MENGUCAPKAN SALAM KEPADA
ORANG KAFIR
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Memulai
Salam pada Orang Kafir
Para ulama
berselisih pendapat mengenai hukum memulai ucapan salam pada orang kafir dan
hukum membalas salam mereka. Kebanyakan ulama terdahulu dan belakangan
mengharamkan memulai ucapan salam.
Dari Abu
Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda:
لَا تَبْدَءُوا
الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي
طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Janganlah
kalian yang memulai mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang di antara mereka di jalan, maka
desaklah dia ke jalan yang paling sempit.” (HR. Muslim no. 2167)
Imam
Nawawi berkata, “Larangan yang disebutkan dalam
hadits di atas menunjukkan keharaman, Inilah yang benar bahwa memulai
mengucapkan salam pada orang kafir dinilai haram.” (Syarh Shahih
Muslim, 14: 145).
Membalas Salam Orang Kafir
Mayoritas ulama
(baca: jumhur) berpendapat bahwa jika orang kafir memberi salam, maka jawablah
dengan ucapan “wa ‘alaikum”.
Dari Anas bin
Malik -radhiallahu ‘anhu- dia berkata: Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda:
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ
فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ
“Apabila ahli
kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah, “Wa ‘alaikum (dan juga
atasmu).” (HR. Al-Bukhari
no. 6258 dan Muslim no. 2163)
Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa Anas bin Malik berkata,
مَرَّ يَهُودِىٌّ بِرَسُولِ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ السَّامُ عَلَيْكَ . فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « وَعَلَيْكَ » . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – « أَتَدْرُونَ مَا يَقُولُ قَالَ السَّامُ عَلَيْكَ » . قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَقْتُلُهُ قَالَ « لاَ ، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ
أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ »
“Ada seorang Yahudi melewati Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as saamu ‘alaik’ (celaka
engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’
(engkau yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
“Apakah kalian mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’
(celaka engkau)?” Para sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana
jika kami membunuhnya saja?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jangan. Jika mereka mengucapkan salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa
‘alaikum’.” (HR. Bukhari no. 6926)
Ibnu
Hajar rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan bahwa
ada perbedaan menjawab salam orang muslim dan orang kafir. Ibnu Battol berkata,
“Sebagian ulama berpendapat bahwa membalas salam orang kafir adalah wajib
berdasarkan keumuman ayat (yaitu surat An Nisa ayat 86, pen). Telah shahih dari
Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika ada yang mengucapkan salam padamu, maka balaslah
ucapannya walau ia seorang Majusi.” Demikian pendapat Asy Sya’bi dan Qotadah.
Namun Imam Malik dan jumhur (mayoritas ulama) melarang demikian. Atho’ berkata,
“Ayat (yaitu surat An Nisa’ ayat 86) hanya khusus bagi kaum muslimin. Jadi
tidak boleh menjawab salam orang kafir secara mutlak. Hadits di atas cukup
menjadi alasan.” (Fathul Bari, 11: 42)
Surat
An Nisa ayat 86 yang dimaksud adalah,
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ
فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
“Apabila
kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah
penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86).
Bagaimana
jika tidak tahu?
Karena
tidak tahu, maka itu diluar di luar tanggung jawab. Karena itu, tidak istilah
dosa bagi muslim yang menjawab salam nasrani. Kejadian semacam ini pernah
dialami sahabat Uqbah bin Amir Radhiyallahu ‘anhu.
Diceritakan
bahwa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu
orang tersebut memberi salam kepadanya, maka beliaupun menjawabnya dengan
ucapan: “Wa’alaika wa rohmatulloh wabarokatuh”… Maka pelayannya
mengatakan padanya, Dia itu nasrani!… Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya
hingga dia berhasil menyusulnya. Kemuduian beliau mengatakan,
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ
وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ،
وَأَكْثَرَ مالك، وولدك
“Sesungguhnya
rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah
memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu” (HR. Bukhori dalam
kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan dihasankan oleh Syeikh Albani)
Dari Usamah bin
Zaid -radhiallahu ‘anhu- dia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكِبَ حِمَارًا عَلَيْهِ إِكَافٌ تَحْتَهُ قَطِيفَةٌ
فَدَكِيَّةٌ, وَأَرْدَفَ وَرَاءَهُ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ -وَهُوَ يَعُودُ سَعْدَ
بْنَ عُبَادَةَ فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ- وَذَلِكَ قَبْلَ وَقْعَةِ
بَدْرٍ. حَتَّى مَرَّ فِي مَجْلِسٍ فِيهِ أَخْلَاطٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
وَالْمُشْرِكِينَ عَبَدَةِ الْأَوْثَانِ وَالْيَهُودِ, وَفِيهِمْ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولَ وَفِي الْمَجْلِسِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ.
فَلَمَّا غَشِيَتْ الْمَجْلِسَ عَجَاجَةُ الدَّابَّةِ, خَمَّرَ عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ أُبَيٍّ أَنْفَهُ بِرِدَائِهِ ثُمَّ قَالَ: لَا تُغَبِّرُوا عَلَيْنَا.
فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ وَقَفَ
فَنَزَلَ فَدَعَاهُمْ إِلَى اللَّهِ وَقَرَأَ عَلَيْهِمْ الْقُرْآنَ
“Bahwa Nabi
-shallallahu ‘alaihi wasallam- mengendarai keledai yang di atasnya ada pelana
bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang
beliau ketika hendak menjenguk Sa’ad bin ‘Ubadah di Bani Al Harits Al Khazraj,
dan peristiwa ini terjadi sebelum perang Badar. Beliau kemudian berjalan
melewati suatu majelis yang di dalam majelis tersebut bercampur antara kaum
muslimin, orang-orang musyrik, para penyembah patung, dan orang-orang Yahudi.
Dan di dalam majelis tersebut terdapat pula Abdullah bin Ubay bin Salul dan
Abdullah bin Rawahah. Saat majlis itu dipenuhi kepulan debu hewan kendaraan,
‘Abdullah bin Ubay menutupi hidungnya dengan selendang sambil berkata, “Jangan
mengepuli kami dengan debu.” Kemudian Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-
mengucapkan salam pada mereka lalu berhenti dan turun, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajak mereka menuju Allah sambil membacakan Al-Qur’an kepada
mereka.” (HR. Al-Bukhari
no. 6254 dan Muslim no. 1798)
Imam al’allamah Abu Hasan al mawardi dalam kitab haawy
alkabiir nya merinci maksud dari dua hadits di atas sebagai berikut :
وَإِنْ كَانَ السَّلَامُ بَيْنَ مُسْلِمٍ وَكَافِرٍ فَضَرْبَانِ :
أَحَدُهُمَا : أَنْ يَكُونَ الْكَافِرُ مُبْتَدِئًا بِالسَّلَامِ كيفة الرد عليه
فَيَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ رَدُّ سَلَامِهِ ، وَفِي صِفَةِ رَدِّهِ وَجْهَانِ :
أَحَدُهُمَا : أَنْ يَرُدَّ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُ فَيَقُولُ : وَعَلَيْكَ السَّلَامُ وَلَا يَزِيدُ عَلَيْهِ "
وَرَحْمَةُاللَّهِ و بَرَكَاتُهُ .
وَالْوَجْهُ الثَّانِي : أَنْ يَقْتَصِرَ فِي رَدِّهِ عَلَيْهِ بِقَوْلِهِ وَعَلَيْكَ :
لِأَنَّهُ
رُبَّمَا نَوَى سُوءًا بِسَلَامِهِ وَإِنْ كَانَ الْمُسْلِمُ مُبْتَدِئًا
بِالسَّلَامِ ، فَفِي جَوَازِ ابْتِدَائِهِ بِالسَّلَامِ وَجْهَانِ : أَحَدُهُمَا
: يَجُوزُ أَنْ يَبْتَدِئَ بِالسَّلَامِ : لِأَنَّهُ لَمَّا كَانَ
السَّلَامُ أَدَبًا وَسُنَّةً كَانَ
الْمُسْلِمُ بِفِعْلِهِ أَحَقَّ ، فَعَلَى هَذَا يَقُولُ لَهُ
الْمُسْلِمُ : " السَّلَامُ عَلَيْكَ " عَلَى لَفْظِ الْوَاحِدِ ،
وَلَا يَذْكُرُهُ عَلَى لَفْظِ الْجَمْعِ كَالْمُسْلِمِ ،
لِيَقَعَ بِهِ الْفَرْقُ بَيْنَ السَّلَامِ عَلَى الْمُسْلِمِ وَالْكَافِرِ
.
وَالْوَجْهُ الثَّانِي : لَا يَبْدَأُ
بِالسَّلَامِ السلام على الكافر حَتَّى يُبْتَدَأَ بِهِ ، فَيُجَابُ لِمَا رُوِيَ عَنِ
النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - أَنَّهُ قَالَ : لَا تَبْتَدِئُوا
الْيَهُودَ بالسَّلَامِ ، فَإِنْ
بَدَءُوكُمْ فَقُولُوا : وَعَلَيْكُمْ.
“Bila salam
terjadi antara orang muslim dan Non Muslim maka ada dua macam :
1. Bila Non
Muslim mendahului salam hukum
menjawab salamnya juga wajib hanya saja cara menjawab salamnya ada beberapa
cara :
a. Dijawab
dengan WA ‘ALAIKA ASSALAAM dan jangan di tambah dengan kalimat WA ROHMATULLAAHI
WA BAROKAATUH
b. Cukup di
jawab dengan kalimat WA ‘ALAIK karena bisa saja tujuan Non muslim memulai salam
pada kita hanya berniat jelek (melecehkan, mengolok-olok atau bahkan mendoakan
kejelekan seperti bila mereka mengucapkan ASSAAMMU ‘ALAIKUM maka jawablah
‘ALAIK atau ‘ALAIKA ASSAAM (Assaam = kematian)
2. Bila muslim
yang mendahului salam pada Non
Muslium, dalam hukum di perbolehkannya ada dua pendapat :
a. Boleh
memulai salam pada mereka karena salam adalah bentuk sopan santun dan sunnah
yang semestinya orang muslim
lebih berhak ketimbang orang lain, hanya saja cara memulai salamnya dengan
kalimat “ASSALAAMU ‘ALAIKA”
dengan lafadz mufrad (tunggal) jangan memakai lafadz jamak (‘ALAIKUM) seperti layaknya salam pada sesame
muslim supaya ada pembeda antara salam dengan sesama muslim dan dengan Non
muslim
b. Tidak boleh
memulai slam pada non muslim hingga mereka memulai salam terlebih dulu seperti
dhahirnya hadits “Janganlah kalian
memualai salam pada orang yahudi namun bila mereka memulai salam jawablah WA
‘ALAIKUM’’
Alhaawy
alkaabiir lil mawardy XIV/319
Kesimpulan
- Para Ulama sepakat (ijma’) tentang tidak bolehnya
mengucapkan salam kepada orang kafir.
- Para ulama berbeda pendapt tentang hokum menjawab salam
dari orang kafir, ada yang melarang dan ada yang membolehkan.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar