Rabu, 16 Maret 2011

KIRIM PAHALA UNTUK MAYAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Masalah Mengirimkan Pahala Kepada Orang Yang Telah Meninggal diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang berpendapat bahwa pahala amal itu sampai kepada orang yang sudah meninggal, ada yang berpendapat tidak sampai.
Di bawah ini adalah dalil-dalil baik berupa ayat suci Al-Quran maupun hadits yang digunakan oleh para ulama untuk memperkuat pendapatnya masing-masing.
Namun sebelum itu penulis mengingatkan akan hal-hal berikut :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan agar tidak berbohong atas nama beliau, dan juga mengingatkan agar tidak menafsirkan al-Quran (dan hadits) dengan pendapatnya sendiri.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
- " اِتَّقُوا الْحَدِيْثَ عَنِّي اِلَّا مَا عَلِمْتُمْ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ قَالَ فِي القرآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأُ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ". هذا حديث حسن.
“Jagalah hadits dariku kecuali yang telah aku ajarkan. Siapa saja yang berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaklah dia menempati tempat duduknya yang terbuat dari api neraka. Siapa saja yang menafsirkan Al-Quran dengan menggunakan pendapatnya sendiri maka hendaknya dia menempati tempat duduknya dari neraka”
[HR. At-Tirmidzi, Bab Tentang Orang Yang Menafsirkan Al-Quran dengan Pendapatnya Sendiri, no. 2591]
[lihat Tafsir Al-Qurthubi 1, hal. 75]

Diriwayatkan dari Jundab, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
" وَمَنْ قَالَ فِي القرآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ". هذا حديث غريب
“Siapa yang berbicara mengenai Al-Quran dengan pendapatnya sendiri kemudian benar, dia tetap dianggap salah”
[HR. At-Tirmidzi, Bab Tentang Orang Yang Menafsirkan Al-Quran dengan Pendapatnya Sendiri, no. 2592]
[lihat Tafsir Al-Qurthubi 1, hal. 76]

Dalil 1
Firman Allah dalam surat An-Najm ayat 39 :
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.
Imam As-Suyuti dan Imam Al-Mahali dalam kitab Tafsir Jalalain dalam menafsirkan surat An-Najm ayat 39 sebagai berikut :
{ وأن } أي أنه { ليس للإنسان إلا ما سعى } من خير فليس له من سعي غيره الخير شيء
“Dan bahwasanya) bahwasanya perkara yang sesungguhnya itu ialah (seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya) yaitu memperoleh kebaikan dari usahanya yang baik, maka dia tidak akan memperoleh kebaikan sedikit pun dari apa yang diusahakan oleh orang lain”.
Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menafsirkan surat An-Najm ayat 39 sebagai berikut :
أي كما لا يحمل عليه وزر غيره, كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه,
ومن هذه الاَية الكريمة استنبط الشافعي رحمه الله ومن اتبعه, أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى, لأنه ليس من عملهم
ولا كسبهم ولهذا لم يندب إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم أمته ولا حثهم عليه ولا أرشدهم إليه بنص ولا إيماء, ولم ينقل ذلك عن أحد من الصحابة رضي الله عنهم, ولو كان خيراً لسبقونا إليه, وباب القربات يقتصر فيه على النصوص ولا يتصرف فيه بأنواع الأقيسة والاَراء,
Yakni, sebagaimana tidak dibebankan padanya dosa orang lain, demikian pula ia tidak mendapatkan ganjaran kecuali dari apa yang dia usahakan sendiri.
Dari ayat ini, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan yang mengikuti beliau mengambil kesimpulan, bahwa menghadiahkan pahala bacaan Al-Qur’an tidak sampai kepada mayit. Karena dia bukan dari amalan mayit dan usahanya.
Oleh karenanya, Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam tidak menganjurkan dan memotivasi umatnya untuk itu. Tidak pula membimbing ke arah tersebut, baik dengan nash (teks) yang jelas atau dengan isyarat. Tidak pula dinukilkan hal itu dari seorang pun dari kalangan shahabat. Seandainya memang baik, tentu mereka akan mendahului kita dalam hal itu. Sedangkan dalam perkara ibadah, kita harus membatasinya pada nash (ayat dan hadits), tidak boleh diberlakukan padanya berbagai macam analogi (qiyas) dan pendapat akal.
فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما
وأما الحديث الذي رواه مسلم في صحيحه عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث: من ولد صالح يدعو له, أو صدقة جارية من بعده, أو علم ينتفع به» فهذه الثلاثة في الحقيقة هي من سعيه وكده وعمله
Adapun shodaqoh dan doa, hal ini telah disepakati bahwa bisa sampai. Dan telah disebutkan (bolehnya) oleh yang menetapkan syariat.
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallohu ‘anhu, ia berkata, Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Bila anak Adam meninggal maka amalnya terputus kecuali dari tiga hal, anak sholih yang mendoakannya, shodaqoh jariyah, dan ilmu yang bermanfaat.”
Tiga perkara ini pada hakikatnya adalah bagian dari usahanya, jerih payah dan amalnya

Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi berkata :
Firman Allah Subhanahu wata’ala, وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, bahwa ayat ini dinasakh dengan firman Allah Subhanahu wata’ala,
والذين آمنوا واتبعتهم ذريتهم بإيمان ألحقنا بهم ذريتهم وما ألتناهم من عملهم من شيء كل امرئ بما كسب رهين
“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka” (QS. Ath-Thuur 52 : 21) Maka, seorang anak kecil akan dapat menambah berat timbangan ayahnya pada hari kiamat. Allah Subhanahu wata’ala juga memberikan izin kepada para orang tua untuk memberikan pertolongan kepada para anak dan memberikan izin kepada para anak untuk memberikan pertolongan kepada para orangtua. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wata’ala,
آبآؤكم وأبناؤكم لا تدرون أيهم أقرب لكم نفعا
“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu” (QS. An-Nisaa 4 : 11).
Sebagian besar ahli takwil mengatakan bahwa ayat ini adalah ayat muhkamah (hukumnya telah ditetapkan). Tidak ada seorangpun yang mendapatkan manfaat dari amal seseorang. Mereka juga sepakat bahwa seseorang tidak boleh shalat untuk orang lain.
Rabi’ bin Anas berkata, وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى , yakni orang kafir. Sedangkan orang beriman, maka dia memperoleh apa yang telah diusahakannya dan apa yang telah diusahakan orang lain untuknya.
Selanjutnya Qurthubi berkata :
Banyak hadits menunjukkan pernyataan ini dan sampainya pahala amal shaleh dari orang lain kepada orang yang beriman. Banyak dalil-dalil yang menunjukkan akan hal ini yang telah dipaparkan yang dapat diambil oleh orang yang merenungkannya, bahkan dalam hal sedekah, tidak ada perbedaan pendapat.
[Tafsir Al-Qurthubi 17, hal. 427-728].

Imam Syafi’i dalam kitab Tafsir Imam Syafi’i berkata :
Aku berkata kepada orang yang berdebat denganku, kita sama-sama tahu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan seorang perempuan untuk melakukan haji atas nama bapaknya, juga memerintahkan seorang laki-laki agar melakukan haji atas nama bapaknya. Jadi kita sama. Kita juga sependapat bahwa seseorang tidak bisa berpuasa atas nama orang lain. Tidak juga shalat atas nama orang lain.
[Tafsir Imam Syafi’i 3, hal. 441].

Dalil 2
عن عبدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو‏:‏ ‏(‏أنَّ العاصَ بْنَ وَائِلٍ نَذَرَ في الْجَاهِلِيَّةِ أنْ يَنْحَرَ مِائَةَ بَدَنَةٍ وأنْ هِشَامَ بْنَ الْعَاصِ نَحَرَ حِصَّتَهُ خَمْسِيْنَ وأن عَمْرًا سأل النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم عن ذلك فقال‏:‏ أمَّا أبُوْكَ فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيْدِ فَصُمْتَ وَتَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ‏)‏‏.‏
Dari Abdullah bin Amr, bahwasanya Al’Ash bin Wail pernah bernadzar semasa jahiliyah untuk menyembelih seratus ekor unta, dan Hisyam bin Al’Ash telah menyembelihkan separohnya, yaitu lima puluh, lalu Umar bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal itu, maka beliaupun bersabda, “Seandainya ayahmu mengakui tauhid, lalu engkau berpunya dan bershadawah atas namanya, maka itu akan bermanfaat baginya,” (HR. Ahmad).

