KEUTAMAAN WUDHU
Oleh
: Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala Puji bagi
Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam
semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Renungan
Allah
Subhanahu wata’ala berfirman :
عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ
عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ
مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
(Dia
adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya, maka
sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di
belakangnya. (QS
Al Jin : 26,27).
Imam
Al-Qurthubi berkata :
قَالَ
الْعُلَمَاء رَحْمَة اللَّه عَلَيْهِمْ : لَمَّا تَمَدَّحَ سُبْحَانَهُ بِعِلْمِ
الْغَيْب وَاسْتَأْثَرَ من هنا بما يرضي الله وتعست الشركة بِهِ دُونَ خَلْقه ,
كَانَ فِيهِ دَلِيل عَلَى أَنَّهُ لَا يَعْلَم الْغَيْب أَحَد سِوَاهُ , ثُمَّ
اِسْتَثْنَى مَنْ اِرْتَضَاهُ مِنْ الرُّسُل
ara
ulama mengatakan bahwa pada ayat ini Allah Subhanahu wata’ala memuji diriNya
dengan kepemilikan ilmu ghaib, dimana ilmu itu tidak diberikan kepada
makhlukNya , karena ilmu itu dikhususkan untuk dirinya sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib itu selain diriNya,
kecuali beberapa hal yang diberitahukan kepada beberapa orang Rasul.
[Tafsir
Al-Qurthubi, surat Al-Jin 26-27]
Dalil-dalil Tentang Keutamaan Berwudhu
Dari Nu'aim bin Al Mujmir berkata, "Aku mendaki masjid bersama Abu Hurairah, lalu dia berwudlu' dan berkata,
إِنِّي
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أُمَّتِي
يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ
فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ
"Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya umatku akan dihadirkan pada hari kiamat dengan wajah berseri-seri karena sisa air wudlu, barangsiapa di antara kalian bisa memperpanjang cahayanya hendaklah ia lakukan." (HR. Bukhari 133; Ahmad 8828)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
واستدل
الحليمي بهذا الحديث على أن الوضوء من خصائص هذه الأمة، وفيه نظر لأنه ثبت عند
المصنف في قصة سارة رضي الله عنها مع الملك الذي أعطاها هاجر أن سارة لما هم الملك
بالدنو منها قامت تتوضأ وتصلي، وفي قصة جريج الراهب أيضا أنه قام فتوضأ وصلى ثم
كلم الغلام، فالظاهر أن الذي اختصت به هذه الأمة هو الغرة والتحجيل لا أصل الوضوء
Al-Khulami
menggunakan hadits ini sebagai dalil bahwa wudhu merupakan kekhususan
(keistimewaan) umat ini. Namun pernyataan seperti itu masih perlu ditinjau
kembali. Karena telah disebutkan oleh penulis (Imam Bukhari) pada kisah Sarah
RA bersama sang Raja, dimana pada saat raja tersebut hendak mendekatinya maka
ia berwudhu lalu shalat. Demikian pula pada kisah Juraij, dimana beliau
berwudhu dan shalat lalu setelah itu terjadi dialog antara dia dengan bayi.
Yang lebih kuat, sesungguhnya yang menjadi kekhususan ummat ini hanyalah cahaya
di wajah, tangan dan kaki saja, dan bukan wudhu itu sendiri. [Fathul Baari
2/15, hadits no. 136]
Dari Abu Hurairah Bahwa Rasulullah -shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا
تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ - أَوِ الْمُؤْمِنُ - فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ
مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ -
أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ
كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ
قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا
رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - حَتَّى يَخْرُجَ
نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
"Jika seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, ketika ia mencuci wajahnya maka akan keluar dosa yang ia lihat dengan matanya bersama guyuran air (wudhu) atau tetesan terakhir, atau semisalnya, dan ketika ia mencuci kedua tangannya maka keluar setiap dosa yang digerakkan oleh kedua tangannya bersama guyuran air (wudhu) atau tetesan terakhir, hingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa." (HR. Muslim 360, 600; Ahmad 7677)
Imam
Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, berkata :
قَالَ
الْقَاضِي : وَالْمُرَاد بِخُرُوجِهَا مَعَ الْمَاء الْمَجَاز وَالِاسْتِعَارَة
فِي غُفْرَانهَا ؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ بِأَجْسَامٍ فَتَخْرُج حَقِيقَة .
وَاَللَّه أَعْلَم
Al-Qadhi
Iyadh Rahimahullah berkata : “Yang dimaksud dengan kesalahan yang keluar bersama-sama
dengan tetesan air wudhu tidak lain adalah ungkapan majaz atau metaforis.
Maksudnya adalah dosa-dosa kecil itu diampuni oleh Allah Subhanahu wata’ala.
Sebab kesalahan-keslahan manusia tidak ada wujud fisiknya sehingga bisa keluar
dari tubuh seberti benda yang kasat mata. Wallahu a’lam.
[Syarah
Shahih Muslim 2/274, hadits no. 600].
Dari Utsman bin Affan, dia berkata: Rasulullah -shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ
تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ
مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
“Barangsiapa
yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, niscaya kesalahan-kesalahannya keluar
dari badannya hingga keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR. Muslim no. 601)
Dari Abu Hurairah Bahwa Rasulullah -shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda:
أَلَا
أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ
الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى
الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ
بَعْدَ الصَّلَاةِ, فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
“Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya
Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab,
“Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada keadaan
yang dibenci (seperti pada keadaan yang sangat dingin, pent.), banyak berjalan
ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath,
itulah ribath.”
(HR. Muslim no. 610)
Imam
Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim, berkata :
قَالَ
الْقَاضِي عِيَاض : ( مَحْو الْخَطَايَا ) كِنَايَة عَنْ غُفْرَانهَا ، قَالَ :
وَيَحْتَمِل مَحَوْهَا مِنْ كِتَاب الْحَفَظَة وَيَكُون دَلِيلًا عَلَى
غُفْرَانهَا ، ( وَرَفْع الدَّرَجَات ) إِعْلَاء الْمَنَازِل فِي الْجَنَّة ،
وَإِسْبَاغ الْوُضُوء تَمَامه ، وَالْمَكَارِه تَكُون بِشِدَّةِ الْبَرْد وَأَلَمِ
الْجِسْم وَنَحْو ذَلِكَ ، وَاَللَّه
أَعْلَم
Al-Qadhi
Iyadh Rahimahullah berkata : “Yang dimaksud dengan dihapusnya kesalahan dalam
hadits tersebut merupakan ungkapan lain dari ampunan Allah ta’ala untuk
kesalahan-kesalahan tersebut. Namun mungkin yang dimaksud adalah dihapusnya
kesalahan dari buku catatan para malaikat Hafazhah. Tentu saja hal ini sama
dengan ampunan Allah untuk kesalahan-kesalahan tersebut. Sedangkan yang
dimaksud dengan diangkatnya beberapa derajat adalah kedudukan tinggi yang
didapatkan di dalam surga”
“Yang
dimaksud dengan menyempurnakan wudhu adalah melakukannya dengan sempurna
(berikut sunnah-sunnah wudhu yang dianjurkan). Yang dimaksud dengan kondisi
yang tidak bersahabat adalah ketika suhu udara sangat dingin, ketika tubuh
menderita sakit, atau hal yang tidak menyenangkan lainnya”. Wallahu a’lam.
[Syarah
Shahih Muslim 2/274, hadits no. 610].
Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar