Sabtu, 09 April 2011

CARA MANDI JUNUB

CARA MANDI JUNUB
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Imam Nawawi dalam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
Syarat Mandi minimal ada dua :
Pertama, Niat.
Bemiat mandi adalah wajib. Mengenai niat berikut Furu'nya (cabang) telah disebutkank ketika membahas Sifat Wudhu .Niat mandi ini tidak boleh diakhirkan dari pertama kali melakukan mandi fardhu. Apabila niat dilakukan bersamaan dengan permulaan mandi, maka sudah cukup.
Kedua ; Airnya mengenai seluruh badan.
Termasuk dalam pengertian seluruh badan itu adalah sesuatu terlihat dari kedua lobang telinga, lekukan badan, sesuatu yang di bawah Qulfah dan sesuatu yang terlihat dari daerah
yang tertutup menurut yang Ashah di dalam keduanya.
[Raudhatuth Thalibin 1/ (1/272)].

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
اختلفوا هل من شروط هذه الطهارة النية أم لا؟ كاختلافهم في الوضوء، فذهب مالك والشافعي وأحمد وأبو ثور وداود وأصحابه إلى أن النية من شروطها، وذهب أبو حنيفة وأصحابه والثوري إلى أنها تجزئ بغير نية كالحال في الوضوء عندهم
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah niat termasuk syarat mandi atau tidak. Perselisihan tersebut hampir sama dengan wudhu.
Menurut Malik, Syafi’i dan Ahmad, Abu Tsaur, Dawud, dan para pengikutnya, niat termasuk sebagian syarat dalam wudhu. Sedang menurut Tsauri, Abu Hanifah, dan para pengikutnya, niat itu bukan syarat mandi, dan mandi sah tanpa niat. Menurut mereka persoalan mereka tidak berbeda dengan persoalan wudhu.
[Bidayatul Mujtahid 1/33 (1/83)].

Hadits-hadits Tentang Cara Mandi Junub Beserta Penjelasannya
Hadits 1

وعَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنْهَا قَالَتْ: "كانَ رسولُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم إذا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فيَغْسل يَدَيْهِ، ثمَّ يُفْرِغُ بيمِينِه على شِمَالِه، فيَغْسِلُ فَرْجَهُ، ثمَّ يَتَوَضَّأُ، ثم يأخُذُ الماءَ، فَيُدْخِلُ أصابِعَهُ في أُصُولِ الشّعْرِ، ثمَّ حَفَنَ على رأسِهِ ثلاثَ حَفَناتٍ، ثمَّ أفَاضَ على سائرِ جَسَدِهِ، ثمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ" متفقٌ عليه، واللّفظُ لمُسلمٍ.
ولَهما، مِنْ حديثِ مَيْمُونَةَ: ثُمَّ أفْرغَ على فَرْجِهِ وغَسَلَهُ بِشِمالِه، ثمَّ ضَرَبَ بها الأرْضَ.
وفي رواية: فَمَسَحَها بالتّرابِ، وفي اخرهِ: "ثمَّ أَتَيْتُهُ بالمنْديل، فرَدَّهُ، وفيه: وجَعَلَ يَنْفُضُ الماءَ بِيَدِهِ".
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jika mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua tangannya, kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri, lalu mencuci kemaluannya, kemudian berwudlu, lalu mengambil air, kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut, lalu menyiram kepalanya tiga genggam air, kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua kakinya. (HR. Bukhari 248, Muslim 316, dan lafadznya dari Muslim.)
Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah: Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri, lalu menggosok tangannya pada tanah. ((HR. Bukhari 249, Muslim 317)
Dalam suatu riwayat: Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah. Di akhir riwayat itu disebutkan: Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau mengeringkan air dengna tangannya. ((HR. Bukhari 259, Muslim 317)
[Bulughul Maram/51].

Imam Ash-Shan’ani berkata :
وهذان الحديثان مشتملان على بيان كيفية الغسل من ابتدائه إلى انتهائه، فابتداؤه غسل اليدين قبل إدخالهما في الإناء إذا كان مستيقظاً من النوم، كما ورد صريحاً، وكان الغسل من الإناء، وقد قيّده في حديث ميمونة مرتين، أو ثلاثاً،
ويدل على أن الماء الذي يطهر به محل النجاسة طاهر مطهّر، وعلى تشريك النية للغسل الذي يزيل النجاسة برفعها الحدث. واستدلّ به على أن بقاء الرائحة بعد غسل المحل لا يضر. ويدل على أن غسل الجنابة مرة واحدة،
وأما وضوءه قبل الغسل: فإنه يحتمل أنه وضوءه للصلاة، وأنه يصح قبل رفع الحدث الأكبر، وأن يكون غسل هذه الأعضاء كافياً عن غسل الجنابة، وأنه تتداخل الطهارتان، وهو رأي زيد بن علي، والشافعي، وجماعة، ونقل ابن بطال الإجماع على ذلك،
ويحتمل أنه غسل أعضاء الوضوء للجنابة، وقدمها تشريفاً لها، ثم وضّأها للصلاة، لكن هذا لم ينقل أصلًا،
ويحتمل أنه وضّأها للصلاة، ثم أفاض عليها الماء مع بقية الجسد للجنابة، ولكن عبارة: "أفاض الماء على سائر جسده" لا تناسب هذا، إذ هي ظاهرة: أنه أفاضه على ما بقي من جسده مما لم يمسه الماء، فإن السائر: الباقي، لا الجميع. قال في القاموس: والسائر: الباقي، لا الجميع، كما توهّم جماعات.
فالحديثان ظاهران في كفاية غسل أعضاء الوضوء مرة واحدة عن الجنابة: وأنه لا يشترط في صحة الوضوء رفع الحدث الأكبر. ومن قال: لا يتداخلان، وأنه يتوضأ بعد كمال الغسل، لم ينهض له على ذلك دليل.
Kedua hadits tersebut mencakup katerangan tata cara mandi junub mulai dari permulaan sampai akhirnya, dimulai dengan mencuci kedua tangan sebelum mencelupkannya ke dalam bejana ketika baru bangun dari tidur, sebagaimana yang ditegaskan hadits,jika mandinya dari bejana, dan di
ddam hadits Maimuunah ditaqyid (dibatasi) dengan dua atau tga kali.
Haditsi ni juga menunjukkan bahwa air yang digunakan membersihkan tempat yang bernajis adalah suci lagi mensucikan. Juga menunjukkn bahwa niat untuk mandi menghilangkan najis harus didertai niat untuk menghilangkan hadats. Dan dijadikan dalil bahwa bau yang belum hilang setelah mencuci tempat yang terdapat najis tidaklah membahayakan, dan menunjukkan bahwa mandi junub (yang wajib) hanya sekali.
Adapun wudhu beliau sebelum mandi junub, boleh jadi seperti wudhunya untuk shalat, dan wudhu tersebut sah sebelum menghilangkan hadats besar. .Membasuh anggota-anggota wudhu tersebut sudah mencukupi dari mandi junub. Kedua. Cara bersuci itu digabung, ini adalah pendapat Zaid bin Ali, Asy-Syafi’i dan sekelompok ulama lainnya, bahkan Ibnu Baththal menukil bahwa para ulama telah ijma’ dalam hal tersebut.
Mungkin juga beliau mencuci anggota wudhu untuk mandi .junub, beliau mendahulukannya karena untuk memuliakannya, lalu beliau berwudhu untuk shalat. Tapi pendapat ini pada dasarnya tidak ada yang menukilnya.
Mungkin juga wudhu beliau adalah untuk shalat, kemudian menuangkan air padanya beserta anggota wudhu lainnya dengan niat mandi junub. Tapi ungkapan (beliau mencurahkan air kesekujur tubuhnya) tidak sesuai dengan ungkapan ini, karena zhahirnya bahwa beliau mencurahkan air pada bagian tubuhnya yang belum terkena air, padahal kata sa’ir artinya yang tersisa bukan semuanya. Di dalam Al-Qamus dikatakan, bahwa kata sa’ir artinya sisa, bukan semuanya seperti dugaan banyak orang.
Dua hadits tersebut menjelaskan bahwa mencuci anggota wudhu cukup sekali saja, untuk mandi junub dan wudhu, dan tidak disyaratkan sahnya wudhu dengan hilangnya hadats besar. Adapun orang yang berpendapat bahwa keduanya (wudhu dan mandi junub) tidak menyatu, dan orang itu mesti berwudhu setelah sempurna mandinya, tidak ada dalil yang mendukung pendapat tersebut.
[Subulussalam 1/60 (1/223)].

Imam Nawawi dalam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
قلت المختار أنه إن تجردت الجنابة نوى بوضوئه سنة الغسل وإن اجتمعا نوى به رفع الحدث الأصغر والله أعلم
Saya katakan. “Pendapat yang terpilih adalah, jika seseorang mandi junub tanpa berhadats kecil, maka hendaknya dia berniat dalam wudhunya untuk sunnah mandi. Dan jika berhadats besar dan berhadats kecil, maka hendaknya berwudhu dengan niat menghilangkan hadats kecil. Wallahu a’lam.
[Raudhatuth Thalibin 1/ (1/272)].

Ibnu Rusyd berkata :
والصفة الواردة في حديث ميمونة قريبة من هذا، إلا أنه أخر غسل رجليه من أعضاء الوضوء إلى آخر الطهر
Cara mandi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. yang disebut dalam hadis Maimunah hampir sama dengan hadis ini. Hanya saja –dalam hadis riwayat Maimunah- di antara anggota tubuh yang
masuk rukun wudu yang terakhir dicuci oleh Rasulullah adalah kaki. selanjutnya sampai akhir taharah.
[Bidayatul Mujtahid 1/31 (1/83)].

Hadits 2

وعن أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله تعالى عنها قالت: قُلْتُ: يا رسول الله، إني امْرَأَةٌ أشُدُّ شَعَرَ رأسي، أَفَأَنْقُضُهُ لِغَسْلِ الجَنَابَةِ؟ وفي رواية: والحيْضَةِ؟ قالَ: "لا، إنّما يكفيكِ أنْ تحثِي على رأسِك ثلاثَ حَثَيَاتٍ" رواه مسلمٌ.
Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku bertanya, wahai Rasulullah, sungguh aku ini wanita yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat? Dalam riwayat lain disebutkan: Dan mandi dari haid? Nabi menjawab: "Tidak, tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali." Riwayat Muslim.

Imam Ash-Shan’ani berkata :
والحديث: دليل على أنه لا يجب نقض الشعر على المرأة في غسلها من جنابة، أو حيض، وأنه لا يشترط وصول الماء إلى أصوله،
وهي مسألة خلاف:
فعند الهادوية: لا يجب النقض في غسل الجنابة، ويجب في الحيض والنفاس. لقوله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم لعائشة: "انقضي شعرك واغتسلي".
وأجيب: بأنه معارض بهذا الحديث. ويجمع بينهما: بأن الأمر بالنقض للندب، ويجاب: بأن شعر أم سلمة كان خفيفاً، فعلم صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم أنه يصل الماء إلى أصوله
Hadits terrebut sebagai dalil bahwa wanita tidak wajib menguraiikan rammbutnya (membuka sanggul) waktu mandi junub, atau mandi haidh, juga tid.ak disyaaratkan sampainya air ke pangkal-pangkal rambut.
Mengenai hukum menguraikan rambut sewakru mandi junub, terdapat perbedaan pendapat:
Menurut Al-Hadawiyah,tidak wajib menguraikannya ketika mandi junub, tapi wajib hukumnya ketika mandi haidh atau nifas, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Aisyah, "Urailun rambutmu, kemudian mandilah” (HR. Ibnu Majah 646)
Pendapat ini dapat dijawab, bahwa hadits tersebut bertentangan dengan hadits babi ni, padahal keduanya dapat dikompromikan, bahwa perintah menguraikan itu adalah sunnah, atau bisa juga dijawab bahwa rambut Ummu Sdamah jarang dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tahu kalau air pasti sampai ke pangkd rambutnya.
[Subulussalam 1/61 (1/226)].