Dalil 3
وعن أبي هريرة‏:‏ ‏(‏أنَّ رَجُلًا قال لِلنَّبِيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ إنَّ أبي مَاتَ وَلَمْ يُوْصِ أَفَيَنْفَعُهُ أنْ أتَصَدَّقَ عَنْهُ قال‏:‏ نعم‏)‏‏.‏
Dari Abu hurairah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya ayahuku telah meninggal tapi tidak berwasiat. Apakah akan bermanfaat baginya bila aku bershadaqah atas namanya?” Beliau menjawab, “YA” (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasa’I dan Ibnu Majah)

Dalil 4
وعن عائشة‏:‏ ‏(‏ أنَّ رَجُلًا قال لِلنَّبِيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ إنَّ أمّي اِفْتَلَتَتْ نَفْسُهَا وَأرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قال‏:‏ نعم‏)‏‏.‏
Dari Aisyah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dan aku lihat seandainya ia sempat berbicara tentu akan bersadaqah. Apakah ia bisa mendapat pahala bila aku bershadaqah atas namanya?” Beliau menjawab, “YA” (Mtafaq ‘Alaih)

Dalil 5
وعن ابنِ عباسٍ‏:‏ ‏(‏ أنَّ رَجُلًا قال لِرسولِ اللَّهِ صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ إن أمي تُوُفِّيَتْ أَفَيَنْفَعُهَا إنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قال‏:‏ نعم قال‏:‏ فإنَّ لي مَخْرَفًا فأنا أشْهِدُكَ أنّي قَدْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا ‏)‏‏.‏
Dari Ibnu Abbas bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya ibuku telah meninggal. Apakah akan bermanfaat baginya bila aku bershadaqah atas namanya?” Beliau menjawab, “YA” Laki-laki itu berkata lagi, “Sesungguhnya aku mempunyai sebuah kolam, kini aku bersaksi padamu bahwa aku telah menyadaqahkannya atas namanya,”(HR. Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Daud dan An-Nasa’i)

Dalil 6
وعنِ الحسنِ عن سعدِ بْنِ عُبَادَةَ:‏ ‏(‏أنَّ أمِّهِ مَاتَتْ فقال‏:‏ يا رسولَ اللَّهِ إن أمّي مَاتَتْ فَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قال‏:‏ نعم قُلْتُ‏:‏ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أفْضَلُ قال‏:‏ سَقْيُ الْمَاءِ .قال الْحَسَنِ‏:‏ فَتِلْكَ سِقَايَةُ آلِ سَعْدِ بِالْمَدِيْنَةِ‏)‏‏.‏
Dari Al-Hasan, dari Sa’ad bin Ubadah, bahwa ibunya meninggal, lalu Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal. Bolehkah aku bershadaqah atas namanya?” Beliau menjawab, “Ya”, Sa’ad bertanya lagi, “Shadaqah apa yang lebih utama?” Beliau menjawab, “member air minum” Al Hasan mengatakan, “Itulah pemberian air minum keluarga Sa’ad di Madinah” (HR. Ahmad dan Nasa’i).
Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Author :
وأحاديث الباب تدل على أن الصدقة من الولد تلحق الوالدين بعد موتهما بدون وصية منهما ويصل إليهما ثوابها فيخصص بهذه والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي أنه يصل كذا ذكره النووي في الأذكار‏.‏
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa shadaqah yang dilakukan atas nama orang tuanya yang telah meninggal akan sampai pahalanya kepada mereka walaupun mereka tidak mewasiatkannya. Pendapat yang masyhur dari Asy-Syafi’i dan segolongan sahabatnya, bahwa pahala membaca AlQuran tidak sampai kepada mayat. Namun Ahmad dan segolongan sahabatnya berpendapat sampai. An-Nawawi telah mengemukakan di dalam Al-Adzkar.
[Nailul Author 2, hal. 228]

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
وفى المغنى لابن قدمه : قال احمد بن حنبل : للميت يصل إليه كل شيء من الخير , للنصوص الواردة فيه, ولان المسلمين يجتمعون فى كل مصر ويفرءون , و يهدون لموتاهم من غير نكير , فكان إجتماعا
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni berkata, “Ahmad bin Hambal berkata, ‘Apapun macam kebajikan akan sampai kepada mayat, berdasarkan keterangan-keterangan yang diterima mengenai itu, juga karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri dan membaca al-Quran lalu menghadiahkannya kepada orang-orang yang telah meninggal dunia diantara mereka, dan tak seorangpun yang menentangnya, hingga menjadi ijma’,’”
Selanjutnya Sayyid Sabiq berkata :
والقائلون بوصول ثواب القراءة الى الميت , يشترطون أن لايأخذ القارئ على قراءته أجرا. فأن أخذ القارئ أجرا على قراءته حرم على المعطى والأخذ ولا ثواب له على قراءته.
لمارواه احمد والطبرانى والبيهقى عن عبد الرحمن بن شبل : أن النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم قال‏:‏ اقرءوا القران, واعلموا... ولا تجفوا عنه ولا تغلوا فيه , ولا تأكلوا به ولا تستكثروابه.
Kemudian orang-orang yang mengatakan sampainya pahala membaca al-Quran itu kepada mayat, mensyaratkan agar si pembaca tidak menerima upah atas bacaannya itu. Jika diterimanya, haramlah hukumnya, baik bagi si pemberi maupun si penerima, sedangkan bacaannya itu hampa tidak beroleh pahala apa-apa.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi dan Abdurrahman bin Syibal, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Bacalah al-Quran dan amalkanlah, jangan terlalu jarang membacanya, dan jangan pula berlebih-lebihan, jangan mencari makan dengannya dan jangan pula mencari kekayaan”.
Sayyid Sabiq berkata :
قال ابن القيم : والعبادات قسمان : مالية وبدنية , وثد نبه الشارع بوصول ثواب الصدقة على وصول سائر العبادات المالية , و نبه بوصول ثواب الصوم على وصول سائر العبادات البدنية وأخبر بوصول ثواب الحج المركب من المالية و البدنية , فالأنواع الثلاثة ثابتة بالنص والاعتبار.
قال ابن عقيل : إذا فعل طاعة من صلاة وصيام وقراءة قران وأهداها , بأن جعل ثوابها للميت المسلم , فإنه يصل إليه ذلك وينفعه بشرط أن تتقدم نية الهد ية على الطاعة وتقارنها, ورجع هذا ابن القيم
Ibnul Qayim berkata, “Ibadah itu dua macam, yaitu ibadah maliyah dan ibadah badaniyah. Dengan sampainya pahala sedekah, syara’ mengisyaratkan sampainya pada seluruh ibadah yang menyangkut harta. Dengan sampainya pahala puasa, disyaratkan pula sampainya seluruh ibadah badaniyah. Kemudian disyaratkan pula sampainya pahala ibadah haji, suatu gabungan dari ibadah maliyah dan ibadah badaniyah. Maka ketiga macam ibadah itu, teranglah sampainya, baik dengan keterangan nash, maupun dengan jelas perbandingan,”
Ibnu Ukail berkata, “Jika seseorang melakukan amal kebajikan seperti shalat, puasa, dan membaca Al-Quran lalu dihadiahkan, artinya pahalanya diperuntukkan bagi mayat muslim, maka pahala itu didahului oleh niat yang segera disertai dengan perbuatan”
Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Qayim.
[Fiqih Sunnah, hal. 212].

Dalam kitab Fiqih Empat Madzhab dinyatakan : Empat imam mazhab sepakat bahwa memohon ampun, mendo'akan, bersedekah, berhaji dan memerdekakan hamba sahaya dapat membawa manfaat bagi mayat serta akan sampai pahala kepadanya. Menurut mazhab ahlus sunnah, siapapun dapat menjadikan pahala amalnya untuk orang lain. Sedangkan yang mashur dalam mazhab Syafi'i : Hal itu tidak akan sampai kepada mayat.
[Fiqih Empat Mazhab, hal. 123.]

Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
(وتنفع ميتا) من وارث وغيره (صدقة) عنه، ومنها وقف لمصحف وغيره، وبناء مسجد، وحفر بئر، وغرس شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد موته (ودعاء) له إجماعا. وصح في الخبر أن الله تعالى يرفع درجة العبد في الجنة باستغفار ولده له وقوله
Dapat bermanfaat buat orang mati sedekah yang dilakukan oleh ahli waris si mayat atau oleh orang lain sebagai ganti darinya (atas nama mayat). Antara lain melalui wakaf berupa mushaf al-Qur’an dan lain-lainnya, membangun masjid, membuat sumur, menanam pohon sewaktu mayat masih hidup, atau penanaman dilakukan oleh orang lain atas nama dia sesudah dia meninggal dunia.
Bermanfaat pula do’a yang dipanjatkan buat mayat, menurut kesepakatan ulama. Di dalam sebuah hadits sahih disebutkan bahwa Allah Subhanahu wata’ala mengangkat derajat seorang hamba di surga berkat permohonan ampun dari anaknya buat dia.
Selanjutnya Zainudin berkata :
أما القراءة فقد قال النووي في شرح مسلم: المشهور من مذهب الشافعي أنه لا يصل ثوابها إلى الميت
Mengenai pahala membaca Al-Quran, Imam Nawawi di dalam kitab Syarah Sahih Muslim-nya mengatakan bahwa menurut pendapat yang terkenal dalam madzhab Syafi’i, pahala bacaan Al-Qur’an tidak dapat sampai kepada mayat.
[Fathul Mu’in 2, hal. 1109]

Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, dkk dalam Syarah Riyadhush Shalihin berpendapat :
Disyariatkan bersedekah untuk mayat, dan manfaat sedekah itu sampai kepadanya. Hal ini tidak bertentangan dengan firman Allah ta’ala “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm : 39). Karena ayat ini berkenaan dengan orang-orang kafir, dan kata Insan dalam ayat ini adalah kata umum namun dimaksudkan untuk kalangan khusus, yaitu untuk orang kafir.
[Syarah Riyadhush Shalihin 2, hal. 163].


Kesimpulan :
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang mengirimkan pahala amal kepada orang yang sudah meninggal adalah sebagai berikut :
1. Para ulama sepakat (Ijma’) bahwa do’a yang dipanjatkan akan sampai kepada orang yang sudah meninggal.
2. Mayoritas ‘ulama berpendapat bahwa amal orang yang hidup yang berupa maliyah (harta), seperti sedekah, pahalanya bisa dihadiahkan (sampai) kepada mayat.
3. Para ulama berbeda pendapat tentang sampainya pahala amal badaniyah orang yang hidup kepada orang yang sudah meninggal. Ada yang berpendapat sampai, dan ada yang berpendapat tidak sampai.

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Sinar Baru, Bandung, 2003
-Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Syafi’I, Jakarta, 2003.
-Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Pustaka Asma, Jakarta, 2009.
-Syaikh Ahmad bin Musthafa al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i, Almahira, Yakarta, 2007.
-Imam Bukhari, Sahih Bukhari, Darul Fikri, Beirut, 2006.
-Imam Muslim, Sahih Muslim, Darul Ilmi, Surabaya
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, As-Syifa, Semarang, 1994.
-Syekh Muhammad bin Abdurrakhman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, Hasyimi Press, Bandung, 2004
-Zainuddin bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006
-Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, dkk, Syarah Riyadhush Shalihin, Gema Insani, Jakarta, 2010.


*Slawi, Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...