Rabu, 30 Maret 2011

MANDI KARENA KELUAR MANI

MANDI KARENA KELUAR MANI
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Para ulama sepakat bahwa mandi itu wajib karena keluar mani atau sperma. Demikian dikatakan Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid.

عن علي عليه السلام قال‏:‏ ‏‏كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً, فَسَأَلْتُ النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم فقال‏:‏ في الْمَذِي الْوُضُوْءُ وفي الْمَنِي الْغَسْلُ‏‏
رواه أحمد وابن ماجه والترمذي وصححه‏.‏
ولأحمد فقال‏:‏ ‏‏إذا حَذَفْتَ الْمَاءَ فَاغْتَسِلْ من الجنابةِ فإذا لم تكن حَاذِفًا فلا تَغْتَسِلْ
Dari Ali, ia berkata, “Aku adalah seorang laki-laki yang sering keluar madzi, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, kemudian ia menjawab, ‘Dalam madzi itu ada wudhu, dan di dalam mani ada mandi,” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi mengesahkannya. Bagi Ahmad (dikatakan), lalu beliau bersabda, “Kalau engkau mengeluarkan air (mani) maka mandilah karena janabat, dan apabila engkau tidak mengeluarkan mani maka jangan mandi”)

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
والحديث يدل على عدم وجوب الغسل من المذي وأن الواجب الوضوء وقد تقدم الكلام في ذلك في باب ما جاء في المذي من أبواب تطهير النجاسات‏.‏ ويدل على وجوب الغسل من المني قال الترمذي‏:‏ وهو قول عامة أهل العلم من أصحاب النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم والتابعين وبه يقول سفيان والشافعي وأحمد وإسحاق‏.‏
Hadits di atas menunjukkan tidak wajibnya mandi karena keluar madzi, tetapi wajib wudhu. Pembicaraan maslah ini telah dikemukakan pada bab sesuci dari hadats. Dan, hadits di atas menunjukkan wajib mandi karena keluar mani. At-Tirmidzi mengatakan, pendapat ini adalah pendapat umumnya ahli ilmu dan para sahabat Nabi dan Tabi’in. Ini menurut Sufyan, Asy-Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.
[Nailul Authar 1/181 (1/495)].

وعن أم سلمةَ أن أم سليمٍ قالت‏:‏ ‏يا رسولَ اللَّه إن اللَّه لا يَسْتَحْيِي من الحقِّ فهل على الْمَرْأَةِ الْغُسْلُ إذا احْتَلَمَتْ قال‏:‏ نعم إذا رَأَتِ الْمَاءَ فقالتْ أمُّ سلمةَ‏:‏ وتَحْتَلِمُ المرأةُ؟ فقال‏:‏ تَرِبَتْ يَدَاكَ فَبِمَا يُشْبِهُهَا وَلَدُهَا؟‏‏
Dari Ummu Salamah, bahwa Ummu Sulaim berkata, ”Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu karena sesuatu yang haq (maka aku bertanya), ’Apakah wanita wajib mandi jinabat kalau ia bermimpi?’ Beliau menjawab, ’Ya, apabila melihat air’ Kemudian Ummu Sulaim bertanya lagi, ’Apakah perempuan juga bermimpi?’ ’Celaka engkau! Kalau tidak begitu dengan apa anaknya serupa degan dia?’” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).

Asy-Syaukani berkata :
والحديث يدل على وجوب الغسل على المرأة بإنزالها الماء‏.‏ قال ابن بطال والنووي‏:‏ وهذا لا خلاف فيه . وفي الحديث رد على من قال أن ماء المرأة لا يبرز‏.‏
Hadits di atas menunjukkan bahwa mandi itu wajib bagi wanita yang keluar mani. Ibnu Baththal dan An-Nawawi mengatakan, tidak ada selisih pendapat dalam hal ini.
Hadits di atas juga menunjukkan sebagai sanggahan bagi orang yang berpendapat bahwa air (mani) wanita itu tidak tampak.
[Nailul Authar 1/ (1/496)].

Ibnu Rusyd dalam kitab bidayatul Mujtahid mengatakan :
واتفق العلماء على وجوب هذه الطهارة من حدثين: أحدهما خروج المني على وجه الصحة في النوم أو اليقظة من ذكر كان أو أنثى، إلا ما روي عن النخعي من أنه كان لا يرى على المرأة غسلا من الاحتلام، وإنما اتفق الجمهور على مساواة المرأة في الاحتلام للرجل لحديث أم سلمة
Para ulama sepakat bahwa mandi itu wajib karena terjadinya dua hadats. Pertama, Keluar mani atau sperma. Mani yang keluar secara normal, baik karena dorongan mimpi atau dalam keadaan terjada bagi laki-laki dan perempuan, wajib mandi. Menurut Nakhai, wanita yang bermimpi basah tidak wajib mandi. Tetapi jumhur ulama sepakat bahwa mimpi basah tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Pendapat ini berdasarkan hadits riwayat Ummu Salamah ketika ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam. (lihat hadits di atas)
[Bidayatul Mujtahid 1/33 (1/87)]

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
فمن رأي الماء الدافق متلذذا أو غير متلذذ فعليه الغسل وكذلك لو جامع فخرج منه ماء دافق فاغتسل ثم خرج منه ماء دافق بعد الغسل أعاد الغسل وسواء كان ذلك قبل البول أو بعد ما بال إذا جعلت الماء الدافق علما لا لإيجاب الغسل وهو قبل البول وبعده سواء والماء الدافق الثخين الذي يكون منه الولد والرائحة التي تشبه رائحة الطلع
ولو وجد في ثوبه ماءا دافقا ولا يذكر أنه جاء منه ماء داف باحتلام ولا بغيره أحببت أن يغتسل ويعيد الصلاة ويتأخى فيعيد بقدر ما يرى أن ذلك الاحتلام كان أو ما كان من الصلوات بعد نوم رأى فيه شيئا يشبه أن يكون احتلم فيه
Barangsiapa melihat air yang memancar, baik terasa nikmat atau tidak, maka wajib baginya mandi. Demikian juga halnya apabila ia bersetubuh lalu mengeluarkan mani, maka ia harus mandi. Apabila keluar lagi air yang memancar setelah mandi, maka ia harus mengulangi mandinya, dan sama saja apakah sebelum membuang air kecil atau sesudahnya. Jadi, keluarnya air yang terpancar dari seseorang merupakan tanda bahwa ia harus mandi, baik sebelum membuang air kecil ataupun sesudahnya.
Air yang terpancar adalah yang hangat dan darinya terlahir seorang anak, serta baunya menyerupai serbuk kurma.
Jika ia mnemukan mani pada kainnya, tetapi lupa bahwa air mani itu berasal dari mimpi atau selainnya, maka saya lebih menyukai apabila ia mandi dan mengulangi shalatnya. Hendaknya seseorang bersikap teliti dengan mengulangi semua shalat yang diduga dilakukan setelah air mani itu keluar, atau ia mengulangi shalat yang dilakukannya setelah bangun tidur, dimana ia melihat sesuatu yang diduga telah menyebabkan air maninya keluar.
[Al-Umm 1/48 ; Ringkasan Kitab Al-Umm 1/55]

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Disini ada beberapa persoalan yang sering terjadi dan memerlukan sebuah keteangan yang lebih terperinci, yaitu sebagai berikut :
1. Jika mani keluar tanpa syahwat, tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka ia tidak mewajibkan mandi. Dalam hadits Ali RA disebutkan,
”Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ”Jika air mani itu terpancar dengan kuat maka mandilah,” (HR. Abu Dawud)
Mujahid mengatakan, ”Ketika kami, yaitu sahabat-sahabat yakni, Ibnu Abbas, Thawus, Sa’id bin Jubair, dan Ikkrimah duduk melingkar di dalam masjid, sedang Ibnu Abbas sedang berdiri shalat, maka tiba-tiba muncullah di hadapan kami seorang laki-laki yang bertanya, ’Adakah diantara tuan-tuan yang dapat memberi fatwa?’ ’Keluarkanlah pertanyaan anda!’ ujar kami. Katanya, ’Setiap kali saya kencing maka air kencing itu senantiasa diiringi oleh air yang terpancar’
Kamipun bertanya, ’Apakah ia air yang menjadi asal kejadian anak?’
’Benar’ ujarnya. ’Kalau demikian, anda wajib mandi,’ ujar kami lagi.
Akan tetapi laki-laki itu tidak menampakkan kepuasannya dengan jawaban kami dan kemudian ia memalingkan dirinya untuk melangkah pergi. Sementara itu Ibnu Abbas menyegerakan shalatnya lalu mengatakan kepada Ikrimah supaya memanggil orang itu.
Ketika orang itu sedang berbalik, Ibnu Abbaspun bertanya kepada kami, ’Apakah fatwa anda terhadap laki-laki itu berdasarkan kitabullah?’ Ujar kami, ’Tidak’. Ibnu Abbas bertanya lagi, ’Apakah fatwa anda tadi berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam?’. Kamipun menjawab, ’Tidak’. Ibnu Abbas bertanya lagi, ’Apakah fatwa anda tadi berdasarkan pendapat sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam?’. ’Juga tidak’. ’Kalau begitu dari mana fatwa Anda itu?’ tanyanya lagi, ’Dari hasil pemikiran kami sendiri’, tegas kami.
Itulah sebabnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ’Seorang ahli hukum lebih berat bagi setan dibandingkan dengan seribu orang ahli ibadah’.
Dalam pada itu, laki-laki tadipun tiba kembali dihadapan Ibnu Abbas, lalu beliau bertanya kepadanya, ’Bagaimanakah perasaanmu bila yang demikian itu terjadi, apakah disertai dengan syahwat pada kemaluanmu?’. Laki-laki itu menjawab, ’Tidak’. Tanya Ibnu Abbas pula, ’Apakah engkau merasakan kelesuan pada tubuhmu?’. ’Tidak’, ujarnya lagi.
’Kalau begitu, ia hanya karena pengaruh cuaca dingin,’ Kata Ibnu Abbas pula, ’Jadi, anda cukup berwudhu saja jika terjadi hal demikian itu’”

2. Bila seseorang bermimpi, tetapi tidak menemukan bekas air mani maka ia tidak wajib mandi.
Ibnu Mundzir mengatakan, ”Menurut ingatan saya, hal itu merupakan ijma’ ulama”. Dan dalam hadits Ummu Sulaim di atas ditegaskan, ’Apakah wanita wajib mandi jinabat kalau ia bermimpi?’ Beliau menjawab, ’Ya, apabila melihat air’. Berdasarkan keterangan hadits ini dapat diambil suatu kesimpulan, jika seseorang tidak melihat air mani, maka ia tidak wajib mandi. Akan tetapi, seandainya mani itu keluar setelah bangun, maka ia wajib mandi.

3. Bila seseorang bangun tidur, lalu menemukan basah tetapi tidak ingat bahwa ia bermimpi, maka ia wajib mandi jika ia yakin bahwa itu adalah mani. Karena pada zahirnya, air mani keluar adalah karena mimpi, tetapi ia sudah tidak ingat lagi. Dan jika seseorang itu bimbang dan ragu, apakah itu mani atau bukan, ia wajib mandi demi menjaga diri.
Menurut Mujahid dan Qatadah, ia tidak wajib mandi hingga ia betul-betul yakin bahwa itu adalah air yang terpancar. Karena yang diyakini adalah masih dalam keadaan suci dan keadaan seperti ini tidak bisa dihapuskan hanya dengan kebimbangan semata.

4. Jika seseorang merasakan hendak keluarnya mani pada saat memuncaknya syahwat, tetapi ia menahan kemaluannya hingga ia tidak keluar, maka orang tersebut tidak wajib mandi. Karena berdasarkan hadits Nabi yang telah disebutkan bahwa kewajiban mandi itu dihubungkan dengan melihat air mani yang jelas.
Oleh karenanya, sekiranya seseorang tidak melihat air mani, maka ia pun tidak wajib mandi. Akan tetapi seandainya ia berjalan lalu mani keluar, maka wajiblah ia mandi.

5. Jika ia melihat mani pada kainnya, tetapi tidak mengetahui waktu keluarnya dan kebetulan sudah shalat, maka ia wajib mengulangi shalat dari waktu tidurnya yang terakhir, kecuali bila ada keyakinan bahwa keluarnya sebelum itu sehingga ia harus mengulangi dari waktu tidur yang terdekat dimana mani itu mungkin keluar.
[Fiqih Sunnah 1, hal. 81-83].

Wallahu a’lam

Sumber rujukan :
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006

*Slawi, Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...