LARANGAN MENCUKUR RAMBUT DAN KUKU BAGI
ORANG YANG BERKURBAN
Oleh : Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ
يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
“Janganlah kamu mencukur (rambut)
kepalamu sebelum hewan kurban sampai pada tempat penyembelihannya “ [Al-Baqarah
: 196]
Imam Al-Qurthubi berkata :
فَقَالَ مَالِكٌ: السُّنَّةُ
الثَّابِتَةُ الَّتِي لَا اخْتِلَافَ فِيهَا عِنْدَنَا أَنَّهُ لَا يَجُوزُ
لِأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ مِنْ شَعْرِهِ حَتَّى يَنْحَرَ هَدْيَهُ
Imam Malik berkata : ”Sunnah yang
shahih, yang menurut kami tidak diperselisihkan lagi, menyatakan bahwa tidak
seorangpun boleh mengambil rambutnya sampai dia menyembelih kurbannya” [Tafsir
Al-Qurthubi 2/860]
Dari Ummu Salamah RA.
أن
رسولَ اللّه صلى اللّه عليه وآله وسلم قال إذا رَأيْتُمْ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ
وَأرَادَ أحَدُكُمْ أنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأظَافِرِهِ.
Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian telah melihat hilal
Dzulhijjah dan seseorang diantara kalian hendak berkurban, maka hendaklah ia
menahan rambut dan kukunya (tidak memotongnya) hingga ia berkurban” (HR Muslim
no. 1977)
وَلَفْظُ
أبِي دَاوُدَ وَهُوَ لِمُسْلِمِ وَالنَّسَائِيِّ أيْضًا (مَنْ كَاَن لَهُ ذَبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإذَا
أهَلِّ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَأظافِرِهِ
حَتَّى يُضَحِّيَ).
Dalam
lafadz, yang juga diriwayatkan oleh Muslim dan An-Nasa’i : “Barangsiapa yang
mempunyai jewan kurban yang hendak disembelihnya, apabila telah melihat hilal Dzulhijjah,
maka janganlah ia mengambil (memotong) rambut dan kukunya sehingga ia berkurban
(menyembelih)” (HR
Muslim no 1977)
PENJELASAN/
PENDAPAT ULAMA
Imam
Ash-Shan’ani berkata :
مِنْ السُّنَّةِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ
يُضَحِّيَ أَنْ لَا يَأْخُذَ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظَافِرِهِ إذَا دَخَلَ
شَهْرُ ذِي الْحِجَّةِ
Termasuk
sunnah bagi orang yang ingin berkurban yaitu ia tidak mengambil rambut dan kuku
orang yang berkurban ketika sudah masuk bulan Dzulhijjah, sebagaimana hadits
dari Ummu Salamah diatas. [Subulussalam 3, hal. 584].
Imam
Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
الْحَدِيثُ
اُسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى مَشْرُوعِيَّة تَرْكِ أَخْذِ الشَّعْرِ وَالْأَظْفَارِ
بَعْدَ دُخُولِ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ . إِلِى أَنْ
قَالَ : وَالْحِكْمَةُ فِي النَّهْيِ أَنْ يَبْقَى كَامِلَ الْأَجْزَاءِ
لِلْعِتْقِ مِنْ النَّار
Hadits-hadits
di atas menunjukkan disyariatkannya tidak memotong rambut dan kuku
setelah memasuki sepuluh hari pertama Dzulhijjah bagi yang hendak berkurban.
Hikmah larangan ini adalah semua anggotanya tetap lengkap untuk membebaskan
diri dari api neraka. [Nailul Author 2, hal. 653].
Al-Munawi
dalam kitab Faidhul Qadir hadits 467, berkata :
أي
فَليَجْتَنِب المضحي إِزَالَة شَعْر نفسه لِيَبْقَى كامل الجزاء فَيَعْتِق كُلّه
من النار.
Yakni
bagi yang mau berkurban menghindari mencukur ranbutnya agar semua anggotanya
tetap lengkap dan untuk membebaskan dari api neraka. [Faidhul Qadir
hadits 467]
Ibnu
Qudamah –rahimahullah- berkata:
إذَا
ثَبَتَ هَذَا ، فَإِنَّهُ يَتْرُكُ قَطْعَ الشَّعْرِ وَتَقْلِيمَ الْأَظْفَارِ ،
فَإِنْ فَعَلَ اسْتَغْفَرَ اللَّهَ تَعَالَى .وَلَا فِدْيَةَ فِيهِ إجْمَاعًا ،
سَوَاءٌ فَعَلَهُ عَمْدًا أَوْ نِسْيَانًا .
“Jika
telah ditetapkan dalam beberapa riwayat, maka ia tidak boleh mencukur rambut,
dan memotong kuku. Dan jika ia melakukannya maka harus bertaubat kepada Allah
–Ta’ala-, namun tidak ada fidyah baik karena sengaja atau lupa, ini merupakan
hasil ijma’ para ulama “. (al Mughni: 9/346)
Khalaf
bin Sulaiman bin Sa’d dalam kitab Al-Muntaqa berkata :
وَقَدْ
رَوَى الشَّيْخُ أَبُو بَكْرٍ وَالْقَاضِي أَبُو الْحَسَنِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ
لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ إِذَا رَأَى هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ أَنْ لَا
يَقُصَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا يُقَلِّمَ أَظْفَارَهُ حَتَّى يُضَحِّيَ
Syeikh
Abu Bakar dan Abu Al-Hasan mengatakan, sunnah bagi orang yang hendak berkurban
tidak memotong kuku dan tidak mencukur rambut, apabila telah melihat hilal
(sepuluh) Dzulhijjah hingga ia selesai berkurban. (Al-Muntari Syarah
Al-Muwatha’ 4/1]
Dalam
kitab ‘Aunul Ma’bud dikatakan :
وَقَالَ
الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : هُوَ مَكْرُوه كَرَاهَة تَنْزِيه وَلَيْسَ بِحَرَامٍ .
وَقَالَ أَبُو حَنِيفَة : لَا يُكْرَه وَقَالَ مَالِك فِي رِوَايَة : لَا يُكْرَه
As-Syafi’I
dan para sahabatnya berpendapat, hal itu (memotong kuku dan mencukur rambut)
dimakruhkan degan makruh tanzih tidak sampai haram. Abu Hanifah berkata, tidak
makruh, Malik berkata dalam satu riwayat, tidak makruh. [‘Aunul Ma’bud 6/247].
Zainudin
bin Abdul Aziz Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
وكُرِهَ
- لِمُرِيْدِهَا - إِزَاَلُة نحو شعرٍ في عشر ذي الحِجةِ وأيامِ التشريقِ حتى
يضحي.
Orang
yang bermaksud berkurban makruh mencabut rambut (memotongnya) pada tanggal 10
Dzulhijjah dan hari tasyrik hingga selesai berkurbannya. [Fathul Mi’in
1, hal. 711].
Imam
Nawawi dalam kitab Syarah Sahih Muslim berkata :
قال
أصحابنا وَالْمُرَاد بِالنَّهْيِ عَنْ أَخْذ الظُّفْر وَالشَّعْر النَّهْي عَنْ
إِزَالَة الظُّفْر بِقَلَمٍ أَوْ كَسْر أَوْ غَيْره ، وَالْمَنْع مِنْ إِزَالَة
الشَّعْر بِحَلْقٍ أَوْ تَقْصِير أَوْ نَتْف أَوْ إِحْرَاق أَوْ أَخْذه بِنَوْرَةٍ
أَوْ غَيْر ذَلِكَ ، وَسَوَاء شَعْر الْإِبْط وَالشَّارِب وَالْعَانَة وَالرَّأْس
، وَغَيْر ذَلِكَ مِنْ شُعُور بَدَنه
Sahabat-sahabat kami ( As Syafi’i) berkata : Yang dikehendaki
dengan larangan mengambil kuku dan rambut yaitu larangan memotong kuku atau
membelah atau dengan cara lainyya, dan larangan menghilangkan rambut adalah
menghilangkan rambut dengan cara cukur, memotong, mencabut, membakar,
mengambilnya dengan kapur atau dengan cara yang lainnya. Apakah itu rambut
ketiak, jenggot, Rambut kemaluan, Kepala dan rambut-rambut lain yang terdapat
di badan.” [Syarah Shahih
Muslim, hadits no. 1977]
Wallahu
a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar