Minggu, 06 Februari 2011

MENGULANG SHALAT BERJAMAAH

MENGULANG SHALAT BERJAMAAH
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam.
Shalat jamaah adalah ibadah yang sangat utama. Karena begitu besar keutamaan shalat jamaah, maka bagi orang yang mendapati shalat jamaah di masjid dianjurkan untuk mengikuti shalat jamaah meskipun dia sudah melakukan shalat sebelumnya.

Hadits-hadits dalam kitab Al-Muntaqa :
Dari Abu Sa’id,
أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَقَدْ صَلَّى رسولُ اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم بأَِصْحَابِهِ فقال رسولُ اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم‏:‏ مَنْ يَتَصَدَّقُ على ذَا فَيُصَلِّي مَعَهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَصَلَّى مَعَهُ
bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid sedangkan Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam sudah selesai shalat, maka beliaupun bersabda, ”Siapa yang mau bershadaqah untuk orang ini, menemaninya shalat?” Lalu berdirilah salah seorang dari mereka kemudian ia shalat bersamanya. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

وفي رواية لأحمد‏:‏ ‏(‏صلى رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم بأَِصْحَابِهِ الظُّهْرَ فَدَخَلَ رَجُلٌ‏)‏ وَذَكَرَهُ
Dalam riwayat Ahmad yang lain : Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam telah selesai shalat dhuhur bersama para sahabatnya, lalu seorang laki-laki masuk” Kemudian dikemukakan hadits tadi.

Imam Asy-Syaukani mengatakan :
والحديث يدل على مشروعية الدخول مع من دخل في الصلاة منفردًا وإن كان الداخل معه قد صلى في جماعة
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya untuk menyertai shalat orang yang shalat sendirian, walaupun ia sendiri telah mengerjakan shalat berjamaah.
[Nailul Authar 1, hal. 743].

Dari Mihjan bin Al-Adra’, ia menuturkan,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صلى اللَّه عليه وسلم وهو في المسجدِ فَحَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَصَلَّى يعني ولم أُصَلِّ فقال لي‏:‏ أَلَا صَلَّيْتَ قُلْتُ‏:‏ يا رسول اللَّه إني قد صليت في الرَّحْلِ ثُمَّ أُتَيْتُكَ قال‏:‏ فإذا جِئْتَ فَصَلِّ معهم واجْعَلْهَا نَافِلَةً
”Aku menemui Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam, saat itu beliau sedang di masjid, lalu tibalah waktu pelaksanaan shalat, maka beliaupun shalat, tapi aku tidak ikut shalat. Beliau berkata kepadaku, ’Mengapa engkau tidak ikut shalat?’ Aku jawab, ’Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tadi sudah shalat di rumah, lalu aku datang kepadamu,’ Beliau bersabda, ’Bilau engkau datang, maka shalatlah bersama mereka, dan jadikanlah itu sebagai shalat sunnah’” (HR. Jamaah).

Dari Sulaiman, mantan budak Maimunah, ia menuturkan,
‏‏ أَتَيْتُ على ابنِ عُمَرَ وهو بِالْبِلَاطِ وَالْقَوْمُ يُصَلُّوْنَ في المسجد فَقُلْتُ‏:‏ ما يَمْنَعُكَ أنْ تُصَلِّيَ مع الناسِ قال‏:‏ إني سمعتُ رسولَ اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم يقول‏:‏ لا تُصَلُّوْا صَلَاةً في يومٍ مَرَّتَيْنِ‏
”Aku menemui Ibnu Umar, ia sedang di lantai sementara orang-orang sedang shalat di masjid. Maka aku berkata, ’Apa yang menghalangimu untuk shalat bersama orang-orang?’ Ia menjawab, ’Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda, ”Janganlah kalian melakukan satu shalat dua kali dalam satu hari’” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i)

Imam Asy-Syaukani mengatakan :
وحديث محجن وما قبله من الأحاديث التي أشار إليها المصنف تدل على مشروعية الدخول في صلاة الجماعة لمن كان قد صلى تلك الصلاة ولكن ذلك مقيد بالجماعات التي تقام في المساجد
Hadits Mihjan menunjukkan disyariatkannya mengikuti shalat jamaah bagi yang telah melaksanakan shalat tersebut, namun ini terikat dengan jamaah yang dilaksanakan di masjid.
قوله‏:‏ ‏(‏لا تصلوا صلاة في يوم مرتين‏)‏ وقد تمسك بهذا الحديث القائلون أن من صلى في جماعة ثم أدرك جماعة لا يصلي معهم كيف كانت لأن الإعادة لتحصيل فضيلة الجماعة وقد حصلت له وهو مروي عن الصيدلاني والغزالي وصاحب المرشد‏.‏ قال في الاستذكار
Sabda belia (Janganlah kalian melakukan satu shalat dua kali dalam satu hari) hadits ini dijadikan dalil oleh mereka yang berpendapat bahwa orang yang telah mengerjakan suatu shalat bersama jamaah, kemudian ia mendapati lagi jamaah lain yang sedang mengerjakan shalat tersebut, maka ia tidak perlu lagi shalat bersama jamaah kedua, bagaimanapun kondisinya. Karena keutamaan berjamaah telah diperolehnya. Demikian pendapat yang diriwayatkan dari Ash-Shaidalani, Al-Ghazali dan penulis Al-Mursyid.

اتفق أحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه على أن معنى قوله صلى اللَّه عليه وسلم‏:‏ ‏(‏لا تصلوا صلاة في يوم مرتين‏)‏ أن ذلك أن يصلي الرجل صلاة مكتوبة عليه ثم يقوم بعد الفراغ منها فيعيدها على جهة الفرض أيضًا وأما من صلى الثانية مع الجماعة على أنها نافلة إقتداء بالنبي صلى اللَّه عليه وسلم في أمره بذلك فليس ذلك من إعادة الصلاة في يوم مرتين لأن الأولى فريضة والثانية نافلة فلا إعادة حينئذ‏
Ahmad bin Hambal dan Ishaq bin Rahawiyah telah sepakat, bahwa makna sabda Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam (Janganlah kalian melakukan satu shalat dua kali dalam satu hari) adalah, seseorang telah melaksanakan suatu shalat fardhu, setelah selesai, ia mengulanginya lagi juga sebagai shalat fardhu. Adapun orang yang meniatkan shalat keduanya bersama jamaah sebagai shalat sunnah, sesuai dengan tuntunan dan perintah Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam, maka ini tidak termasuk mengulangi suatu shalat dua kali dalam hari yang sama. Karena shalat pertama diniatkan sebbagai shalat fardhu, sedangkan yang kedua kalinya diniatkan sebagai shalat sunnah, sehingga dengan begitu tidak terjadi pengulangan.
[Nailul Authar 1, hal. 747; lihat Fiqih Sunnah 1, hal. 352-353].

Syekh Muhammad Abid As-Sindi dalam kitab Musnad Syafi’i menjelaskan hadits dari Dari Mihjan bin Al-Adra’ :
Mengulangi shalat seperti yang disebutkan dalam hadits ini hukumnya sunnat, pelakunya beroleh pahala. Hal ini lebih baik baginya dari pada ia berbeda dengan jamaah yang sedang shalat dan hanya duduk saja, sedangkan mereka mengerjakan shalat.
[Musnad Syafi’i 1, hal. 226]

Dari Ibnu Umar RA, dia berkata :
مَنْ صَلَّى الْمَغْرِبَ و اَلصُّبْحَ ثُمَّ اَدْرَكَهُمَا مَعَ اْلِامَامِ فَلَا يُعِدْ لَهُمَا
"Barangsiapa telah shalat Maghrib dan shalat shubuh, kemudian menjumpai keduanya bersama imam, maka janganlah ia mengulangi keduanya".
Syekh Muhammad Abid As-Sindi berkata :
Larangan mengulangi shalat Maghrib dan shalat Shubuh dengan berjamaah ini, karena seandainya seseorang mengulanginya niscaya shalat tersebut jatuhnya sunnat baginya, sedangkan tiga rekaat tidak boleh dijadikan shalat sunnat. Seandainya ia mengulangi shalat Shubuh, niscaya ia melakukan shalat sunnat sesudah fajar, sedangkan tidak ada shalat sunnat sesudahnya selain dari dua rekaat sebelumnya.
[Musnad Syafi’i 1, hal. 226].

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
روي عن أنس أنه صلى مع أبى موسى الصبح فى المربد ثم انتهيا إلى المسجد الجامع فأقيمت الصلاة فصليا مع المغيرة بن شعبة
Diriwayatkan bahwa Anas mengerjakan shalat subuh bersama Abu Musa di tempat penjemuran kurma lalu keduanya datang ke masjid, sedangkan pada saat itu shalat hendak didirikan. Keduanya lalu mengerjakan shalat sekali lagi dengan Mughirah bin Syu’bah.
[Fiqih Sunnah 1, hal. 353]

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Bulughul Maram mengutip hadits dari Yazid Ibnu al-Aswad
أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلَاةَ اَلصُّبْحِ, فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا هُوَ بِرَجُلَيْنِ لَمْ يُصَلِّيَا, فَدَعَا بِهِمَا, فَجِيءَ بِهِمَا تَرْعَدُ فَرَائِصُهُمَا, فَقَالَ لَهُمَا: "مَا مَنَعَكُمَا أَنْ تُصَلِّيَا مَعَنَا?" قَالَا: قَدْ صَلَّيْنَا فِي رِحَالِنَا. قَالَ: "فَلَا تَفْعَلَا, إِذَا صَلَّيْتُمَا فِي رِحَالِكُمْ, ثُمَّ أَدْرَكْتُمْ اَلْإِمَامَ وَلَمْ يُصَلِّ, فَصَلِّيَا مَعَهُ, فَإِنَّهَا لَكُمْ نَافِلَةٌ" } رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَاللَّفْظُ لَهُ, وَالثَّلَاثَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان
bahwa dia pernah sholat Shubuh bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah usai sholat beliau bertemu dengan dua orang laki-laki yang tidak ikut sholat. Beliau memanggil kedua orang itu, lalu keduanya dihadapkan dengan tubuh gemetaran. Beliau bertanya pada mereka: "Apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut sholat bersama kami?" Mereka menjawab: Kami telah sholat di rumah kami. Beliau bersabda: "Jangan berbuat demikian, bila kamu berdua telah sholat di rumahmu kemudian kamu melihat imam belum sholat, maka sholatlah kamu berdua bersamanya karena hal itu menjadi sunat bagimu." Riwayat Imam Tiga dan Ahmad dengan lafadz menurut riwayat Ahmad. Hadits shahih menuru Ibnu Hibban dan Tirmidzi.
Imam Ash-Shan’ani berkata :
وهذا الحديث وقع في مسجد الخيف، في حُجَّة الوداع. فدل على مشروعية الصلاة مع الإمام إذا وجده يصلي أو سيصلي بعد أن كان قد صلى جماعة أو فرادى، والأولى هي الفريضة والأخرى نافلة كما صرح به الحديث.
وظاهره أنه لا يحتاج إلى رفض الأول. وذهب إلى هذا زيد بن علي والمؤيد وجماعة من الآل وهو قول الشافعي
Hadits ini terjadi di masjid Al-Khiif pada waktu haji wada’, yang menunjukkan tentang diosyariatkannya seseorang shalat bersama imam jika mendapatinya sedang shalat atau akan shalat, setelah orang itu selesai melaksanakan shalat baik secara berjamaah atau sendirian. Maka shalat yang telah dilakukan –pertama- dihitung shalat fardhu baginya, sedang shalat yang dilakukan kedua kalinya –bersama dengan imam- dianggap sunnah sebagaimana yang dijelaskan hadits ini. Dzahirnya hadits ini, bahwa tidak perlu menolak shalat pertama –yakni shalat pertama dianggap sebagai shalat fardhu-. Pendapat ini didukung oleh Zaid bin Ali, Al-Muayyid Billah, dan sekelompok ulama ahlul bait. Ini juga merupakan pendapat Imam Asy-Syafi’i.
[Subulusssalam 1, hal. 624]

Imam Syafi’i berkata :
عن جابر‏:‏ ‏‏أن معاذ كان يصلي مع النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم عشاء الآخرة ثم يرجع إلى قومه فيصلي بهم تلك الصلاة هي له تطوع ولهم مكتوبة العشاء‏
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwasanya Mu’adz bin Jabal mengerjakan shalat Isya bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu ia kembali kepada kaumnya dan mengerjakan shalat isya bersama mereka, dan shalat Isya itu adalah sunah baginya.
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 245].

Imam Asy-Syaukani mengatakan :
ـ واعلم ـ أنه قد استدل بالرواية المتفق عليها وتلك الزيادة المصرحة بأن صلاته بقومه كانت له تطوعًا على جواز إقتداء المفترض بالمتنفل وأجيب عن ذلك بأجوبة‏
Ketahuilah, bahwa hadits Jabir dan riwayat tambahan yang menjelaskannya menunjukkan, bahwa shalatnya Muadz itu ketika mengimami kaumnya adalah shalat sunnah, sehingga hal ini menunjukkan bolehnya orang yang shalat fardhu bermakmum kepada orang yang shalat sunnah.
[Nailul Authar 1, hal. 765].

Syekh Muhammad Abid As-Sindi berkata :
Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa orang yang salat fardhu boleh bermakmum kepada orang yang shalat sunnat. Hal ini dipakai oleh Imam Syafi’i, sedangkan Abu Hanifah dan Imam Malik tidak memakainya.
[Musnad Syafi’i 1, hal. 230].

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
فإن الذي دخل المسجد وقد صلى لا يخلو من أحد وجهين: إما أن يكون صلى منفردا، وإما أن يكون صلى في جماعة. فإن كان صلى منفردا فقال قوم: يعيد معهم كل الصلوات إلا المغرب فقط، وممن قال بهذا القول مالك وأصحابه.
Seseorang yang memasuki masjid, padahal ia sudah menjalankan shalat wajib, mungkin termasuk salah satu dari dua kemungkinan : sudah menjalankan shalat sendirian atau sudah menjalankan shalat jamaah. Jika ia sudah menjalankan shalat sendirian, ia harus mengulangi shalat dengan jamaah, kecuali shalat maghrib. Demikian pendirian sebagian fuqaha, diantaranya Malik dan sekelompok Malikiyah.

وقال أبو حنيفة: يعيد الصلوات كلها إلا المغرب والعصر. وقال الأوزاعي: إلا المغرب والصبح. وقال أبو ثور: إلا العصر والفجر. وقال الشافعي: يعيد الصلوات كلها
Sedang Abu Hanifah (Imam Hanafi) berpendapat menguilangi shalatnya (dengan berjamaah) kecuali shalat Maghrib dan Ashar. Sedang Auza’i mengecualikan shalat Maghrib dan Shubuh, sedang Abu Syam mengecualikan shalat Ashar dan Shubuh. Adapun Syafi’i tidak mengecualikan shalat apapun.
وإنما اتفقوا على إيجاب إعادة الصلاة عليه بالجملة لحديث بشر بن محمد عن أبيه "أنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال له حِيْنَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَلَمْ يُصَلِّ مَعَهُ: مَالَكَ لَمْ تُصَلِّ مَعَ النَّاسِ: ألَسْتَ بِرَجُلٍ مُسْلِمٍ؟ فقال بَلَى يا رسولَ الله، وَلَكِنِّي صَلَّيْتُ فِي أهْلِيْ، فقال عليه الصلاة والسلام: إذا جِئْتَ فَصَلِّ مَعَ النَّاِس وَإنْ كُنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ"
Konsensus dalam mengharuskan dan mengulangi shalat secara umum, berdasarkan pada hadits Bisyr bin Muhammad dari ayahnya :
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada Bisyr bin Muhammad ketika ia memasuki masjid dan tidak ikut shalat jamaah bersama beliau, “Ada halangan apa Anda tidak ikut kami shalat jamaah? Tidakkah kamu seorang muslim?” Lalu jawabnya, ”Benar, saya Muslim wahai Rasulullah. Tetapi aku sudah menjalankan shalat di rumahku” Jawab Nabi selanjutnya, ”Apabila kamu datang (ke Masjid), maka kerjakanlah shalat bersama orang-orang, meskipun kamu sudah shalat” (HR. Nasa’i dan Malik)
[Bidayatul Mujtahid 1, hal. 318-319].

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
-Zainuddin bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Syekh Muhammad Abid As-Sindi, Musnad Syafi’i , Sinar Baru Algesindo, 2006.

*Slawi, Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...