Oleh
:MasnunTholab
www.masnuntholab.blogspot.com
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا من يهده اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ
له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Renungan
Diriwayatkan
dari Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu
beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال
بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى
اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap
amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan
tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari no. 6689 dan Muslim
no. 1907])
Ibnu
Hajar rahimahullah menerangkan
وَاسْتُدِلَّ
بِهَذَا الْحَدِيث عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوز الْإِقْدَام عَلَى الْعَمَل قَبْل
مَعْرِفَة الْحُكْم ؛ لِأَنَّ فِيهِ أَنَّ الْعَمَل يَكُون مُنْتَفِيًا إِذَا
خَلَا عَنْ النِّيَّة ، وَلَا يَصِحّ نِيَّة فِعْل الشَّيْء إِلَّا بَعْد
مَعْرِفَة الْحُكْم
Hadits
ini merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan
sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak
akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar]
untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]).
Hadits-hadits dan Pendapat
Ulama Tentang Mengangkat Kedua Tangan Ketika Berdo’a
Dari Anas bin Malik ra, ia berkata;
أَتَى رَجُلٌ
أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ
الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ
مَعَهُ يَدْعُونَ
“Datang
seorang laki-laki Arab Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam pada hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami
telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallm mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan
manusia ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR.
Bukhari No. 983, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6242)
Berkata
Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:
قَالُوا هَذَا
الرَّفْعُ هَكَذَا وَإِنْ كَانَ فِي دُعَاءِ الِاسْتِسْقَاءِ ، لَكِنَّهُ لَيْسَ
مُخْتَصًّا بِهِ ، وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ
بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ .
“Mereka mengatakan bahwa mengangkat
tangan yang seperti ini jika terjadi pada doa istisqa saja, tetapi hadits ini
tidaklah mengkhususkannya. Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits
ini dalam kitab Ad Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak
(umum) ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202)
Sahabat
Anas bin Malik Radhiallahu’anhu berkata:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ
مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى
بَيَاضُ إِبْطَيْهِ
“Biasanya Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa,
kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat
ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
Hadits-hadits dan
Pendapat Ulama Tentang Mengangkat Jari Telunjuk Ketika Berdo’a di atas Mimbar
Dari
‘Umarah bin Ru’aybah, ia berkata
رَأَى بِشْرَ
بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ، فَقَالَ: «قَبَّحَ اللهُ
هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ
بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
Bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan
mengangkat kedua tangannya (ketika menjadi khatib) di atas mimbar. ‘Umarah lalu
berkata kepadanya: ‘Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu ini, karena aku
telah melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika menjadi khatib
tidak menambah lebih dari yang seperti ini: (Umarah lalu mengacungkan jari
telunjuknya)‘”
(HR.
Muslim, 847)
Diriwayatkan dari Thawus, diaberkata,
كان يكره
دعاءهم الذي يدعونه يومالجمعة وكان لا يرفع يديه
bahwa
beliau membenci mengangkat tangan saat berdoa pada hari Jum'at. Dan beliau
sendiri tidak mengangkat kedua tangannya." (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah:
2/55)
Imam
Al-Baihaqi berkata,
من السنة ان لا
يرفع يديه في حال الدعاء في الخطبة ويقتصر على ان يشير باصبعه
"Bagian dari sunnah adalah tidak
mengangkat kedua tangan saat berdo'a dalam khutbah. Dan cukup mengisyaratkan
dengan jarinya." (Lihat; Al-Sunan al-Kubra: 3/210)
Imam
al-Nawawi berkata dalam menjelaskan kandungan hadits di atas,
هذا فيه أن
السنة أن لا يرفع اليد في الخطبة وهو قول مالك وأصحابنا وغيرهم
"Di dalamnya terdapat
sunnah agar tidak mengangkat tangan saat khutbah, ini adalah pendapat Malik,
para sahabat kami dan selain mereka." (Syarh Muslim: 6/162)
Ibnul
Qayyim rahimahullah
berkata,
وكان يُشير
بأصبعه السَّبَّابَة في خطبته عند ذكر اللّه تعالى ودعائه
"Adalah beliau shallallahu 'alaihi wasallam
mengisyaratkan dengan jari telunjuknya dalam khutbahnya ketika berdzikir kepada
Allah Ta'ala dan ketika berdoa." (Zaadul Ma'ad: 1/428)
Hushain mengkhabarkan kepada kami,
ia berkata :
كُنْتُ إلَى
جَنْبِ عُمَارَةَ بْنِ رُوَيْبَةَ ، وَبِشْرُ بْنُ مَرْوَانَ يَخْطُبُنَا ،
فَلَمَّا دَعَا رَفَعَ يَدَيْهِ ، فَقَالَ عُمَارَةُ : يَعْنِي قَبَّحَ اللَّهُ
هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ ، رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ إذَا دَعَا يَقُولُ هَكَذَا ،
فَرَفَعَ السَّبَّابَةَ وَحْدَهَا .
Aku mendengar ‘Umarah bin ruaybah
al-tsaqafi dan bisyr bin marwan berkhutbah, lalu mengangkat kedua tangannya
ketika berdoa.Umaroh berkata,“Semoga Allah menjelekkan kedua tangan tersebut, sungguh aku
telah melihat Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah menambah
kecuali hanya begini (beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk”. (Sunan
tirmidzi no.515)
Dari sahl bin sa’ad r.a ia berkata :
مَا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاهِرًا يَدَيْهِ قَطُّ يَدْعُو
عَلَى مِنْبَرٍ وَلَا عَلَى غَيْرِهِ ، وَمَا كَانَ يَدْعُو إلَّا يَضَعُ يَدَهُ
حَذْوَ مَنْكِبِهِ وَيُشِيرُ بِأُصْبُعِهِ إشَارَةً . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو
دَاوُد وَقَالَ فِيهِ : لَكِنْ رَأَيْتُهُ يَقُولُ هَكَذَا ، وَأَشَارَ
بِالسَّبَّابَةِ وَعَقَدَ الْوُسْطَى بِالْإِبْهَامِ
“Aku tidak
melihat Rasulullah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membuka
kedua tangannya ketika berdoa di atas mimbar dan , tidaklah nabi berdoa kecuali
beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya dan memberikan suatu isyarat
dengan jari-jarinya” (HR Ahmad dan Abu dawud) kemudian sahl berkata : akan
tetapi aku melihat rasulullah berbuat begini, lalu sahl mengisyaratkan dengan
jari telunjuk dan mengikat jari tengah dengan ibu jarinya.
Imam
al-Syaukani berkata :
وَالْحَدِيثَانِ
الْمَذْكُورَانِ فِي الْبَابِ يَدُلَّانِ عَلَى كَرَاهَةِ رَفْعِ الْأَيْدِي عَلَى
الْمِنْبَرِ حَالَ الدُّعَاءِ وَأَنَّهُ بِدْعَةٌ
Dua hadits yang disebutkan dalam bab ini menunjukkan makruhnya
mengangkat
kedua tangan saat berdoa di atas mimbar, hal itu bid'ah. (Nailul Authar: 3/283)
Kesimpulan
1.
Mayoritas ulama
berpendapat dianjurkan mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
2.
Mayoritas ulama
berpendapat dianjurkan mengangkat jari telunjuk ketika (Khotib) berdo’a di atas
mimbar.
3.
Mayoritas ulama
berpendapat makruh hukumnya mengangkat kedua tangan ketika berdo’a di atas
mimbar.
Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar