Selasa, 08 Februari 2011

MAKMUM MEMISAHKAN DIRI DARI IMAM

MAKMUM MEMISAHKAN DIRI DARI IMAM
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam.
Shalat jamaah adalah ibadah yang sangat utama. Karena begitu besar keutamaan shalat jamaah, maka bagi orang yang mendapati shalat jamaah di masjid dianjurkan untuk mengikuti shalat jamaah meskipun dia sudah melakukan shalat sebelumnya. Meskipun demikian seorang Imam shalat jama’ah harus bijaksana untuk tidak memanjangkan bacaan shalatnya, karena diantara makmumnya mungkin ada yang mempunyai kebutuhan yang sangat mendesak.
Makmum boleh memisahkan diri dari shalat imam, jika shalat imam terlalu panjang dan makmum mempunyai keperluan yang sangat mendesak.

Sayyid Sabiq berkata :
يجوز لمن دخل الصلاة مَعَ اْلامَامِ ان يخرج منها بنية المفارقة ويتمها وحده إذا أطال اْلامَامِ الصلاة. ويلحق بهذه الصورة حدوث مرض او خوف ضياع مال أو تلفه أو فوات رفقة أو حصول غلبة نوم, ونحو ذلك. لما روه الجماعة عن جابر قال :
كان معاذُ يصلِّى مَعَ رسولِ اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم صلاة ُالعشاءِ ثم يرجعُ إلى قومه فَيَؤُمُّهُمْ, فَأَخَّرَ النبيُّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم العشاءَ فصلَّى معهُ ثم رجع إلى قومه فقرأ سورةَ البقرةِ فَتَأَخَّرَ رجلٌ فصلَّى وَحْدَهُ فقيل له : نَافَقْتَ يَافٌلَانُ, قال : ما نَافَقْتُ, ولكنَّ لَاَتِيَنَّ رسولَ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم فَأُخْبِرُهُ, فأتى النبيَّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم فَذَكَرَلَهُ ذلك فقال : "أَفَتَانٌ أَنْتَ يا معاذُ... أَفَتَانٌ أَنْتَ يا معاذُ...إقرأْ سورةَ كذا وكذا"
Seorang yang semula bermakmum kepada seorang imam, ia boleh memisakan diri dari imam tersebut dengan niat berpisah lalu hendaklah ia menyempurnakan sendiri rukun-rukun shalat yang masih tertinggal. Misalnya, apabila imam terlampau panjang membaca ayat dalam shalatnya, ia boleh bertindak demikian. Dalam hal ini termasuk pula seorang makmum yang tiba-tiba merasa sakit, takut hilang atau rusaknya sesuatu yang dimiliki, takut tertinggal dari rombongan, terasa mengantuk atau sebab-sebab lain yang mendesak. Ini berdasarkan hadits dari Jabir.
Jabir bin Abdullah al-Anshari berkata, "Mu'adz bin Jabal pernah shalat isya bersama Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam. Setelah itu dia pulang dan mengimami kaumnya shalat itu. Pada suatu malam Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam mengundurkan shalat isya, tetapi Muadz tetap mengerjakan shalat bersama Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam. Setelah itu Muadz kembali pulang kepada kaumnya lalu mengerjakan shalat bersama mereka dengan membaca surah al-Baqarah. Tiba-tiba ada seorang yang mundur dan mengerjakan shalat sendirian. Setelah orang-orang selesai mengerjakan shalat, ada diantara mereka yang berkata kepada yang memisahkan diri tadi, ’Hai Fulan, Sesungguhnya engkau ini orang munafik.' Orang itu berkata, ’Bukan, aku bukan munafik! Hal ini akan aku laporkan kepada Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam’. Benarlah iapun menghadap Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam. Ahirnya Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda, ’Apakah engkau tukang fitnah hai Muadz? Apakah engkau tukang fitnah hai Muadz? Baca saja surat ini atau itu’” (HR. Jama’ah)
[Fiqih Sunnah 1, hal. 351; lihat Musnad Syafi’i 1, hal. 226]

Dari Anas bin Malik, ia menuturkan,
كان معاذُ بنُ جبلٍ يَؤُمُّ قومهُ فدخل حرامٌ وهو يريدُ أن يَسْقِيَ نَخْلَهُ فدخل المسجدَ لِيُصَلِّيَ مع القومِ فلما رأى معاذًا طَوَّلَ تَجَوَّزَ في صلاته وَلَحِقَ بِنَخْلِهِ يَسْقِيْهِ فلما قضى معاذُ الصلاةَ قيل له ذلك قال‏:‏ إنه لَمُنَافِقٌ أَيَعْجَلُ عن الصلاةِ من أَجْلِ سَقْيِ نَخْلَهُ قال‏:‏ فَجَاءَ حرامٌ إلى النبيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم ومعاذٌ عِنْدَهُ فقال‏:‏ يا نبي اللَّه إني أَرَدْتُ أن أَسْقِيَ نَخْلًا لي فَدَخَلْتُ الْمسجدَ لِأُصَلِّيَ مع القومِ فلما طَوَّلَ تَجَوَّزَ في صلاتي وَلَحِقْتُ بِنَخْلِيْ أَسْقِيْهِ فَزَعَمَ أَنِّي مُنَافِقٌ فَأَقْبَلَ النبيُّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم على معاذٍ فقال‏:‏ أَفَتَّانٌ أَنْتَ ؟ أَفَتَّانٌ أَنْتَ ؟ لا تُطَوَّلْ بِهِمْ اقرأ بسبح اسم ربك الأعلى والشمس وضحاها وَنَحْوِهِمَا‏
“Adalah Muadz ibn jabal mengimami kaumnya, dimana si Haram yang bermaksud hendak menyiram pohon kurmanya, lebih dahulu masuk masjid bersama-sama kaumnya. Setelah ia melihat Mu’adz memanjangkan bacaannya, maka iapun mempercepat shalatnya dan mendatangi pohon kurmanya untuk menyiramnya. Setelah Mu’adz selesai mengerjakan shalatnya, halnya si Haram itu disampaikan kepadanya. Maka Mu’adzpun berkata bahwa ia seorang munafik “Adakah ia mempercepat shalat hanya karena akan menyiram pohon kurmanya?”.
Anas melanjutkan, “Maka si Harampun menghadap Nabi saw dan ketika itu Muadzpun berada di dekat Nabi. Maka Haram berkata, “Wahai Nabi Allah, aku bermaksud hendak menyiram pohon kurmaku, maka aku masuk masjid untuk shalat berjamaah. Setelah kujumpai Mu’adz yang menjadi imam memanjangkan bacaan Qur’annya, aku lalu mempercepat shalatku dan setelah selesai aku menengok pohon kurmaku untuk menyiramnya. Tiba-tiba Muadz itu menuduh aku seorang munafik. Maka Nabi lalu memandang kepada Muadz seraya sabdanya, “Adakah engkau menjadi tukang fitnah? Adakah engkau menjadi tukang fitnah? Janganlah kamu perpanjang membaca surat Qur’an di waktu menjadi imam orang banyak. Bacalah surat “Sabbihisma rabbikal a’la-“ dan “Wasy syamsi Wadhuha-ha-“ atau surat yang sesamanya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hanbal dalam kitab Musnadnya, bab Baqiy Musnad al-Muksirin, no. 11799 dengan sanad hadis berkualitas sahih.

Dari Buraidah Al-Aslami :
‏‏أن معاذ بن جبل صلى بأصحابه العشاء فقرأ فيها اقتربت الساعة فقام رجل من قبل أن يفرغ فصلى وذهب فقال له معاذ قولًا شديدًا فأتى النبي صلى اللَّه عليه وسلم فاعتذر إليه وقال‏:‏ إني كنت أعمل في نخل وخفت على الماء فقال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم يعني لمعاذ‏:‏ صلِ بالشمس وضحاها ونحوها من السور‏
Bahwasanya Muadz bin Jabbal mengimami shalat Isya bagi para sahabatnya, lalu ia membaca iqtarabatis sana’ah (Surah Al-Qomar), kemudian seorang laki-laki keluar sebelum selesai lalu shalat (sendiri) kemudian pergi. (Mengetahui hal ini) Muadz mengatakan perkataan yang kasar mengenainya. Lalu laki-laki itu menemui Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam dan menyampaikan alas an kepada beliau, ia mengatakan, “Sesungguhnya aku bekerja di kebun kurma, dan aku khawatir terhadap airnya” Maka Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam berkata (kepada Muadz) : ‘Shalatlah dengan membaca Wasy syamsi Wadhuha-ha dan surah-surah yang setara dengan itu’” (HR. Ahmad dengan sanad sahih).

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
Di dalam Al-Fath, Al-Hafidz Ibnu hajar menilai kuatnya hadits Buraidah, namun ia mengatakan, “Ini riwayat yang janggal”. Untuk memadukannya adalah dengan memperkirakan bahwa peristiwanya tidak hanya sekali, atau jika tidak mungkin disimpulkan dari kedua hadits itu, maka dengan menilai bahwa hadits yang terdapat di dalam Ash-Shahihain lebih kuat.
[Nailul Authar 1, hal. 736].

Wallahu a’lam

Sumber rujukan :
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006
-Syekh Muhammad Abid As-Sindi, Musnad Syafi’i , Sinar Baru Algesindo, 2006.

*Slawi, Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...