BERWUDHU SEBELUM TIDUR
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Disunnatkan berwudhu bagi orang yang mau tidur, baik dalam keadaan suci, dalam keadaan berhadats, maupun dalam keadaan junub.
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar mengutip dan menjelaskan hadits berikut :
عن البراءِ بنِ عازبٍ: قال النبيُّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم: إذا أتَيْتَ مَضْجَعَكَ فتوضأْ وضوءَ كَ للصلاةِ ثم اضْطَجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ ثم قُلْ
"اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إليكَ ووجَّهْتُ وجْهِيَ إليك وفَوَّضْتُ أَمْرِي إليك وألْجَأْتُ ظَهْرِي إليك رَغْبَةً ورَهْبَةً إليك لا مَلْجَأَ ولا مَنْجَى مِنْكَ إلا إليك اللَّهم آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الذي أنْزَلْتُ ونَبِيِّكَ الذي أرْسَلْتَ"
فَإِنْ مِتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ على الْفِطْرَةِ واجْعَلْهُنَّ مِنْ آخِرِ ما تَتَكَلَّمَ بِهِ قال: فَرَدَّدَهَا عليَّ النبيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم فلمَّا بَلَغْتُ اللَّهم آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الذي أنْزَلْتُ قُلْتُ: وَرَسُوْلِكَ قال: لا ونَبِيِّكَ الذي أرْسَلْتَ
Dari Al Barra` bin ‘Azib r.a., Rasulullah SAW. bersabda kepadaku: “Apabila kamu hendak tidur, maka berwudlulah sebagaimana kamu berwudlu untuk shalat. Setelah itu berbaringlah dengan miring ke kanan, dan ucapkanlah:
اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إليكَ ووجَّهْتُ وجْهِيَ إليك وفَوَّضْتُ أَمْرِي إليك وألْجَأْتُ ظَهْرِي إليك رَغْبَةً ورَهْبَةً إليك لا مَلْجَأَ ولا مَنْجَى مِنْكَ إلا إليك اللَّهم آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الذي أنْزَلْتُ ونَبِيِّكَ الذي أرْسَلْتَ
(Ya AIlah ya Tuhanku, aku berserah diri kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dalam keadaan harap dan cemas, karena tidak ada tempat berlindung dan tempat yang aman dari adzab-Mu kecuali dengan berlindung kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang telah Engkau turunkan dan aku beriman kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus).
‘Apabila kamu meninggal (pada malam itu) maka kamu mati dalam keadaan fitrah (suci). Dan jadikan bacaan tersebut sebagai penutup ucapanmu (menjelang tidur).’ Maka aku berkata; ‘Apakah saya menyebutkan; ‘Saya beriman kepada Rasul-Mu yang telah Engkau utus? ‘ Beliau menjawab: ‘Tidak, namun saya beriman kepada Nabi-Mu yang telah Engkau utus.’ (HR.Bukhari:5836)
Asy-Syaukani berkata :
قوله: (فتوضأ) ظاهره استحباب تجديد الوضوء لكل من أراد النوم ولو كان على طهارة ويحتمل أن يكون مخصوصًا بمن كان محدثًا.
Perkataan : “maka wudhulah” itu, zhahirnya menunjukkan disunnatkannya memperbaharui wudhu untuk setiap orang yang hendak tidur, meskipun ia masih dalam keadaan suci, dan mungkin juga bahwa anjuran wudhu itu hanya khusus bagi orang yang berhadats.
قوله: (لا ونبيك) قال الخطابي: فيه حجة لمن منع رواية الحديث بالمعنى
كان في اللفظ سر ليس في الآخر ولو كان يرادفه في الظاهر أو لعله أوحي إليه بهذا اللفظ فرأى أن يقف عنده
Perkataan : ”laa, wanabiyyika” itu Al-Khattabi mengatakan, ini menjadi hujjah bagi orang yang berpendapat bahwa meriwayatkan hadits dengan maksudnya itu dilarang.
Mungkin juga karena di dalam lafadz tersebut terkandung rahasia yang tidak terdapat di dalam lafadz yang lain, meskipun zhahirnya berbentuk sinonim. Atau mungkin diwahyukan kepadanya dengan lafadz tersebut, sehingga ia mengetahui agar ia tetap menggunakannya.
[Nailul Authar 1/177 (1/483)].
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Dan yang lebih utama bagi orang yang sedang junub adalah melakukan seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar di bawah ini,
يا رسولَ اللَّه أَيَنَامُ أَحَدُنَا وهو جُنُبٌ قال: نعم إذَا تَوَضَّأَ
”Ya Rasulullah, bolehkah salah seorang diantara kami tidur dalam keadaan junub? Ia menjawab, ’Boleh apabila ia telah berwudhu’” (HR. Jamaah)
Dan dari Aisyah RA,
كان رسولُ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم إذا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وهو جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ للصلاةِ
”Adalah Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam apabila hendak tidur –sedang ia dalam keadaan junub- maka ia menyuci kemaluannya lalu wudhu seperti wudhu untuk shalat” (HR. Jamaah).
[Fiqih Sunnah 1, hal. 71].
Kesimpulan:
1. Disunnatkan berwudhu bagi orang yang mau tidur, baik dalam keadaan suci, dalam keadaan berhadats, maupun dalam keadaan junub.
2. Tidak boleh mengganti lafadz hadits dengan lafadz yang lain meskipun mempunyai makna yang sama, karena, karena di dalam lafadz tersebut terkandung rahasia yang tidak terdapat dalam lafadz yang lain.
Wallahu a’lam
Sumber rujukan :
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
*Slawi, Maret 2011
Selasa, 29 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH
YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...
-
MENGUSAP KEPALA DALAM BERWUDHU Oleh : Masnun Tholab www.masnuntholab.blogspot.com Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sha...
-
MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU? Oleh : Masnun Tholab www.masnuntholab.blogspot.com Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalia...
-
TALKIN (Sebelum Meninggal) Oleh : Masnun Tholab www.masnuntholab.blogspot.com إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ و...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar