Rabu, 09 April 2014

KEUTAMAAN WUDHU



KEUTAMAAN WUDHU
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Renungan
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS Al Jin : 26,27).
Imam Al-Qurthubi berkata :
قَالَ الْعُلَمَاء رَحْمَة اللَّه عَلَيْهِمْ : لَمَّا تَمَدَّحَ سُبْحَانَهُ بِعِلْمِ الْغَيْب وَاسْتَأْثَرَ من هنا بما يرضي الله وتعست الشركة بِهِ دُونَ خَلْقه , كَانَ فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّهُ لَا يَعْلَم الْغَيْب أَحَد سِوَاهُ , ثُمَّ اِسْتَثْنَى مَنْ اِرْتَضَاهُ مِنْ الرُّسُل
ara ulama mengatakan bahwa pada ayat ini Allah Subhanahu wata’ala memuji diriNya dengan kepemilikan ilmu ghaib, dimana ilmu itu tidak diberikan kepada makhlukNya , karena ilmu itu dikhususkan untuk dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib itu selain diriNya, kecuali beberapa hal yang diberitahukan kepada beberapa orang Rasul.
[Tafsir Al-Qurthubi, surat Al-Jin 26-27]
 
Dalil-dalil Tentang Keutamaan Berwudhu
Dari Nu'aim bin Al Mujmir berkata, "Aku mendaki masjid bersama Abu Hurairah, lalu dia berwudlu' dan berkata, 
إِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ
"Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah berseri-seri karena sisa air wudlu, barangsiapa di antara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan." (HR. Bukhari 133; Ahmad 8828)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
واستدل الحليمي بهذا الحديث على أن الوضوء من خصائص هذه الأمة، وفيه نظر لأنه ثبت عند المصنف في قصة سارة رضي الله عنها مع الملك الذي أعطاها هاجر أن سارة لما هم الملك بالدنو منها قامت تتوضأ وتصلي، وفي قصة جريج الراهب أيضا أنه قام فتوضأ وصلى ثم كلم الغلام، فالظاهر أن الذي اختصت به هذه الأمة هو الغرة والتحجيل لا أصل الوضوء
Al-Khulami menggunakan hadits ini sebagai dalil bahwa wudhu merupakan kekhususan (keistimewaan) umat ini. Namun pernyataan seperti itu masih perlu ditinjau kembali. Karena telah disebutkan oleh penulis (Imam Bukhari) pada kisah Sarah RA bersama sang Raja, dimana pada saat raja tersebut hendak mendekatinya maka ia berwudhu lalu shalat. Demikian pula pada kisah Juraij, dimana beliau berwudhu dan shalat lalu setelah itu terjadi dialog antara dia dengan bayi. Yang lebih kuat, sesungguhnya yang menjadi kekhususan ummat ini hanyalah cahaya di wajah, tangan dan kaki saja, dan bukan wudhu itu sendiri. [Fathul Baari 2/15, hadits no. 136]

Dari Abu Hurairah Bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ - أَوِ الْمُؤْمِنُ - فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
"Jika seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, ketika ia mencuci wajahnya maka akan keluar dosa yang ia lihat dengan matanya bersama guyuran air (wudhu) atau tetesan terakhir, atau semisalnya, dan ketika ia mencuci kedua tangannya maka keluar setiap dosa yang digerakkan oleh kedua tangannya bersama guyuran air (wudhu) atau tetesan terakhir, hingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa." (HR. Muslim 360, 600; Ahmad 7677)

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, berkata :
قَالَ الْقَاضِي : وَالْمُرَاد بِخُرُوجِهَا مَعَ الْمَاء الْمَجَاز وَالِاسْتِعَارَة فِي غُفْرَانهَا ؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ بِأَجْسَامٍ فَتَخْرُج حَقِيقَة . وَاَللَّه أَعْلَم
Al-Qadhi Iyadh Rahimahullah berkata : “Yang dimaksud dengan kesalahan yang keluar bersama-sama dengan tetesan air wudhu tidak lain adalah ungkapan majaz atau metaforis. Maksudnya adalah dosa-dosa kecil itu diampuni oleh Allah Subhanahu wata’ala. Sebab kesalahan-keslahan manusia tidak ada wujud fisiknya sehingga bisa keluar dari tubuh seberti benda yang kasat mata. Wallahu a’lam.
[Syarah Shahih Muslim 2/274, hadits no. 600].

Dari Utsman bin  Affan, dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
“Barangsiapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 601)

Dari Abu Hurairah Bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ, فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
“Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada keadaan yang dibenci (seperti pada keadaan yang sangat dingin, pent.), banyak berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath, itulah ribath.” (HR. Muslim no. 610)

Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, berkata :
قَالَ الْقَاضِي عِيَاض : ( مَحْو الْخَطَايَا ) كِنَايَة عَنْ غُفْرَانهَا ، قَالَ : وَيَحْتَمِل مَحَوْهَا مِنْ كِتَاب الْحَفَظَة وَيَكُون دَلِيلًا عَلَى غُفْرَانهَا ، ( وَرَفْع الدَّرَجَات ) إِعْلَاء الْمَنَازِل فِي الْجَنَّة ، وَإِسْبَاغ الْوُضُوء تَمَامه ، وَالْمَكَارِه تَكُون بِشِدَّةِ الْبَرْد وَأَلَمِ الْجِسْم وَنَحْو ذَلِكَ ،  وَاَللَّه أَعْلَم
Al-Qadhi Iyadh Rahimahullah berkata : “Yang dimaksud dengan dihapusnya kesalahan dalam hadits tersebut merupakan ungkapan lain dari ampunan Allah ta’ala untuk kesalahan-kesalahan tersebut. Namun mungkin yang dimaksud adalah dihapusnya kesalahan dari buku catatan para malaikat Hafazhah. Tentu saja hal ini sama dengan ampunan Allah untuk kesalahan-kesalahan tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan diangkatnya beberapa derajat adalah kedudukan tinggi yang didapatkan di dalam surga”
“Yang dimaksud dengan menyempurnakan wudhu adalah melakukannya dengan sempurna (berikut sunnah-sunnah wudhu yang dianjurkan). Yang dimaksud dengan kondisi yang tidak bersahabat adalah ketika suhu udara sangat dingin, ketika tubuh menderita sakit, atau hal yang tidak menyenangkan lainnya”.  Wallahu a’lam.
[Syarah Shahih Muslim 2/274, hadits no. 610].


Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...