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
وهو أقوى في إسقاط التدلك من تلك الأحاديث الأخر، لأنه لا يمكن هنالك أن يكون الواصف لطهره قد ترك التدلك وأما ههنا فإنما حصر لها شروط الطهارة
Hadis ini adalah hadis yang terkuat dibandingkan hadis-hadis lain yang menjelaskan tidak adanya kewajiban menggosok jasad dalam mandi. Sebab, tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan cara mandi yamg benar, padahal beliau sendiri tidak menggosok dan tidak memerintahkan untuk menggosok.
[Bidayatul Mujtahid 1/33 (1/83)].

Hadits 3

وعن عائشة قالت‏:‏ ‏‏كان رسولُ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم إذا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ دَعَا بِشَيْءٍ نَحْوَ الْحِلَابِ فَأَخَذَ بِكَفِّهِ فَبَدَأَ بِشِقِّ رَأْسِهِ الْأَيْمَنِ ثم الْأَيْسَرِ ثم أَخَذَ بِكَفَّيْهِ فقال بِهِمَا على رَأْسِهِ
Dari Aisyah RA, ia berkata, ”Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mandi janabat, ia minta air dalam satu bejana besar, lalu ia ambil air itu dengan tangannya, kemudian memulai pada bagian kepala sebelah kanan, kemudian yang kiri, kemudian ia mengambil air dengan kedua tapak tangannya, lalu ia tuangkan di atas kepalanya” (HR. Bukhari, Muslim)

Asy-Syaukani berkata :
والحديث يدل على استحباب البداءة بالميامن ولا خلاف فيه وفيه الاجتزاء بثلاث غرفات وترجم على ذلك ابن حبان‏.‏
Hadits di atas menunjukkan disunnahkannya memulai (mandi atau wudhu) dengan tangan kanan, dan masalah ini tidak diperselisihkan lagi. Juga menunjukkan dibolehkannya dengan tiga kali tuangan, ini menurut penafsiran Ibnu Hibban.
[Nailul Authar 1/205 (1/553)].

Hadits 4

وعن ميمونة قالت‏:‏ ‏وَضَعْتُ للنبيِّ صلى اللَّه عليه وآله وسلم ماءً يَغْتَسِلُ بهِ فَأَفْرَغَ على يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثلاثًا ثم أفرغ بِيَمِيْنِهِ على شِمَالِهِ فَغَسَلَ مَذَاكِيْرُهُ ثم دلك يَدَهُ بالأرضِ ثم مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثم غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثم غسل رأسَهُ ثلاثًا ثم أفرغ على جَسَدِهِ ثم تَنْحَى من مَقَامِهِ فغسل قَدَمَيْهِ قالت‏:‏ فَأَتَيْتُهُ بِخِرْقَةٍ فلم يُرِدْهَا وجعل يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ‏
Dari Maimunah, ia berkata, ”Saya sediakan air untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia tuangkan (air) di atas kedua tangannya, lantas ia cuci keduanya dua kali atau tiga kali, kemudian ia tuangkan air dengan tangan kanannya di atas tangan kirinya, lalu ia mencuci kemaluannya, kemudian menggosok tangannya dengan tanah, kenudian berkumur-kumur dan mengisap dengan hidung, kemudian mencuci mukanya dan kekdua tangannya, kemudian mencuci kepalanya tiga kali, kemudian menuangkan air ke atas tubuhnya, kemudian bangkit dari tempatnya lalu mencuci kedua kakinya. Maimunah berkata, ”Lalu saya berikan kepadanya sepotong kain, tetapi ia tidak mau, dan ia mengusap (bekas) air itu dengan tangannya” (HR. Jamaah. Dan, di dalam riwayat Ahmad dan At-Tirmidzi tidak disebutkan perkataan ’menggosok dengan tangannya’)

Asy-Syaukani berkata :
قال المصنف رحمه اللَّه‏:‏ وفيه دليل استحباب دلك اليد بعد الاستنجاء انتهى‏.‏
Al-Mushannif berkata : ”Hadits di atas menunjukkan disunnahkannya membersihkan tangan (dengan debu dan tanah) sesudah istinja. Selesai.
[Nailul Authar 1/205 (1/555)].

Hadits 5

وعن عائشة قالت‏:‏ ‏كان رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم لا يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الغُسْلِ‏
Dari Aisyah RA, ia berkata, ”Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berwudgu sesudah mandi” (HR. Imam yang lima)

Asy-Syaukani berkata :
وفي الباب عن ابن عمر مرفوعًا وعنه موقوفًا أنه قال‏:‏ ‏(‏لَمَّا سُئِلَ عَنِ الْوُضُوْءِ بَعْدَ الغُسْلِ وأي وضوء أعم من الغُسْلِ‏)‏ رواه ابن أبي شيبة‏.‏ وروي عنه أنه قال لرجل قال له إني أتوضأ بعد الغسل فقال‏:‏ لقد تعقمت‏.‏
Termasuk hadits pada bab ini dari Ibnu Umar secara marfu’, dan juga daripadanya secara mauquf,bahwa ia berkata, ”Ketika ia ditanya tentang wudhu setelah mandi, wudhu yang manakah yang lebih umum (rata) daripada mandi”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, diriwayatkan daripadanya bahwa ia mengatakan kepada seorang laki-laki, ia mengatakan kepadanya, ”Sesungguhnya aku wudhu sesudah mandi, lalu ia menjawab, engkau telah mendalaminya (berlebih-lebihan)”
[Nailul Authar 1/206 (1/555)].

Hadits 6

وعن جبير بن مطعم قال‏:‏ ‏تَذَاكَرْنَا غُسْلَ الْجَنَابَةَ عند رسولِ اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم فقال‏:‏ أمَّا أنا فَآخُذُ مِلْءُ كَفِّيْ فَأَصُبُّ على رَأْسِي ثم أُفِيْضُ بَعْدُ على سَائِرِ جَسَدِي‏

Dari Jubair bin Muth’im, ia berkata, ”Kami pernah berbindang-bindang tentang mandi jinabat di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia bersabda, ’Adapun aku, cukup mengambil air sepenuh dua tapak tanganku, lalu aku tuangkan di atas kepalaku, kemudian aku menyiram atas seluruh tubuhku” (HR. Ahmad).

Asy-Syaukani berkata :
قال المصنف رحمه اللَّه‏:‏ فيه مستدل لمن لم يوجب الدلك ولا المضمضة والاستنشاق انتهى وقد تقدم الكلام في ذلك‏.‏
Al-Mushannif berkata : ”Hadits di atas menjadi dalil bagi orang yang tidak mewajibkan menggosok, berkumur-kumur, dan menghisap air hidung.
[Nailul Authar 1/206 (1/557)].

Kesimpulan :
1. Mayoritas ulama berpendapat bahwa niat merupakan salah satu syarat mandi.
2. Mayoritas ulama berpendapat bahwa mandi junub diawali dengan berwudhu terlebih dahulu.
3. Mayoritas ulama berpendapat disunnahkan untuk membasuh bagian tubuh sebelah kanan terlebih dahulu baik dalam berwudhu maupun mandi.
4. Sebagian ulama berpendapat bahwa setelah mandi tidak perlu berwudhu.

Wallahu a’lam.

Sumber rujukan :
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.
-Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus salam, Darus Sunnah Press, Jakarta, 2006
-Imam Nawawi Raudhatuth Thalibin, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007.

*Slawi, April 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...