Minggu, 13 Februari 2011

YANG BERHAK MENJADI IMAM

YANG BERHAK MENJADI IMAM
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallaahu ’alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang paling utama menjadi imam. Sebagian berpendapat, yang paling utama menjadi imam adalah orang yang paling pintar, sebagian berpendapat yang paling fasih dalam membaca Al-Quran.

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
الأحق بالإمامة الأقرأ الكتاب الله, فإن استووا فى القراءة فلأعلم بالسنة, قإن استووا فلأقدم هجرة, قإن استووا فالأكبرسنا
عن أبي سعيد قال‏:‏ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانُوا ثَلَاثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالْإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ‏‏.‏ رواه أحمد ومسلم والنسائي
Orang yang paling berhak menjadi imam ialah orang yang paling pandai dalam membaca Kitab Al-Quran. Jika diantara mereka memiliki keahlian yang sama, utamakanlah orang yang lebih pakar dalam hadits Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam. Jika mereka memiliki keahlian yang sama, dahulukanlah orang yang pertama berhijrah. Akan tetapi jika mereka memiliki keutamaan yang sama, dahulukanlah orang yang lebih tua usianya.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id RA, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
”Jika terdapat satu kelompok yang berjumlah tiga orang, hendaklah salah seorang tampil menjadi imam. Adapun yang lebih berhak menjadi imam itu ialah orang yang ahli dalam bacaan Al-Quran” (HR. Ahmad, Muslim 672 dan Nasa’i).

وَعَنْ أبن مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم: "يَؤُمُّ القْوَمْ أَقْرَؤهُمْ لِكِتابِ الله تعالى، فإنْ كَانُوا في الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بالسّنّةِ، فَإنْ كَانُوا في السُنّةِ سَواءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فإنْ كَانُوا في الهجرة سَوَاءً فأَقْدَمُهُمْ سِلْماً ــــ وَفي روَاية سِنّاً ــــ ولا يَؤُمّنّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ في سُلْطَانِهِ، ولا يَقْعُدُ في بَيْتِهِ عَلى تَكْرمَتِهِ إلّا بإذْنِهِ"

Dari Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Yang mengimami kaum adalah orang yang paling pandai membaca al-Qur'an di antara mereka. Jika dalam bacaan mereka sama, maka yang paling banyak mengetahui tentang Sunnah di antara mereka. Jika dalam Sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah di antara mereka. Jika dalam hijrah mereka sama, maka yang paling dahulu masuk Islam di antara mereka." Dalam suatu riwayat: "Yang paling tua." "Dan Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya dan janganlah ia duduk di rumahnya di tempat kehormatannya kecuali dengan seidzinnya." (HR Muslim, no. 1709)
[Fiqih Sunnah 1, hal. 347; lihat Bukughul Maram hadits no. ]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
الحديث دليل على تقديم الأقرأ على الأفقه وهومذهب أبي حنيفة وأحمد.
وذهب الهادوية إلى أنه يقدم الأفقه على الأقرأ لأن الذي يحتاج إليه من القراءة مضبوط، والذي يحتاج إليه من الفقه غير مضبوط، وقد تعرض له في الصلاة أمور لا يقدر على مراعاتها إلا كامل الفقه، قالوا: ولهذا قدم صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أبا بكر على غيره مع قوله: "أقرؤكم أبيّ"، قالوا: والحديث خرج على ما كان عليه حال الصحابة من أن الأقرأ هو الأفقه
Hadits ini merupakan dalil untuk mendahulukan ahli qiraah atas orang yang faqih. Ini adalah madzhabnya Abu Hanifah dan Ahmad. Al-Hadawiyah berpendapat sesungguhnya orang yang faqih didahulukan dari ahli qiraah karena yang dibutuhkan dari membaca adalah memahami. Sedangkan orang yang faqih tidak lagi diragukan pemahamannya. Sebab terkadang terjadi dalam shalat perkara-perkara yang tidak mampu dikektahui kecuali oleh orang yang sempurna fikihnya. Mereka berkata, “Karena inilah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendahulukan Abu Bakar sebagai imam atas yang lainnya, padahal beliau pernah bersabda, ’Orang yang paling baik qiraahnya diantara kalian adalah Ubay,’” Mereka berkata, ”Hadits ini keluar pada masa shahabat karena orang yang paling bacaannya mereka pasti faqih”
[Subulussalam 1, hal. 103/642].

Imam Asy-Syaukani berkata tentang hadits Ibnu Mas'ud di atas :
قوله‏:‏ ‏(‏ولا يؤمنَّ الرجل الرجل في سلطانه‏)‏ قال النووي‏:‏ معناه أن صاحب البيت والمجلس وإمام المسجد أحق من غيره‏.‏
وظاهره أن السلطان مقدم على غيره وإن كان أكثر منه قرآنًا وفقهًا وورعًا وفضلًا فيكون كالمخصص لما قبله
Sabda beliau (Dan Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya ) An-Nawawi mengatakan, “Pengertiannya,bahwa tuan rumah, pimpinan majelis atau imam masjid lebih berhak menjadi imam daripada lainnya”.
Konotasinya, bahwa kekuasaan itu lebih didahulukan daripada yang lainnya, walaupun yang lainnya itu lebih banyak mengerti tentang Kitabullah, lebih wara’ dan lebih utama daripadanya, sehingga menjadi keutamaan tersendiri sebagaimana hal yang disebutkan sebelumnya.
[Nailul Authar 1, hal. 755].

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
اختلفوا فيمن أولى بالإمامة، فقال مالك: يؤم القوم أفقههم لا أقرؤهم، وبه قال الشافعي، وقال أبو حنيفة والثوري وأحمد: يؤم القوم أقرؤهم. والسبب في هذا الاختلاف اختلافهم في مفهوم قوله عليه الصلاة والسلام "يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة، فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة، فإن كانوا في الهجرة سواء، فأقدمهم إسلاما، ولا يؤم الرجل الرجل في سلطانه ولا يقعد في بيته على تكرمته إلا بإذنه"
Perihal orang yang lebih utama menjadi imam, para fuqaha saling berbeda pendapat. Menurut Malik, yang paling berhak adalah orang yang afqah (yang paling pintar), bukan orang yang paling fasih bacaannya. Pendapat ini juga diikuti oleh Syafi’i. Menurut Abu Hanifah, Tsauri, dan Ahmad, yang berhak menjadi imam adalah orang yang bacaannya paling fasih.
Yang menjadi sebab perbedaan pendapat di antara mereka karena pengertian hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sebagai berikut :
"Yang mengimami kaum adalah orang yang paling pandai membaca al-Qur'an di antara mereka. Jika dalam bacaan mereka sama, maka yang paling banyak mengetahui tentang Sunnah di antara mereka. Jika dalam Sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah di antara mereka. Jika dalam hijrah mereka sama, maka yang paling dahulu masuk Islam di antara mereka." Dalam suatu riwayat: "Yang paling tua." "Dan Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya dan janganlah ia duduk di rumahnya di tempat kehormatannya kecuali dengan seidzinnya." (HR. Bukhari dan Abu Dawud, Muslim no. 1709)
وهو حديث متفق على صحته لكن اختلف العلماء في مفهومه، فمنهم من حمله على ظاهره وهو أبو حنيفة. ومنهم من فهم من الأقرأ ههنا الأفقه. لأنه زعم أن الحاجة إلى الفقه في الإمامة أمس من الحاجة إلى القراءة، وأيضا فإن الأقرأ من الصحابة كان هو الأفقه ضرورة، وذلك بخلاف ما عليه الناس اليوم.
Kesahihan hadits di atas sudah disepakati. Namun, pengertiannya masih diperdebatkan, seperti Abu Hanifah mengambil makna lahiriah. Ada fuqaha yang memahami pengertian aqra’ sebagai afqah. Alasan mereka bahwa keperluan terhadap afqah lebih diutamakan untuk menjadi imam dibanding aqra’. Padahal para sahabat yang memiliki kepandaian membaca sudah tentu lebih dalam pengetahuannya (afqah). Ini tentu berbeda dengan keadaan masyarakat dewasa ini.
[Bidayatul Mujtahid 1, hal. 103/321].

Dari Malik bin Al Huwairits, ia menuturkan,
‏أتيت النبي صلى اللَّه عليه وسلم أنا وصاحب لي فلما أردنا الإقفال من عنده قال لنا‏:‏ إذا حضرت الصلاة فأذنا وأقيما وليؤمكما أكبركما
"Aku menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam , yaitu aku bersama seorang temanku. Ketika kami hendak beranjak darinya beliau berkata kepada kami, ‘Bila tiba waktu shalat adzanlah dan iqamahlah kalian berdua, dan hendaklah orang yanglebih tua di antara kamu mengimami kamu sekalian". (HR. Jamaah).

Dari Malik bin Al Huwairits, ia menuturkan,
سمعت النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم يقول‏:‏ من زار قومًا فلا يؤمهم وليؤمهم رجل منهم‏
“Aku mendengar Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, ‘Barangsiapa mengunjungi suatu kaum, maka janganlah ia mengimami mereka, namun hendaklah yang mengimami mereka adalah seseorang dari antara mereka sendiri’” (HR. Imam yang lima, kecuali Ibnu Majah).

Imam Asy-Syaukani berkata :
فيه أن المزور أحق بالإمامة من الزائر وإن كان أعلم أو اقرأ من المزور
Ini menunjukkan bahwa tuan rumah lebih berhak menjadi imam daripada tamunya walaupun lebih berilmu dan lebih pandai dalam hal Kitabullah daripadanya.
[Nailul Authar 1, hal. 755].

Dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
ثلاثة على كثبان المسك يوم القيامة عبد أدى حق اللَّه وحق مواليه ورجل أمَّ قومًا وهم به راضون ورجل ينادي بالصلوات الخمس في كل ليلة
“Tiga golongan yang akan berada di dalam taman kesturi pada hari kiamat. Hamba sahaya yang melaksanakan hak Allah dan hak tuannya, laki-laki yang mengimami suatu kaum yang ridha terhadapnya, dan laki-laki yang menyerukan shalat lima waktu setiap hari” (HR. At-Tirmidzi)

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,
لا يحل لرجل يؤمن باللَّه واليوم الآخر أن يؤم قومًا إلا بإذنهم ولا يخص نفسه بدعوة دونهم فإن فعل فقد خانهم‏
“Tidaklah halal bagi seorang laki-laki yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengimami suatu kaum kecuali dengan seizin mereka, dan tidak boleh ia mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri tanpa menyertakan mereka (di dalam doanya), jika ia melakukan itu berarti ia telah menghianati mereka” (HR. Abu Daud)
[Nailul Authar 1, hal. 754].

Kesimpulan :
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan :
1. Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang paling utama menjadi imam. Sebagian berpendapat, yang paling utama menjadi imam adalah orang yang paling pintar, sebagian berpendapat yang paling fasih bacaannya.
2. Tuan rumah lebih berhak menjadi imam daripada tamunya, meskipun tamunya lebih fasih membaca Al-Quran dan lebih pintar.

Wallahu a’lam.

Sumber Rujukan :
-Imam Bukhari, Sahih Bukhari, Ebook.
-Imam Muslim, Sahih Muslim, Ebook.
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.
-Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus salam, Darus Sunnah Press, Jakarta, 2006
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006

*Slawi, Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...