Minggu, 01 Mei 2016

LARANGAN SHALAT SUNAH SESUDAH IQAMAT

LARANGAN SHALAT SUNAH SESUDAH IQAMAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ من شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا من يهده  اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ له وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ له وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Sering terjadi ketika seseorang masih melaksanakan shalat sunnah di suatu masjid, baik shalat sunnah tahiyatul masjid, shalat rawatib, maupun shalat sunnah lainnya, Muadzin mengumandangkan iqamah. Dalam kondisi seperti itu, bagaimanakah seharusnya sikap orang tersebut? Apakah terus menyelesaikan shalatnya, atau menghentikan shalatnya untuk ikut shalat berjama’ah bersama imam?

Hadits-hadits Tentang Larangan Shalat Sesudah Iqamat
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ
Jika iqamat telah dikumandangkan, maka tak ada shalat selain shalat wajib. [HR. Muslim No.1160].

Dari Abdullah bin Sirjis —dan beliau telah berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
;أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْفَجْرَ، فَجَاءَ رَجُلٌ فَصَلَّى خَلْفَهُ رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ، ثُمَّ دَخَلَ مَعَ الْقَوْمِ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ لِلرَّجُلِ: أَيُّهُمَا جَعَلْتَ صَلَاتَكَ، الَّتِي صَلَّيْتَ وَحْدَكَ، أَوِ الَّتِي صَلَّيْتَ مَعَنَا؟
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam shalat fajar. Datanglah seseorang lalu shalat dua rakaat (sunat) fajar di belakang beliau. Dia kemudian masuk (shalat bersama jamaah). Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai dari shalatnya, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan kepada orang tersebut, “Shalat yang mana yang engkau anggap sebagai shalatmu: yang engkau shalat sendirian, atau yang engkau shalat bersama kami!?” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani )

Dari Abdullah bin Malik bin Buhainah Radhiyallahu'anhu
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ يُصَلِّي وَقَدْ أُقِيمَتْ صَلَاةُ الصُّبْحِ فَكَلَّمَهُ بِشَيْءٍ لَا نَدْرِي مَا هُوَ فَلَمَّا انْصَرَفْنَا أَحَطْنَا نَقُولُ مَاذَا قَالَ لَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ لِي يُوشِكُ أَنْ يُصَلِّيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ أَرْبَعًا
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki, melakukan shalat dua raka'at padahal iqamah sudah dikumandangkan. Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat, orang-orang menoleh kepadanya  Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Shalat Shubuh empat raka'at, shalat Shubuh empar raka'at ?" (Maksudnya, hendaknya jangan shalat Sunnah ketika sudah iqamah, sehingga terkesan melakukan shalat
Shubuh empat raka'at, -pen) [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no 663; Muslim no. 711]

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhuma, ia berkata:
كُنْتُ أُصَلِّي وَأَخَذَ الْمُؤَذِّنُ فِي الْإِقَامَةِ، فَجَذَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ: أَتُصَلِّي الصُّبْحَ أَرْبَعًا؟
“Aku shalat sementara muadzin mulai mengumandangkan iqamat. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menarikku dan mengatakan, “Apakah engkau mau shalat subuh empat rakaat?!” (HR. Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Hakim, beliau mengatakan, “Sahih sesuai dengan syarat Muslim.”)

Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Shalat Sesudah Iqamat
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
والحديث يدل على أنه لا يجوز الشروع في النافلة عند أِقاَمتِ الصَّلَاةِ من غير فرق بين ركعتي الفجر وغيرها, وبه قال سفيان الثوري وابن المبارك والشافعي وأحمد وإسحاق
Hadits di atas menunjukkan tidak bolehnya memulai shalat sunnah ketika iqamah sudah dikumandangkan, dan tidak ada perbedaan antara shalat sunnah fajar (Shalat sunnah sebelum shubuh) maupun lainnya. Demikian pendapat Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Al-Mubarak, Asy-Syafi’I, Ahmad dan Ishaq.
[Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 1/679, hadits no. 1285]

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab berkata :
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ إذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ كُرِهَ لِكُلِّ مَنْ أَرَادَ الْفَرِيضَةَ افْتِتَاحُ نَافِلَةٍ سَوَاءٌ كَانَتْ سُنَّةً رَاتِبَةً لِتِلْكَ الصَّلَاةِ أَوْ تَحِيَّةَ مَسْجِدٍ أَوْ غَيْرَهَا لِعُمُومِ هَذَا الْحَدِيثِ
Syafi’I dan shabat-sahabat kami menjelaskan, bila iqamat telah dikumandangkan, makruh hukumnya bagi semua orang yang ingin menunaikan shalat fardhu untuk shalat sunnah, baik shalat sunnah rawatib, tahiyatul masjid atau yang lain berdasarkan petunjuk umum hadits ini.
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ إذَا وَجَدَهُ فِي الْفَجْرِ وَلَمْ يَكُنْ صَلَّى سُنَّتَهَا يَخْرُجُ إلَى خَارِجِ الْمَسْجِدِ فَيُصَلِّيهَا ثُمَّ يَدْخُلُ فَيُصَلِّي مَعَهُ الْفَرِيضَةَ حَكَاهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ عَنْ مَسْرُوقٍ وَمَكْحُولٍ وَالْحَسَنِ وَمُجَاهِدٍ وَحَمَّادِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ وَقَالَ مَالِكٌ مِثْلَهُ إنْ لَمْ يَخَفْ فَوْتَ الرَّكْعَةِ فَإِنْ خَافَهُ صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ
Sekelompok fuqaha berpendapat, bila yang bersangkutan mendapati imam tengah shalat fajar sementara ia belum shalat sunnah fajar, ia keluar dari masjid dan sunnah fajar, setelah itu ia masuk masjid dan shalat wajjib bersama imam. Pendapat ini dituturkan oleh Ibnu Al-Mundzir dari Masruq, Al Makhul, Al Hasan, Mujahid, dan Humaid bin Abu Sulaiman. Malik juga berpendapat serupa, bila yang bersangkutan tidak khawatir tertinggal satu rekaat, ia shalat sunnah terlebih dahulu, dan bila khawatir tertinggal satu rekaat, ia shalat fajar bersama imam.
.[Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab 4/371].

Zaenudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
وكُرِهَ ابتداءُ نفلٍ بعد شُرُوعِ الْمُقِيْمِ في الإقامة ولو بغير إذنِ الإمام، فإن كان فيه أتَمَّهُ، إن لم يَخْشَ بإِتْمَامِهِ فَوْتَ جماعَةٍ، وإلا قَطَعَهُ نَُدْبًا ودخل فيها، ما لمْ يَرْجُ جماعةً أخرى
Makruh mengerjakan shalat sunnah setelah muadzin bersiap akan iqamah, walaupun tanpa izin imamnya. Apabila sedang shalat tiba-tiba ada yang iqamah, maka sempurnakanlah shalat sunnahnya, jika ia tidak khawatir tertinggal berjamaah dengan menyempurnakannya. Apabila khawatir tertinggal berjamaah, maka sunnat membatalkan shalat sunnahnya lalu turut berjamaah, selama tidak diharapkan ada shalat berjamaah yang lainnya. [Fathul Mu’in 1/373]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
وأما إذا اشتغل الداخل بالصلاة كان يدخل وقد أقيمت الفريضة فيدخل فيها فإنها تجزئه عن ركعتي التحية بل هو منهي عنها بحديث إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ
Akan halnya seseorang yang memasuki masjid dan tersibukkan oleh shalat yang lain, yakni jika seseorang memasuki masjid pada saat shalat wajib telah didirikan, maka ia harus segera bergabung untuk shalat wajib tersebut, dan shalat itu telah mewakili shalat tahiyatul Masjid, bahkan saat itu tidak diperbolehkan mendirikan shalat tahiyatul Masjid, berdasarkan hadits, “Jika iqamat telah dikumandangkan, maka tak ada shalat selain shalat wajib”. [HR. Muslim No.1160]. [Subulussalam 1/425]

Muhammad Anwar Syah Al-Kasymiry, dalam kitab Faidhul Baari, berkata :
ذهب طائفة من اهل الظواهر إلى ظاهر الحديث, قالوا : إن أقيمت الصلاة وهو في خلال الصلاة بطلت صلاته, ولم يذهب إليه أحد من الأئمة غيرها. وقال الجمهور : بل يتمها ولا يقطعها.
Sekelompok ulama dzahiriyah berpendapat berdasarkan pada dzahir hadits : Jika iqamat dikumandangkan dan seseorang dalam keadaan shalat (sunnah), maka hendaknya shalatnya dibatalkan. Namun, Tidak ada seorangpun dikalangan ulama lainnya yang berpendapat seperti ini. Jumhur ulama berkata : Hendaknya menyempurnakan shalatnya dan tidak memutusnya.
[Faidhul Baari 2/422]

Fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia no. 16369 :
إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ والإنسان في صلاة نافلة وهو في الركوع الأخير أو السجود فإنه يُتمها, ويُلحق بالجماعة, ولا يقطعها, لقوله تعالى : ولا تبطلوا أعمالكم, أما إن أقيمت وهو في أول النافلة او في الركعة الثانية قبل الركوع, فإنه يقطعها, لقوله  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ , وأقل الصلاة ركعة
Jika iqamat dikumandangkan dan seseorang sedang melaksanakan shalat sunnah, dan dia dalam keadaan ruku’ terakhir atau sujud, hendaklah melanjutkan shalatnya, dan dia menyusul mengikuti shalat jama’’ah. Jangan memutusnya, berdasarkan firman Allah ta’ala, “Janganlah kamu batalkan amal-amalmu”. Adapun jika iqamat dikumandangkan sedang dia baru melaksanakan shalat sunnah, atau pada rekaat kedua sebelum ruku, hendaklah dia memutus shaltnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika iqamat telah dikumandangkan, maka tak ada shalat selain shalat wajib” [HR. Muslim No.1160].

Kesimpulan
1.     Mayoritas ulama berpendapat, jika iqomat sudah dikumandangkan, maka seseorang tidak diperbolehkan untuk shalat apapun selain shalat wajib yang dilakukan secara berjamaah bersama imam.
2.    Mayoritas ulama berpendapat, jika iqomat sudah dikumandangkan sedang seseorang sedang melaksanakan shalat sunnah, maka ia diperbolehkan untuk melanjutkan shalatnya, atau memutus shalatnya untuk mengikuti shalat berjamaah bersama imam.
Wallahu a’lam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...