Jumat, 11 Maret 2011

MEMBASUH MUKA DALAM BERWUDHU

MEMBASUH MUKA DALAM BERWUDHU
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Para ulama sepakat bahwa membasuh muka merupakan fardhu wudhu. Namun mereka berbeda pendapat tentang hukum menyela-nyela jenggot ketika membasuh muka. Ada yang berpendapat sunnah, ada pula yang berpendapat wajib.

Membasuh Muka
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Fardhu wudhu yang kedua adalah membasuh muka. Maksudnya adalah mengalirkan air ke bagian muka karena arti membasuh itu ialah mengalirkan. Batas panjang muka ialah dari puncak kening hingga dagu, sedangkan lebarnya adalah dari pinggir telinga ke pinggir telinga yang sebelahnya lagi.
[Fiqih Sunnah 1, hal 50].

Imam Nawawi dakam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
الفرض الثاني غسل الوجه ويجب استيعابه بالغسل وحده من مبدأ تسطيح الجبهة إلى منتهى الذقن طولا ومن الأذن إلى الأذن عرضا وتدخل الغايتان في حد الطول ولا تدخلان في العرض فليست النزعتان من الوجه وهما البياضان المكتنفان للناصية أعلى الجبينين ولا موضع الصلع وهو ما انحسر عنه الشعر فوق ابتداء التسطيح
وأما الصدغان وهما في جانبي الأذن يتصلان بالعذارين من فوق فالأصح أنهما ليسا من الوجه
Syarat wajib wudhu yang kedua adalah membasuh wajah. Dalam hal ini wajah yang wajib dibasuh secara merata dan menyeluruh, yang batasannya memanjang dari permulaan atas kening hingga bagian bawah dagu, dan batasan lebarnya dari telinga ke yelinga yang lain. Kedua ujung dahi termasuk batasan panjangnya dan tidak termasuk batasan lebarnya. Kedua belahan yang tidak ditumbuhi rambut di bagian depan kepala tidak termasuk wajah, yaitu yang licin halus di bagian depan kepala dan di atas dahi. Demikian juga dengan tempat botak di kepala. Yaitu membelah rambut kepala di atas dahi. Adapun kedua pelipis, yaitu di sebelah telinga dan menyatu dengan kedua jambang dari atas, maka menurut pendapat yang ashah tidak termasuk wajah.

ولو نزل الشعر فعم الجبهة أو بعضها وجب غسل ما دخل في الحد المذكور وفي وجه ضعيف أنه لا يجب إلا إذا عمها وموضع التحذيف من الرأس لا من الوجه على الأصح
Apabila rambut tebal dan turun ke bagian dahi atau sebagiannya, maka wajib membasuh dalam batasan wajah yang telah disebutkan. Menurut pendapat yang lemah bahwa itu tidak wajib kecuali apabila menyebar di seluruh wajah. Tempat tumbuhnya rambut halus antara jambang dan pelipis tidak di kepala tidak termasuk wajah menurut pendapat yang ashah.
[Raudhatuth Thalibin 1/37 (1/197)].


Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
قال الله تبارك وتعالى فاغسلوا وجوهكم
فكان معقولا أن الوجه ما دون منابت شعر الرأس إلى الأذنين واللحيين والذقن وليس ما جاوز منابت شعر الرأس الأغم من النزعتين من الرأس وكذلك أصلع مقدم الرأس ليست صلعته من الوجه
Allah subhanahu wata’ala berfirman , “Maka basuhlah mukamu…….” (QS. Al-Maidah : 6)
Adalah satu hal yang logis bahwa muka itu tidak menjadi tempat tumbuhnya rambut kepala sampai kepada dua telinga, tulang rahang dan dagu. Bukanlah dinamakan muka apabila melewati tempat tumbuh rambut kepala dan dua tepi dahi itu termasuk bagian dari kepala. Demikian halnya bagian yang botak dari kepala, botak itu bukanlah bagian dari wajah.
وأحب إلي لو غسل النزعتينمع الوجه وإن ترك ذلك لم يكن عليه في تركه شيء فإذا خرجت لحية الرجل فلم تكثر حتى توارى من وجهه شيئا فعليه غسل الوجه كما كان قبل أن تنبت فإذا كثرت حتى تستر موضعها من الوجه فالاحتياط غسلها كلها
ولا أعلمه يجب غسلها كلها وإنما قلت لا أعلم يجب غسلها كلها بقول الأكثر والأعم ممن لقيت وحكى لي عنه من أهل العلم
Saya lebih suka kalau dua tepi dahi itu dibasuh bersama muka. Namun apabila hal itu ditinggalkan, maka tidak ada hukum untuknya (tidak megapa). Apabila janggut yang tumbuh pada diri seseorang tidak lebat dan menutup sedikit mukanya, maka ia harus membasuh mukanya seperti ketika janggut itu belum tumbuh. Namun apabila janggut itu tebal dan megambil tempat pada wajahnya, maka tindakan yang lebih berhati-hati ialah dengan membasuh semuanya.
Saya tidak mengetahui tentang kewajiban membasuhnya, karena hal itu hanya pendapat kebanyakan ulama dan umumnya dari orang-orang yang saya jumpai.

وإذا لم يجب غسله لم يجب تخليله ويمر الماء على ظهر شعر اللحية كما يمره على وجهه وما مسح من ظاهر شعر الرأس لا يجزيه غير ذلك
Saya tidak memandang wajib membasuh bagian bawah tempat tumbuh janggut. Apabila tidak wajib membasuhnya, maka menyela-nyelanya dengan jari jemari pun tidak termasuk hal yang diwajibkan. Hendaknya melewatkan air pada permukaan bulu janggutnya, seperti halnya melewatkan air pada wajahnya, dan menyapukan air pada permukaan rambut kepada adalah benar.
[Al-Umm 1/27; Ringkasan Kitab Al-Umm 1/35)].

Menyela-nyela Jenggot
Dari Utsman,
أن النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم كان يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ‏‏
”Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam biasa menyela-nyela jenggotnya” (HR. Ibnu Majah dan At-Tirmidzi, dan At-Tirmidzi mengesahkannya)

Dari Anas bin Malik radhiyallaHu ‘anHu, ia berkata,
أن النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم كان إذا توضأ َأخذ كَفًًّا من ماء فأدخله تحت حَنَكِهِ فَخَلَّلَ بِهِ لِحْيَتَهُ‏‏ وقال‏:‏ هكذا أمرني ربي عز وجل
“Jika Rasulullah berwudhu, beliau ambil segenggam air lalu memasukkannya ke bawah dagunya, dengan air itu belia menyela – nyelai jenggotnya. Beliau lantas bersabda, ‘Begitulah Rabbku memerintahkanku’” (HR. Abu Dawud no. 145 dan lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Irwaa’ al Ghaliil no. 92)

Imam Asy-Syaukani berkata :
والحديثان يدلان على مشروعية تخليل اللحية وقد اختلف الناس في ذلك فذهب إلى وجوب ذلك في الوضوء والغسل العترة والحسن بن صالح وأبو ثور والظاهرية كذا في البحر واستدلوا بما وقع في أحاديث الباب بلفظ‏:‏ ‏(‏هكذا أمرني ربي‏)‏ وذهب مالك والشافعي والثوري والأوزاعي إلى أن تخليل اللحية ليس بواجب في الوضوء
Kedua hadits dalam bab ini menunjukkan diperintahkannya menyela-nyela jenggot. Tetapi perlu diketahui bahwa masalah ini banyak dipertentangkan oleh para ahli. Menurut Al-’Athrah, Hasan bin Al-Shalih, Abu Tsaur dan Ahli Zhahir menyela-nyela jenggot adalah wajib. Hal itu diungkapkan dalam kitab Al-Bahr. Pendapat itu didasarkan atas hadits dalam bab ini yang mencantumkan kalimat, ”Demikianlah Allah memerintahkanku”. Menurut Malik, Syafi’i, Al-Tsauri dan Al-Auza’i menyela-nyela jenggot hukumnya tidak wajib dalam wudhu.
[Nailul Authar 1/121 (1/ 330)].

Kesimpulam
1. Mayoritas ulama berpendapat bahwa membasuh muka ketika berwudhu hukumnya wajib.
2. Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyela-nyela jenggot ketika membasuh muka hukumnya sunnah.

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
-Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Imam Nawawi Raudhatuth Thalibin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007.


*Slawi, Maret 2011

2 komentar:

  1. Ketika membasuh wajah saat berwudhu, apakah bagian-bagian dalam wajah (seperti mata, lubang hidung, dan bagian dalam mulut) juga wajib dibasuh? Terima kasih atas jawabannya... :)

    BalasHapus
  2. Maap baru sempat jawab.
    Betul, mata termasuk bagian wajah yang harus dibasuh ketika membasuh wajah. Sedangkan bagian dalam mulut dibasuh ketika berkumur. Dan bagian dalam hidung dibasuh ketika berinsyiqaq (menghisap air dengan hidung).
    Silahkan baca : http://masnuntholab.blogspot.com/2011/03/berkumur-dan-menghisap-air-hidung.html

    BalasHapus

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...