Rabu, 09 April 2014

MENGGABUNGKAN NIAT SHALAT



MENGGABUNGKAN NIAT SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Dalil dan Pengertian Niat
Umar bin Alchattab Rodhiyallahu ‘anhu. berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alihi wasallam bersabda :
إنَّمَاالْأَ عْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَاِنَّمَا لِكُلِّ مْرِىءٍ مَّانَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ ، ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُّنْيَا يُصِيْبُهَا اَوِمْرَأةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلىَ مَا هَجَرَ اِلَيْهِ
"Sesungguhnya Sahnya  suatu perbuatan tergantung niatnya. Dan yang teranggap bagi tiap orang adalah menurut apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang berhijrah semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasulullah, maka hijrah itu diterima oleh Allah dan Rasulullah. Dan siapa yang hijrah karena keuntungan dunia yang dikejarnya atau karena perempuan yang akan dikawin, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niat hijrah kepadaNya. (HR. Buchari no. 1)
[lihat Riyadus Salihin 1, hal. 11 ; lihat Al-Jami'us Saghir 1, hal. 31]

Sayyid Sabiq mengatakan bahwa dalam kitab Ighatsatul Lahfan, Ibnul Qayyim menyatakan,
النيةُ هي القصدُ والعزمُ على فعلِ الشيء ومَحلُّها القلبُ ، لا تعَلُّقَ لها باللسانِ أصلا ولذلك لم ينقل عن النبي ولا عن أصحابه في النية لفظ بحال
"Arti niat adalah menyengaja dan bermaksud secara sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu. Tempatnya adalah di dalam hati dan ia tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan penuturan lisan. Oleh sebab itu tidak pernah ada hadits yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alihi wasallam dan para sahabat pernah melafadzkan niat”
[Fiqih Sunnah 1/187; Ighatsatul Lahfan 1/141].
Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm  berkata tentang niat shalat : 
وَالنِّيَّةُ لاَ تَقُومُ مَقَامَ التَّكْبِيرِ وَلاَ تَجْزِيهِ النِّيَّةُ إلاَّ أَنْ تَكُونَ مع التَّكْبِير لاَ تَتَقَدَّمُ التَّكْبِيرَ وَلاَ تَكُونُ بَعْدَه
Niat tidak bisa menggantikan kedudukan takbir, namun niat tidak cukup apabila tidak disertai takbir, niat tidak mendahului takbir dan tidak pula sesudahnya. (niat bersamaan dengan takbiratul ihram, pen). [Lihat Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 155].
Imam Syafi’i  berkata : Hadits-hadits yang telah kami riwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan dalil bahwa niat sesorang yang ber-talbiyah itu hanya di hati (tidak dilafadzkan), hal itu sudah cukup dan sah. Jadi sesoerang yang berihram tidak perlu melafadzkan niat ihramnya. Hal ini sebagaimana niat seseorang untuk shalat wajib, shalat sunnah atau shalat nadzar yang hanya terdapat di dalam hati, maka hal itu sudah cukup dengan tidak perlu dilafadzkan dengan lisan.
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 618].

Dalam kitab Fat-hul Mu’in Al-Fanani mengatakan :
Sunat mengucapkan lafadz niat yang dinyatakan sebelum takbiratul ihram, agar ucapan itu dapat membantu hatinya, dan agar keluar dari perbedaan dengan pendapat yang mewajibkan talaffuzh niat. (Demikianlah pendapat Syafiiyah dan Hanbaliah).
[Fat-hul Mu’in 1, hal. 153]

Ibnul Qayim berpendapat tentang melafadzkan niat dalam kitab Zadul Ma'ad,:  Ini semua merupakan dari sepuluh perbuatan bid'ah, karena tidak ada nash yang menceritakan dengan sanad yang shahih, dan tidak pula dengan sanad yang dha'if, dan tidak pula dengan sanad yang hasan, dari salah seorang tabi'in, dan tidak pula dari para Imam empat mazhab. (Malik, Syafi'i, Hanafi, dan Hambali)  [Kitab Fiqih Lima Mazhab, hal. 102; lihat Zaadul Ma’ad 1, hal.19]

Pendapat Para Ulama Tentang Menggabungkan Niat Shalat
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab  berkata :
قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَنْوِيَ بِالرَّكْعَتَيْنِ التَّحِيَّةَ بَلْ إذَا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ بِنِيَّةِ الصَّلَاةِ مُطْلَقًا أَوْ نَوَى رَكْعَتَيْنِ نَافِلَةً رَاتِبَةً أَوْ غَيْرَ رَاتِبَةٍ أَوْ صَلَاةَ فَرِيضَةٍ مُؤَدَّاةٍ أَوْ مَقْضِيَّةٍ أَوْ مَنْذُورَةٍ أَجْزَأَهُ ذَلِكَ وَحَصَلَ لَهُ مَا نَوَى وَحَصَلَتْ تَحِيَّةُ الْمَسْجِدِ ضِمْنًا وَلَا خِلَافَ فِي هَذَا قَالَ أَصْحَابُنَا وَكَذَا لَوْ نَوَى الْفَرِيضَةَ وَ تَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ أَوْ الرَّاتِبَةَ وَتَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ حَصَلَا جَمِيعًا بِلَا خِلَافٍ
Sahabat-sahabat kami berkata : “Tidak disyaratkan niat shalat tahiyatul masjid, tetapi dapat pula dilaksanakan niat 2 rekaat shalat mutlak, atau niat shalat sunnah rawatib dua rekaat, atau yang lain, atau niat menunaikan shalat fardhu, shalat nadzar dan lainnya, yang ia niatkan tercapai dan tahiyatul masjid juga tercapai karena tercakup di dalamnya. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini”
Sahabat-sahabat kami berkata : “Seperti itu juga bila seseorang berniat shalat fardhu dan tahiyatul masjid, atau shalat sunnah rawatib dan tahiyatul masjid, keduanya tercapai secara bersamaan. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini”
[Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab 4/114]

Syeikh Zainul Abidin bin Ibrahim bin Nujaim Al-Hanafi berkata  :
لَوْ دَخَلَ الْمَسْجِدَ وَصَلَّى الْفَرْضَ أَوْ الرَّاتِبَةَ دَخَلَتْ فِيهِ التَّحِيَّةُ
Bila ada orang masuk masjid untuk sholat fardlu atau sholat rawatib, maka sholat tahiyyatul masjid sudah otomatis masuk.  [Asybah wannadho-ir 132]

Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah  berkata tentang shalat Istikharah :
ولو كانتا من السُّنن الراتبةِ أو تحية المسجد في أي وقت من الليل أو النهار
Shalat Istikharah boleh dilakukan ketika mengerjakan shalat sunnah rawatib atau tahiyatul masjid, atau boleh pula dilakukan pada waktu malam atau siang.
[Fikih Sunnah 1, hal. 304].

Kesimpulan
Mayoritas ulama berpendapat bolehnya melakukan satu shalat dengan beberapa niat shalat sekaligus.
Wallahu a’lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...