MENJAMAK SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
Prinsip Kemudahan Dalam
Islam
Firman Allah Ta’ala :
وما جعل عليكم في الدين من حرج
“....Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam
agama....” (QS. Al-Hajj : 78)
Firman Allah Ta’ala :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“...Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak
menghendaki kesukaran bagi kalian....”
(QS. Al-Baqarah : 186)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ
أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا
بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama ini mudah. Tidak ada seorangpun yang memberatkan
diri dalam agama ini kecuali sikapnya tersebut akan mengalahkan dia. Maka
bersikap luruslah, mendekatlah kepada kesempurnaan, berilah kabar gembira, dan
manfaatkaanlah kesempatan pada pagi hari, sore hari dan sebagian waktu malam.”
(HR. Bukhari)
DALIL-DALIL MENJAMAK
SHALAT
Dari Ibnu
‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa:
جَمَعَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ،
وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ، فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا مَطَرٍ
“Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menjamak shalat Dhuhur dan ‘Ashar, serta shalat Maghrib dan
‘Isyaa’ di Madiinah bukan karena ketakutan maupun hujan” [HR. Muslim no.
705].
Dari
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa:
صَلَّى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا
بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ، وَلَا سَفَرٍ "، قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ:
فَسَأَلْتُ سَعِيدًا: لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ فَقَالَ: سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ،
كَمَا سَأَلْتَنِي، فَقَالَ: أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ
“Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah menjamak shalat Dhuhur dan ‘Ashar di Madihah, bukan karena ketakutan maupun safar.
Abuz-Zubair berkata : “Lalu aku bertanya kepada Sa’iid : ‘Mengapa beliau
melakukannya ?’. Ia (Sa’id) berkata : ‘Aku pernah bertanya kepada Ibnu ‘Abbaas
sebagaimana yang engkau tanyakan kepadaku, lalu ia menjawab : ‘Beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ingin agar tidak menyusahkan seorang pun
di kalangan umatnya” [HR. Muslim no. 705].
Pertanyaan :
1. Bolehkah menjamak shalat karena bepergian?
2. Bolehkah menjamak shalat karena ketakutan?
3. Bolehkah menjamak shalat karena hujan?
4. Bolehkah menjamak shalat karena sakit?
5. Mengapa Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ menjamak shalat ketika di Madinah?
6. Bolehkan menjamak shalat tanpa udzur?
7. Bolehkah menjamak shalat karena sibuk bekerja?
PENJELASAN/PENDAPAT ULAMA
Ibnu Rusyd berkata :
وَأَمَّا
الْجَمْعُ فِي الْحَضَرِ لِغَيْرِ عُذْرٍ، فَإِنَّ مَالِكًا وَأَكْثَرَ
الْفُقَهَاءِ لَا يُجِيزُونَهُ، وَأَجَازَ ذَلِكَ جَمَاعَةٌ مِنْ أَهْلِ
الظَّاهِرِ وَأَشْهَبُ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ. وَسَبَبُ
اخْتِلَافِهِمْ: اخْتِلَافُهُمْ
فِي مَفْهُومِ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ، فَمِنْهُمْ مَنْ تَأَوَّلَهُ عَلَى أَنَّهُ
كَانَ فِي مَطَرٍ كَمَا قَالَ مَالِكٌ. وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَ بِعُمُومِهِ
مُطْلَقًا وَقَدْ
خَرَّجَ مُسْلِمٌ زِيَادَةً فِي حَدِيثِهِ , وَبِهَذَا
تَمَسَّكَ أَهْلُ الظَّاهِرِ
Adapun menjamak ketika
hadir tanpa udzur, Malik dan
mayoritas ahli fiqih tidak memperbolehkan. Sebagian pengikut Zhahiri dan
Ash-hab (pengikut Malik) memperbolehkan.
Mereka berbeda pendapat karena perbedaan
pemahaman terhadap hadits Ibnu Abbas.
Malik mentakwilkan
hadits tersebut karena dalam kondisi hujan.
Mazhab Zhahiri
memahami hadits tersebut secara mutlak dengan berdasar versi lain yang
diriwayatkan oleh Muslim [Bidayatul
Mujtahid]
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata:
وَحَدِيثُ
ابْنِ عَبَّاسٍ حَمَلْنَاهُ عَلَى حَالَةِ الْمَرَضِ ، وَيَجُوزُ أَنْ يَتَنَاوَلَ
مَنْ عَلَيْهِ مَشَقَّةٌ ، كَالْمُرْضِعِ ، وَالشَّيْخِ الضَّعِيفِ ،
وَأَشْبَاهِهِمَا مِمَّنْ عَلَيْهِ مَشَقَّةٌ فِي تَرْكِ الْجَمْعِ
“Dan
hadits Ibnu ‘Abbaas kami bawa maknanya pada keadaan beliau shallallaahu
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang sakit. Dan diperbolehkan pula bagi orang yang mengalami
kesulitan seperti wanita yang menyusui, orang tua yang lemah, lainnya yang akan
mengalami kesulitan jika ia meninggalkan jamak” [Al-Mughniy, 1/121].
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus sunnah berkata
:
قال ابن تيمية: وأوسع المذاهب في الجمع مذهب أحمد فإنه جوز الجمع إذا كان شغل كما روى النسائي ذلك مرفوعا إلى النبي صلى الله عليه وسلم إلى أن قال: يجوز الجمع أيضا للطباخ والخباز ونحوهما ممن يخشى فساد ماله.
Ibnu Taimiyah
mengatakan, ”Mazhab yang paling luas dalam masalah jamak ini ialah mazhab Ahmad
sebab ia membolehkan menjamak bagi seseorang yang sedang sibuk bekerja,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Nasa’i dalam sebuah hadits marfu’ bersumber
dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sampai-sampai
dibolehkan pula menjamak bagi juru masak atau pembuat roti dan orang-orang yang
takut hartanya menjadi rusak” [Fiqih Sunnah 1, hal. 440]
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
وَذَهَبَ
جَمَاعَةٌ مِنْ الْأَئِمَّة إِلَى جَوَاز الْجَمْع فِي الْحَضَر لِلْحَاجَةِ
لِمَنْ لَا يَتَّخِذهُ عَادَة ، وَهُوَ قَوْل اِبْن سِيرِينَ وَأَشْهَب مِنْ
أَصْحَاب مَالِك ، وَاللَّهُ أَعْلَم
“Sekelompok para imam, membolehkan jamak ketika
tidak bepergian apabila ia memiliki keperluan, namun hal itu tidak dijadikan
sebagai kebiasaan. Demikianlah pendapat dari Ibnu Sirin, Asyhab dari golongan
Malikiyah. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 5/219)
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar