MENGANTUK, SHALAT DULU ATAU TIDUR DULU?
Oleh : Masnun Tholab
DALIL-DALIL
Allah ta’ala
berfirman :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah ayat 185)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
ia berkata bahwa Rasulullah صلى اللّه
عليه وآله وسلم bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ
وَهُوَ يُصَلِّى فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ ، فَإِنَّ
أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لاَ يَدْرِى لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ
فَيَسُبَّ نَفْسَهُ
“Jika salah seorang di antara kalian dalam keadaan mengantuk dalam
shalatnya, hendaklah ia tidur terlebih dahulu hingga hilang ngantuknya. Karena
jika salah seorang di antara kalian tetap shalat, sedangkan ia dalam keadaan
mengantuk, ia tidak akan tahu, mungkin ia bermaksud meminta ampun tetapi
ternyata ia malah mencela dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 212 dan
Muslim no. 786).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah صلى اللّه عليه وآله وسلم bersabda,
إِذَا قَامَ أحَدُكُمْ مِنَ
اللَّيْلِ ، فَاسْتَعْجَمَ القُرْآنَ عَلَى لِسَانِهِ ، فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ
،فَلْيَضْطَجِع
“Apabila salah seorang di antara kalian bangun pada waktu malam,
kemudian lisannya berat membaca Alquran (karena sangat mengantuk), dan ia tidak
sadar apa yang ia katakan, maka hendaklah ia berbaring (tidur).”
(HR. Muslim no. 787)
Dari Anas RA, dia berkata,
دَخَلَ
النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم الْمسْجِدَ فَإِذَا حبْلٌ مَمْدُودٌ
بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فقالَ:"مَا هَذَا الْحبْلُ؟
قالُوا، هَذا حبْلٌ لِزَيْنَبَ فَإِذَا فَترَتْ تَعَلَقَتْ بِهِ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: "حُلّوهُ،
لِيُصَلِّ أَحدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذا فَترَ فَلْيرْقُدْ
Rasulullah صلى اللّه عليه وآله وسلم masuk ke dalam masjid, ia mendapatkan sebuah
tali tambang yang dibentangkan diantara dua tiang (layaknya tambang jemuran).
Kemudian ia bertanya, “apa ini?” Orang-orang menjawab “ini adalah tali
tambangnya zainab. Ketika dia shalat berlama-lama hingga kelelahan maka
bersandarlah ia dengan tali tambang itu”. Kemudian Rasulullah berkata
“lepaskanlah tambang ini, kalian harus shalat ketika tubuhmu kuat, jikalau
sudah capek tidurlah.” (HR. Bukhari, Muslim)
Pertanyaan :
Jika waktu shalat tiba, rasa kantuk datang, shalat dulu atau tidur dulu?
PENJELASAN/PENDAPAT ULAMA
Ibnu Hajar Al-Asqalani, ketika menjelaskan hadits Anas mengatakan :
وَفِيهِ الْحَثُّ عَلَى
الِاقْتِصَادِ فِي الْعِبَادَةِ وَالنَّهْيُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِيهَا وَالْأَمْرُ
بِالْإِقْبَالِ عَلَيْهَا بِنَشَاطٍ وَفِيهِ إِزَالَةُ الْمُنْكَرِ بِالْيَدِ
وَاللِّسَانِ وَجَوَازُ تَنَفُّلِ النِّسَاءِ فِي الْمَسْجِدِ وَاسْتُدِلَّ بِهِ
عَلَى كَرَاهَةِ التَّعَلُّقِ فِي الْحَبْلِ فِي الصَّلَاةِ
Di dalamnya ada dorongan untuk hemat dalam
beribadah dan larangan untuk lebih mendalaminya.
Dan perintah untuk menghadapinya (melakukannya)
dengan penuh semangat, dan di dalamnya adalah penghapusan kejahatan dengan
tangan (perbuatan) dan lidah (ucapan). Dan dibolehkan bagi wanita untuk
pergi ke masjid. Dan hadits tersebut menjadi dalil bahwa makruh terikat pada
tali dalam shalat. [Fathul Bari, 3/37]
Imam
Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim menjelaskan,
وَفِيهِ الْحَثُّ عَلَى الْإِقْبَالِ عَلَى الصَّلَاةِ بِخُشُوعٍ وَفَرَاغِ
قَلْبٍ وَنَشَاطٍ وَفِيهِ أَمْرُ النَّاعِسِ بِالنَّوْمِ أَوْ نَحْوِهِ مِمَّا
يَذْهَبُ عَنْهُ النُّعَاسُ وَهَذَا عَامٌّ فِي صَلَاةِ الْفَرْضِ وَالنَّفْلِ فِي
الليل والنهار وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور لَكِنْ لَا يُخْرِجُ فَرِيضَةً عَنْ
وَقْتِهَا قَالَ الْقَاضِي وَحَمَلَهُ مَالِكٌ وَجَمَاعَةٌ عَلَى نَفْلِ اللَّيْلِ
لِأَنَّهُ مَحِلُّ النَّوْمِ غَالِبًا
Hadits di atas mengandung anjuran untuk
melakukan shalat dengan khusyuk, sepenuh hati dan perhatian. Dan
di dalamnya juga ada perintah orang yang mengantuk untuk tidur, atau
melakukan hal-hal yang bisa menghilangkan kantuk. Dan perintah ini umum untuk
shalat wajib dan shalat sunah, baik di malam hari maupun di siang hari.
Inilah pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama. Akan
tetapi shalat wajib jangan sampai dikerjakan keluar dari waktunya. Al Qodhi
‘Iyadh berkata bahwa Imam Malik dan sekelompok ulama memaksudkan hadits
tersebut adalah untuk shalat malam. Karena shalat malam dipastikan diserang
kantuk, umumnya seperti itu.” (Syarh Shahih Muslim,
6: 67-68).
Al-Adzim Abadi dalam kitab ‘Aunul Ma’bud menjelaskan :
قَالَ النَّوَوِيُّ وَفِيهِ الْحَثُّ عَلَى الْإِقْبَالِ عَلَى الصَّلَاةِ
بِخُشُوعٍ وَفَرَاغِ قَلْبٍ وَنَشَاطٍ وَفِيهِ أَمْرُ النَّاعِسِ بِالنَّوْمِ أَوْ
نَحْوِهِ مِمَّا يُذْهِبُ عَنْهُ النُّعَاسَ وَهَذَا عَامٌّ فِي صَلَاةِ الْفَرْضِ
وَالنَّفْلِ فِي اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهَذَا مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ
الْجُمْهُورِ لَكِنْ لَا يُخْرِجُ فَرِيضَةً عَنْ وَقْتِهَا.
قَالَ الْقَاضِي وَحَمَلَهُ مَالِكٌ وَجَمَاعَةٌ عَلَى نَفْلِ اللَّيْلِ
لِأَنَّهَا مَحَلُّ النَّوْمِ غَالِبًا انْتَهَى
Hadits di atas mengandung anjuran untuk melakukan
shalat dengan khusyuk, sepenuh hati dan perhatian. Dan di
dalamnya juga ada perintah orang yang mengantuk untuk tidur, atau
melakukan hal-hal yang bisa menghilangkan kantuk. Dan perintah ini umum untuk
shalat wajib dan shalat sunah, baik di malam hari maupun di siang hari.
Inilah
pendapat madzhab Syafi’i dan jumhur (mayoritas) ulama. Akan tetapi shalat wajib
jangan sampai dikerjakan keluar dari waktunya. Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa
Imam Malik dan sekelompok ulama memaksudkan hadits tersebut adalah untuk shalat
malam. Karena shalat malam dipastikan diserang kantuk, umumnya seperti itu.”
[‘Aunul Ma’bud, 4/137]
Syeikh Dr Mustafa al-Bugha dalam
Kitab ‘Nuzhatul
Muttaqin’ Syarah Riyadhus Sholihin, menjelaskan tentang faidah
hadits Anas di atas :
الاسلامُ دينُ التسيرِ
,التنفلُ جائزٌ فى المسجدِ للرجالِ والنساءِ, ازالةُ المنكرِ باليدِ لمن يتمكنُ من
ذلك , يكرهُ ان يَعْتَمِدَ المصليِ فى اثناءِ صلاتهِ على شيءٍ, الحثُّ على
الاقتصادِ فى العبادةِ, والامرُ بالاقبالِ عليها بنشاطٍ
Islam adalah agama yang mudah/santai.
Beribadah di masjid dibolehkan bagi laki-laki dan perempuan.
Menghapus kemungkaran dengan tangan bagi mereka yang mampu melakukannya.
Tidak disukai bagi seorang yang sedang shalat untuk bergantung pada sesuatu selama shalatnya.
Dorongan untuk hemat dalam beribadah.
Perintah untuk beribadah ketika kondisi sedang fit (bugar).
[Nuzhatul Muttaqin, bab 14, hal. 169]
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar