Minggu, 01 Mei 2016

HUKUM BERJABATAN TANGAN SELESAI SHALAT

HUKUM BERJABATAN TANGAN SELESAI SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده  اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Berjabatan tangan setelah selesai shaolat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah, telah menjadi kebiasaan kaum muslimin sejak dahulu. Namun apakah hal itu disyari’atkan?

Keutamaan Berjabatan Tangan
Dari al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah. (HR. Abu Daud No. 5212, At Tirmidzi No. 2727, Ibnu Majah No. 3703, SHAHIH)

Dari Anas bin Malik,
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَنْحَنِى بَعْضُنَا لِبَعْضٍ قَالَ « لاَ ». قُلْنَا أَيُعَانِقُ بَعْضُنَا بَعْضًا قَالَ لاَ وَلَكِنْ تَصَافَحُوا
Kami bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah sebagian kami boleh membungkukkan badan kepada orang yang dia temui?”. Rasulullah bersabda, “Tidak boleh”. Kami bertanya lagi, “Apakah kami boleh berpelukan jika saling bertemu?”. Nabi bersabda, “Tidak boleh. Yang benar hendaknya kalian saling berjabat tangan”  (HR. Ibnu Majah No. 3702, Abu Ya’ala No. 4287. HASAN)

Dari Anas pula:
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا
Adalah shahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mereka bertemu, mereka saling berjabat tangan dan apabila kembali dari perjalanan mereka saling berangkulan  (HR. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Awsath, No. 97. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib No. 2719.)

Dan hadits Ka'ab Bin Mâlik Radhiyallahu anhu setelah turunnya taubat beliau, ia berkata :
دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَإِذَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ حَوْلَهُ النَّاسُ فَقَامَ إِلَيَّ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ يُهَرْوِلُ حَتَّى صَافَحَنِي وَهَنَّأَنِي
Saya masuk ke masjid, ketika bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datanglah menghampiri saya Thalhah bin ‘Ubaidillah tergesa-gesa sampai dia menjabat tangan saya dan mengucapkan selamat kepada saya. (HR. Bukhari No. 4156, Abu Daud No. 2773, Ahmad No. 15789)
Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan bahwa dalam hadits ini banyak terkandung faedah, diantaranya : "Disunnahkan berjabat tangan tatkala berjumpa. Ini merupakan sunnah yang tidak diperselisihkan."[Syarh Shahih Muslim (17/101).]

Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Berjabatan Tangan Setelah Shalat
Imam An Nawawi Asy Syafi’i Rahimahullah (w. 676H) berkata :
وَأَمَّا هَذِهِ الْمُصَافَحَةُ الْمُعْتَادَةُ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ فَقَدْ ذَكَرَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ رحمه الله أَنَّهَا مِنْ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ وَلَا تُوصَفُ بِكَرَاهَةٍ وَلَا اسْتِحْبَابٍ، وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ حَسَنٌ، وَالْمُخْتَارُ أَنْ يُقَالَ: إنْ صَافَحَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَمُبَاحَةٌ كَمَا ذَكَرْنَا، وَإِنْ صَافَحَ مَنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ قَبْلَهَا فَمُسْتَحَبَّةٌ؛ لِأَنَّ الْمُصَافَحَةَ عِنْدَ اللِّقَاءِ سُنَّةٌ بِالْإِجْمَاعِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فِي ذَلِكَ
“Ada pun bersalaman ini, yang dibiasakan setelah dua shalat; subuh dan ‘ashar, maka Asy Syaikh Al Imam Abu Muhammad bin Abdussalam Rahimahullah telah menyebutkan bahwa itu termasuk bid’ah yang boleh yang tidak disifatkan sebagai perbuatan yang dibenci dan tidak pula dianjurkan, dan ini merupakan perkataannya yang bagus. Dan, pandangan yang dipilih bahwa dikatakan; seseorang yang bersalaman (setelah shalat) dengan orang yang bersamanya sejak sebelum shalat maka itu boleh sebagaimana yang telah kami sebutkan, dan jika dia bersalaman dengan orang yang sebelumnya belum bersamanya maka itu sunah, karena bersalaman ketika berjumpa adalah sunah menurut ijma’, sesuai hadits-hadits shahih tentang itu.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 3/325.)

Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki Asy Syafi’i (w. 974H) berkata:
وَلَا أَصْلَ لِلْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهَا فَإِنَّهَا مِنْ جُمْلَةِ الْمُصَافَحَةِ ، وَقَدْ حَثَّ الشَّارِعُ عَلَيْهَا
“Tidak ada dasarnya bersalaman setelah shalat subuh dan ‘ashar, tetapi itu tidak mengapa, karena itu termasuk makna global dari bersalaman, dan Asy Syaari’ (pembuat syariat) telah menganjurkan atas hal itu.” (Tuhfatul Muhtaj, 39/448-449. Syamilah)

Imam Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i Rahimahullah, Ditanya tentang apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah shalat, apakah itu sunah atau tidak?
(Beliau menjawab):
بِأَنَّ مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنْ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا أَصْلَ لَهَا ، وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهَا
“Sesungguhnya apa yang dilakukan manusia berupa bersalaman setelah shalat tidaklah ada dasarnya, tetapi itu tidak mengapa.” (Fatawa Ar Ramli, 1/385. Syamilah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Al Hambali Rahimahullah (w. 728H)
Beliau ditanya tentang bersalaman sesudah shalat, apakah dia sunah atau bukan? Beliau menjawab:
الحمد للَّه، المصافحة عقيب الصلاة ليست مسنونة، بل هي بدعة . والله أعلم
 “Alhamdulillah, bersalaman sesudah shalat tidak disunahkan, bahkan itu adalah bid’ah.” Wallahu A’lam (Majmu’ Fatawa, 23/339)

Imam Ibnu Al Hajj Al Maliki Rahimahullah mengatakan:
هذه المصافحة من البدع التي ينبغي أن تمنع في المساجد ، لأن موضع المصافحة في الشرع إنما هو عند لقاء المسلم لأخيه لا في أدبار الصلوات الخمس ، فحيث وضعها الشرع توضع ، فينهى عن ذلك ويزجر فاعله ، لما أتى من خلاف السنة
“Bersalaman ini termasuk bid’ah-bid’ah yang mesti dilarang terjadi di masjid, karena tempat bersalaman menurut syariat adalah hanyalah pada saat bertemunya seorang muslim dengan saudaranya, bukan pada saat selesai shalat lima waktu, maka manakala syariat telah meletakkannya maka hendaknya diletakkan semestinya, dan yang demikian itu mesti dicegah dan pelakunya mesti ditegur secara keras, karena dia telah mendatangkan sesuatu yang bertentangan dengan sunah.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 37/363.) 

Imam Ibnu ‘Abidin Al Hanafi Rahimahullah mengatakan:
لَكِنْ قَدْ يُقَالُ إنَّ الْمُوَاظَبَةَ عَلَيْهَا بَعْدَ الصَّلَوَاتِ خَاصَّةً قَدْ يُؤَدِّي الْجَهَلَةِ إلَى اعْتِقَادِ سُنِّيَّتِهَا فِي خُصُوصِ هَذِهِ الْمَوَاضِعِ وَأَنَّ لَهَا خُصُوصِيَّةً زَائِدَةً عَلَى غَيْرِهَا مَعَ أَنَّ ظَاهِرَ كَلَامِهِمْ أَنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهَا أَحَدٌ مِنْ السَّلَفِ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ
“Tetapi telah dikatakan, bahwa menekuni hal itu (bersalaman) setelah shalat secara khusus telah membawa orang bodoh meyakininya sebagai perbuatan yang disunahkan secara khusus pada waktu-waktu tersebut. Dan, sesungguhnya pengkhususan itu merupakan penambahan atas selainnya yang saat bersamaan zahir ucapan mereka sendiri menunjukkan bahwa perbuatan ini tidak dilakukan seorang pun dari kalangan salaf yang mengkhususkan dilakukan pada waktu-waktu tersebut.” (Raddul Muhtar, 26/437. Mawqi’ Al Islam)

Syaikh ‘Athiyah Shaqr (mantan Mufti Mesir) menjelaskan :
والوجه المختار أنها غير محرمة ، وقد تدخل تحت ندب المصافحة عند اللقاء الذى يكفر الله به السيئات ، وأرجو ألا يحتد النزاع فى مثل هذه الأمور
 “Pendapat yang dipilih adalah bahwa hal itu tidaklah haram, dan hal itu telah termasuk dalam anjuran bersalaman ketika bertemu yang dengannya Allah Ta’ala akan menghapuskan kesalahannya, dan saya berharap perkara seperti ini jangan terus menerus diributkan. … (Fatawa Dar Al Ifta’ Al Mishriyah, 8/477. Syamilah)

Para Ulama di Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia berfatwa :
المصافحة عقب الصلاة بصفة دائمة لا نعلم لها أصلاً ، بل هي بدعة وقد ثبت عن رسول صلى الله عليه وسلم أنه قال " من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد " . وفي رواية " من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد
 “Bersalaman setelah shalat dengan keadaan yang dilakukan terus menerus kami tidak ketahui dasar dari perbuatan itu, bahkan itu adalah bid’ah. Telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa dia bersabda: Barang siapa yang beramal yang tidak kami perintahkan maka itu tertolak.” Dalam riwayat lain: Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan agama kami ini yang bukan berasal darinya maka itu tertolak.”
Lajnah Daimah (Fatawa Islamiyah, 1/ 268. Lajnah Ad-Daimah )

Kesimpulan
Para ulama berbeda pendapat tentang hokum berjabatan tangan setelah selesai shalat. Ada yang berpendapat dianjurkan (sunnah) ada yang berpendapat dilarang (bid’ah)
Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...