SHALAT BERJAMAAH DENGAN
SATU ORANG MAKMUM
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala
puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat
dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu
’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Sayyid
Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Shalat berjamaah dapat
dilakukan jika ada seorang makmum dan seorang imam meskipun salah seorang
diantaranya itu anak kecil atau wanita.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas , ia
berkata:
بِتٌّ عند خَالَتِيْ
ميمونةَ فقام النبيُّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم يصلِّي من الليلِ فقمتُ أُصَلِّيْ
معه فقمت عن يسارهِ فأخذَ بِرَأْسِيْ وَأَقَامَنِيْ عن يَّمِيْنِهِ
Saya pernah bermalam di
kediaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam suatu malam, waktu itu beliau
di rumah Maimunah radliyallahu anha. Beliau bangun dan waktu itu telah habis
dua pertiga atau setengah malam, kemudian beliau pergi ke tempat yang ada
padanya air, aku ikut berwudlu bersamanya, kemudian beliau berdiri dan aku
berdiri di sebelah kirinya maka beliau pindahkan aku ke sebelah kanannya. (HR. Bukhari
726, Muslim 763).
[Fiqih Sunnah 1, hal
342; lihat Bulughul Maram, hadits no. 441].
Imam Ash-Shan’ani dalam
kitab Subulussalam menjelaskan hadits dari Ibnu Abbas di atas :
دل
على صحة صلاة المتنفل بالمتنفل، وعلى أن موقف الواحد مع الإمام عن يمينه، بدليل
الإدارة، إذ لو كان اليسار موقفاً له لما أداره في الصلاة. وإلى هذا ذهب الجماهير
Hadits ini menunjukkan
sahnya orang yang shalat sunnah di belakang orang yang shalat sunnah, dan
tempat berdiri makmum yang hanya satu berada di samping kanan imam. Hal ini
ditunjukkan dengan sikap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
menarik Ibnu Abbas ke sebelah kanannya. Jika posisinya yang benar di sebelah
kiri imam, tentu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak
menariknya dari sebelah kiri ke sebelah kanannya. Ini adalah pendapat mayoritas
ulama.
[Subulussalam
1, hal. 650].
Selanjutnya Sayyid Sabiq
berkata :
Apabila makmum itu
sendirian, ia disunahkan berdiri di
sebelah kanan imam, sedangkan kalau ia terdiri atas dua orang atau lebih,
disunahkan berdiri di belakangnya.
Hal
ini berdasarkan hadits Jabir,
قام رَسُولُ اَللَّهِ صلى اللَّه عليه وآله وسلم
ليصلِّي فَجِئْتُ فقمتُ على يسارهِ فأخذَ بيدى فأدارني حتى أَقَامَنِيْ عن يَّمِيْنِهِ
ثم جاء جابر بن صخر فقام عن يسارهِ رَسُولُ اَللَّهِ صلى اللَّه عليه وآله وسلم
فأخذ بأيدينا جميعا فذفعنا حتى أَقَامَنَا خلفهُ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri shalat,
kemudian aku datang, lalu aku berdiri disebelah kirinya,
maka beliau memegang tanganku, lantas ia memutarkan aku sehingga ia menempatkan
aku sebelah kanannya. Kemudian datang Jabbar bin
Shakr yang langsung ia berdiri di sebelah kiri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau memegang tangan kami dan
beliau mendorong kami sehingga beliau mendirikan kami dibelakangnya”. [Shahih
Riwayat Muslim & Abu Dawud]
Jika
seorang wanita shalat jamaah, hendaklah ia berdiri sendirian di belakang kaum
lelaki dan tudak boleh sebaris dengan mereka. Akan tetapi jika wanita tersebut
tetap melakukannya, shalatnya tetap sah. Demikian pendapat jumhur ulama.
Anas Radliyallaahu
'anhu berkata:
صَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ صلى اللَّه عليه وآله وسلم فَقُمْتُ وَيَتِيمٌ
خَلْفَهُ, وَأُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا
Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam sholat, lalu aku dan seorang anak yatim berdiri di
belakangnya sedang Ummu Salamah berdiri di belakang kami. Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut riwayat Bukhari.
[Fiqih
Sunnah 1, hal 357].
Diriwayatkan
dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
اِسْتَيْقَظَ من الليلِ وَأَيْقَظَ أهلهُ فَصَلَّيَا ركعتينِ جميعًا كُتِبَا من الذَّاكِرِيْنَ اللَّهَ كثيرًا والذَّاكِرَاتِ
Barangsiapa bangun di
malam hari lalu membangunkan istrinya, kemudian mereka berdua shalat berjamaah,
maka mereka berdua dicatat termasuk orang-orang yang selalu berdzikir kepada
Allah” (HR. Abu Daud).
Imam Asy-Syaukani berkata
:
Hadits ini mempunyai
banyak faedah, diantaranya sebagaimana yang dicantumkan oleh penulis judulnya,
bahwa jamaah itu bisa terlaksana oleh dua orang walaupun salah satunya anak
kecil. Bagi orang yang menganggap tidak sahnya berjamaah hanya dengan seorang
anak kecil, sama ssekali tidak ada dalilnya; Sahnya shalat sunnah yang
dilaksanakan secara berjamaah; Posisi makmum yang sendirian di sebelah kanan
imam; Bolehnya bermakmum kepada orang yang sebelumnya tidak berniat menjadi
imam. Al-Bukhaeipun mencantumkan hadits itu dengan judul ini.
Sabda beliau (Barangsiapa
bangun di malam hari lalu membangunkan istrinya…) menunjukkan
disyariatkannya suami membangunkan istrinya untuk shalat malam. Hadits ini juga
sebagai dalil sahnya berjamaah yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Demikian menurut pendapat para ahli fiqih. Adapun orang yang
menganggap tidak sah, maka tidak ada dalil padanya.
[Nailul Authar 1, hal.
733].
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul
Mujtahid berkata :
وسنة
الواحد عند الجمهور أن يقف عن يمين الإمام لحديث ابن عباس حين بات عند ميمونة.
وقال قوم: بل عن يساره، ولا خلاف في أن المرأة الواحدة تصلي خلف الإمام، وأنها إن
كانت مع الرجل صلى الرجل إلى جانب الإمام والمرأة خلفه
Untuk makmum yang hanya
seorang disunatkan di sebelah kanan agak ke belakang. Ini menurut jumhur fuqaha.
Alasannya adalah hadits Ibnu Abbas, tatkala ia menginap di rumah Maimunah.
Tetapi menurut sebagian fuqaha disunatkan berdiri di sebelah kiri agak
ke belakang.
Tentang wanita yang
menjadi makmum sendirian, ia berdiri di belakang imam laki-laki. Masalah ini
sudah tidak diperdebatkan lagi. Apabila seseorang wanita berjamaah dengan
seorang laki-laki, maka makmum laki-laki-laki tadi berdiri di sebelah kanan
imam dan seorang wanita berdiri di belakang makmum laki-laki.
[Bidayatul Mujtahid 1, ha.
334].
Imam Syafi’i dalam kitab
Al-Umm berkata :
وإذا أم رجل رجلا واحدا أقام الإمام المأموم عن يمينه وإذا
أم خنثى مشكلا أو امرأة قام كل واحد منهما خلفه لا بحذائه وإذا أم رجل رجلا فوقف
المأموم عن يسار الإمام أو خلفه كرهت ذلك لهما ولا إعادة على واحد منهما وأجزأت
صلاته
Apabila seorang laki-laki
mengimami seorang laki-laki, maka imam itu hendaknya memerintahkan makmum
berdiri pada sisi kanannya.
Apabila seorang laki-laki
mengimami seorang banci atau seorang wanita, maka masing-masing dari keduanya
berdiri di belakang imam dan tidak sejajar dengan imam.
Aoabila seorang laki-laki
mengimami seorang laki-laki, lalu makmum itu berdiri di sebelah kiri imam atau
di belakangnya, maka saya memandangnya makruh. Namun apabila ia melakukannya,
maka ia tidak harus mengulangi dan shalatnya telah memadai.
[Al-Umm
1, 248, Rongkasan Kitab Al-Umm 1, hal.241]
Zainudin bin Abdul Aziz
Al-Malibari Al-Fanani berkata dalam kitab Fathul Mu’in :
(وندب
وقوف ذكر) ولو صبيا لم يحضر غيره، (عن يمين الامام) وإلا سن له تحويله - للاتباع -
(متأخر) عنه (قليلا)، بأن تتأخر أصابعه عن عقب إمامه. وخرج بالذكر الانثى، فتقف
خلفه، مع مزيد تأخر
Makmum laki-laki
disunatkan berdiri di sebelah kanan imam, walaupun makmum itu anak-anak,
kalaupun tidak terdapat makmum orang dewasa. Kalau tidak demikian disunatkan
kepada imam (meskipun sedang salat) mengalihkan makmum kea rah kanannya, karena
ittiba’ kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam dank e belakang
sedikit dengan cara jari kaki makmum mundur sedikit dari tumit imamnya. Kecuali
bagi wanita, ia mesti berdiri di belakang imam dengan sedikit mundur (walaupun
sendirian).
(فإن
جاء) ذكر (آخر، أحرم عن يساره)، ويتأخر قليلا، (ثم) بعد إحرامه (تأخرا) عنه ندبا،
في قيام أو ركوع، حتى يصيرا صفا وراءه
Apabila datang laki-laki
yang lainnya, bertakbiratul ihramlah ia di sebelah kiri imam dan mundur
sedikit, kemudian setelah takbiratul ihram itu kedua-duanya sunat mundur ke
belakang, di kala imam berdiri atau rukuk, sehingga membentuk barisan di
belakang imam. Sebagaimana hadits dari Jabir.
(و) وقوف (رجلين) جاءا معا (أو
رجال) قصدوا الاقتداء بمصل (خلفه) صفا
Kebalikan
dari cara itu ialah : Jika makmum yang di sebelah kanan imam itu mundur sebelum
makmum yang kedua takbiratul ihram, atau kedua-duanya tidak mundur, atau mundur
bukan di kala imam berdiri atau rukuk, hukumnya makruh dan dapat menghilangkan
pahala berjamaah. Kecuali kalau imam yang maju, maka hukumnya diperbolehkan.
[Fathul
Mu’in 1, hal. 382-384].
Kesimpulan
:
1.
Shalat
jama’ah dianggap sah meskipun hanya terdiri dari satu orang imam dan satu orang
makmum, meskipun makmumnya seorang anak kecil atau seorang wanita.
2.
Mayoritas
ulama berpendapat posisi makmum seorang laki-laki adalah di sebelah kanan imam,
sebagian ulama berpendapat lurus dengan imam, sebagian lagi berpendapat agak ke
belakang.
3.
Mayoritas ulama berpendapat posisi makmum
wanita adalah di belakang imam.
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar