SHALAT KETIKA ADA BAHAYA
Oleh : Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Allah ta’ala
berfirman :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah ayat 185)
Allah Ta’ala berfirman :
وَلا
تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah
kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. [Al
Baqarah/2:195]
Al Azraq bin Qais]
berkata;
كُنَّا
بِالْأَهْوَازِ نُقَاتِلُ الْحَرُورِيَّةَ فَبَيْنَا أَنَا عَلَى جُرُفِ نَهَرٍ
إِذَا رَجُلٌ يُصَلِّي وَإِذَا لِجَامُ دَابَّتِهِ بِيَدِهِ فَجَعَلَتْ
الدَّابَّةُ تُنَازِعُهُ وَجَعَلَ يَتْبَعُهَا
"Kami pernah berada di daerah Al Ahwaz ketika kami
memerangi kelompok Haruriyyah. Ketika aku berada di tepian sungai ada seseorang
yang sedang mengerjakan shalat sementara dia tetap memegang tali kekang
tunggangannya. Maka hewan tunggangannya mengganggunya dengan bergerak kesana
kemari hingga ia mengikuti kemana gerak hewannya itu". (HR.Bukhari 1135)
Nabi ﺻﻠﻰ
اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ bersabda,
لاَ
ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh
melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR.
Imam Ahmad 2863, Ibnu Mâjah 2341 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Dari Abu Hurairah
RA, bahwa Rasulullah ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ bersabda:
اﻗﺘﻠﻮا
اﻷﺳﻮﺩﻳﻦ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ: اﻟﺤﻴﺔ ﻭاﻟﻌﻘﺮﺏ
"Bunuhlah 2
hewan hitam saat kalian dalam shalat, ular dan kalajengking". (HR
Tirmidzi, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah. Dinilai sahih oleh Ibnu Hibban)
Pertanyaan :
1. Ketika sedang shalat, datang bahaya. Apakah
Shalat Dilanjutkan atau dibatalkan?
2. Ketika ada orang minta tolong, Apakah Shalat
Dilanjutkan atau dibatalkan?
3. Apakah hukum membatalkan shalat ketika ada
bahaya?
4. Apakah hukukm membatalkan shalat ketika
menyelamatkan orang lain?
PENJELASAN/PENDAPAT ULAMA
Al-Hafidz Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam kitab Fathul Baari mengatakan :
وَفِيهِ حُجَّةٌ لِلْفُقَهَاءِ فِي قَوْلِهِمْ أَنَّ كُلَّ شَيْءٍ
يُخْشَى إِتْلَافُهُ مِنْ مَتَاعٍ وَغَيْرِهِ يَجُوزُ قَطْعُ الصَّلَاةِ
لِأَجْلِهِ
“Hadits ini menjadi dalil para fuqaha bahwa
pada segala situasi dan kondisi yang dikhawatirkan dapat merusak harta benda
dan lain-lain, seseorang boleh menghentikan shalat karenanya,” (Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Fathul Bari, Syarah Shahih Bukhari, juz III, halaman 82).
Syekh Wahbah
Az-Zuhayli dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh mengatakan :
قد يجبُ قطعُ الصلاةِ
لضرورةٍ، وقد يُباحُ لعذرٍ. أما ما يجبُ قطعُ الصلاةِ له لضرورةٍ فهو ما يأتي:
تقطعُ الصلاةَ ولو فرضاً باستغاثةٍ شخصٍ ملهوفٍ، ولو لم يستغثْ بالمصلي بعينهِ،
كما لو شاهدٌ إنساناً وقعَ في الماءِ، أو صالَ عليه حيوانٌ، أو اعتَدِّى عليه
ظالمٌ، وهو قادرَ على إغاثتهِ
“Shalat wajib dihentikan atau dibatalkan karena
darurat, dan terkadang boleh dibatalkan karena sebuah alasan. Adapun alasan
yang mewajibkan penghentian shalat karena darurat adalah sebagai berikut, yaitu
pembatalan shalat wajib sekalipun karena menyelematkan orang yang minta tolong
sekalipun permintaan tolong itu tidak ditujukan secara khusus untuk orang yang
sedang shalat contohnya orang shalat yang menyaksikan orang lain terjatuh ke
dalam air dalam, atau seseorang yang sedangkan diserang oleh binatang tertentu,
atau seseorang yang sedang dianiaya oleh orang zalim, sementara orang yang
sedang shalat itu mampu menolongnya,”
Beliau
juga berkata :
وتقطعُ
الصلاةِ أيضاً إذا غلبَ على ظنِّ المصلي خوفٌ تردَّي أعمى، أو صغيرٌ أو غيرُهما في
بئرٍ ونحوهِ. كما تقطعُ الصلاة خوفٌ اندلاعُ النارِ واحتراقُ المتاعِ ومُهاجِمَةُ
الذئبِ الغنمِ؛ لما في ذلك من إحياءِ النفسِ أوالمالِ، وإمكانُ تدارُكُ الصلاةِ
بعد قطعِهَا، لأن أداءَ حقُّ اللهِ تعالى مبنِي عَلَى
الْمُسَامَحَةِ
“Shalat juga wajib dibatalkan bila dalam
pandangan orang yang shalat muncul kekhawatiran yang kuat jatuhnya orang
penyandang tunanetra, anak kecil, atau selain keduany jatuh ke dalam sumur atau
lainnya. Shalat juga wajib dibatalkan ketika khawatir pada jilatan api,
terbakarnya harta benda tertentu, atau terkaman srigala kepada ternak kambing
karena pembatalan shalat karena untuk menolongnya itu merupakan bagian dari
penyelamatan jiwa atau harta benda dan memungkinkan mengulang shalat tersebut
setelah pembatalan. Penunaian kewajiban terhadap Allah berpijak pada
kelonggaran,” (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz II, halaman 37).
Dalam kitab
Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah dijelaskan :
قَطْعُ
الْعِبَادَةِ الْوَاجِبَةِ بَعْدَ الشُّرُوعِ فِيهَا بِلاَ مُسَوِّغٍ شَرْعِيٍّ
غَيْرُ جَائِزٍ بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ، لأنَّ قَطْعَهَا بِلاَ مُسَوِّغٍ
شَرْعِيٍّ عَبَثٌ يَتَنَافَى مَعَ حُرْمَةِ الْعِبَادَةِ، وَوَرَدَ النَّهْيُ عَنْ
إِفْسَادِ الْعِبَادَةِ، قَال تعَالَى: وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ،
“Penghentian atau pembatalan ibadah wajib di
tengah keberlangsungannya tanpa alasan yang membolehkannya menurut syariat
tidak diperkenankan berdasarkan kesepakatan ulama.
Penghentian ibadah
tanpa alasan yang syari adalah sebentuk main-main yang menafikan kehormatan
ibadah. Larangan terkait merusak ibadah disebut dalam Surat Muhammad ayat 33,
‘Jangan kalian membatalkan amal kalian.’
أَمَّا
قَطْعُهَا بِمُسَوِّغٍ شَرْعِيٍّ فَمَشْرُوعٌ، فَتُقْطَعُ الصَّلاَةُ لِقَتْل
حَيَّةٍ وَنَحْوِهَا لِلأَمْرِ بِقَتْلِهَا، وَخَوْفِ ضَيَاعِ مَالٍ لَهُ قِيمَةٌ
لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ، وَلإِغَاثَةِ مَلْهُوفٍ، وَتَنْبِيهِ غَافِلٍ أَوْ نَائِمٍ
قَصَدَتْ إِلَيْهِ نَحْوَ حَيَّةٍ، وَلاَ يُمْكِنُ تَنْبِيهُهُ بِتَسْبِيحٍ
Sedangkan
penghentian atau pembatalan ibadah dengan alasan yang membolehkannya secara
syar’i memang disyariatkan. Shalat boleh dibatalkan karena ingin membunuh ular
atau sejenisnya yang diperintahkan dalam syariat untuk dibunuh, karena khawatir
kehilangan harta benda berharga dan harta lainnya, karena menyelamatkan orang
yang minta tolong, memperingatkan orang lalai atau orang tidur yang sedang
didekati oleh ular dan sejenisnya di mana tidak mungkin mengingatkannya hanya
dengan kalimat tasbih,” [Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, juz XXXIV,
halaman 51).
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar