan shalat berjamaah.
2. Jika dia masuk Masjidil Haram, maka dia disunnahkan untuk mengerjakan Thawaf.
وذكر الامام أبو الفضل بن عبدان في كتابه المصنف في العبادات أنه لو نسي التحية وجلس فذكر بعد ساعة صلاها وهذا غريب وفي صحيح البخاري و مسلم ما يؤيده في حديث الداخل يوم الجمعة والله أعلم
Imam Al-Fadhal bin Abdan, dalam Al-Mushannaf mengatakan tentang permasalahan ibadah, “Jika seseorang lupa melaksanakan Tahiyatul Masjid dan dia duduk, beberapa saat kemudian dia teringat, maka dia disunnahkan untuk mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid tersebut. Pendapat ini gharib (aneh). Dan pernyataan ini didukung oleh kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim tentang orang yang masuk kedalam masjid pada hari jumat. Wallahu a’lam.
[Raudhatuth Thalibin 1/311 (1/675)]

3. Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata,
واختلف العلماء من هذا الباب فيمن جاء بالمسجد وقد ركع ركعتي الفجر في بيته، هل يركع عند دخوله المسجد أم لا؟ فقال الشافعي: يركع، وهي رواية أشهب عن مالك؛ وقال أبو حنيفة: لا يركع، وهي رواية ابن القاسم عن مالك.
Terdapat perbedaan pendapat tentang orang yang memasuki masjid sesudah salat subuh di rumah. Menurut Syafi’i tetap disunatkan shalat Tahiyatul Masjid. Ini berdasarkan riwayat Ibnu Syihab dari Malik.
Menurut Abu Hanifah, tidak boleh ada shalat Tahiyatul Masjid. Ini berdasarkan riwayat Ibnul Qasim dari Malik.
وسبب اختلافهم معارضة عموم قوله عليه الصلاة والسلام "إذا جاء أحدكم المسجد فليركع ركعتين" وقوله عليه الصلاة والسلام "لا صلاة بعد الفجر إلا ركعتي الصبح" فههنا عمومان وخصوصان: أحدهما في الزمان، والآخر في الصلاة،
Perbedaan ini disebabkan karena ada dua hadits yang bias dipahami secara umum, bisa pula secara khusus.
Pertama,
“Apabila seseorang memasuki masjid, shalatlah dua rekaat,” (HR. Ibnu Majah dan Malik)
Kedua,
“Tidak ada shalat sunat sesudah fajar kecuali dua rekaat shubuh” (HR. Bukhari dan Nasai).
Hadits pertama waktunya umum tanpa batas, sedangkan shalatnya khusus.
Hadits kedua waktunya khusus, namun shalatnya umum.
وذلك أن حديث الأمر بالصلاة عند دخول المسجد عام في الزمان خاص في الصلاة، والنهي عن الصلاة بعد الفجر إلا ركعتا الصبح خاص في الزمان عام في الصلاة، فمن استثنى خاص الصلاة من عامها رأى الركوع بعد ركعتي الفجر، ومن استثنى خاص الزمان من عامه لم يوجب ذلك
Maka selanjutnya, kalau larangan shalat pada hadits kedua tersebut tidak berlaku apabila seseorang memasuki masjid, maka tetap disunnahkan tahiyatul masjid walaupun telah melakukan shalat shubuh.
Kalau larangan pada hadits kedua itu tanpa pengecualian, maka perintah pada hadits yang pertama tidak berlaku, yakni tidak disunnatkan shalat Tahiyatul Masjid bagi orang yang memasuki masjid di dalam waktu shubuh namun telah melakukan shalat shubuh.
[Bidayatul Mujtahid 1/463)]

4, Zaenudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
ويسن لمن لم يتمكن منها ولو بحدث أن يقول: سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم، أربعا.
وتكره لخطيب دخل وقت الخطبة، ولمريد طواف دخل المسجد، لا لمدرس، خلافا لبعضهم
Orang yang tidak sempat mengerjakan shalat Tahiyatul Masjid walaupun disebabkan hadats, disunatkan membaca, “Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Mahabesar, tidak ada daya upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahaluhur lagi Mahaagung” sebanyak empat kali.
Makruh shalat Tahiyatul Masjid bagi khatib yang memasuki masjid sesudah tiba waktu khutbah dan bagi orang yang bermaksud thawaf ketika memasuki Masjidil Haram. Namun tidak makruh bagi guru yang akan memberikan pelajaran di masjid (sesudah tiba waktu mengajat), berbeda dengan paham sebagian ulama yang memakruhkannya.
[Fathul Mu’in 1/338 (

Kesimpulan
1. Mayoritas ulama berpendapat bahwa Shalat Tahiyatul Masjid hukumnya sunnah.
2. Shalat Tahiyatul Masjid bisa dilaksanakan bersamaan dengan shalat sunnah rawatib, dan shalat-shalat sunnah lainnya.
3. Shalat Tahiyatul Masjid dilaksanakan setiap saat, setiap kali memasuki masjid kecuali sehabis shalat Shubuh dan shalat Ashar.

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Imam Nawawi Raudhatuth Thalibin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007.
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Zainuddin bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006


*Slawi, Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...