Sabtu, 28 Agustus 2010

KEUTAMAAN MEMBACA AL-QURAN DALAM SHALAT

KEUTAMAAN MEMBACA AL-QURAN DALAM SHALAT
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Tidak ada perbuatan membaca yang dihargai begitu tinggi oleh Allah Subhanahu wata’ala selain membaca Al-Quran. Allah Subhanahu wata’ala membayar para pembaca Al-Quran tidak tiap surat maupun tiap ayat, melainkan tiap huruf.
Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ . رواه الترمذي
"Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al Qur'an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengatakan " الم "Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf" (HHR. Tirmidzi)

Membaca Al-Quran dalam Shalat
Keutamaannya
Dari Aisyah Rhadiallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فى الصَّلاَةِ اَفْضَلُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ فىِ غَيْرِ الصَّلاَةِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فى غَيْرِ الصَّلاَةِ اَفْضَلُ مِنْ التَّسْبِيْحِ وَالتَّكْبِيْرِ التَّسْبِيْحُ اَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ اَفْضَلُ مِنَ الصَّوْمِ الصَّوْمُ مِنَ النَّارِ
Membaca Al-Quran di dalam shalat lebih utama dari pada di luar shalat, membaca al-Quran diluar shalat lebih utama daripada tasbih dan takbir, tasbih lebih utama daripada sedekah, sedekah lebih utama daripada puasa, dan puasa adalah penghalang dari api neraka,” (HR. Baihaqi)
Maulana Muhammad Zakariya Al-Kandhalawi, dalam kitab fadha’il A’mal menjelaskan :
Kemuliaan membaca Al-Quran dibandingkan dzikrullah adalah jelas karena Al-Quran merupakan firman Allah. Telah disebutkan sebelum ini, bahwa kemuliaan kalamullah di atas segala perkataan, bagaikan kemuliaan Allah di atas semua makhluknya.
(Fadha’il A’mal, hal. 342).

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar mengatakan bahwa membaca Al-quran yang paling utama adalah di waktu shalat.
[Al-Adzkar, hal. 186].

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin berkata :
Seutama-utama keadaan itu adalah ia membaca di dalam shalat dengan berdiri dan ia berada dalam masjid. Itu termasuk amal yang paling utama. Jika ia membaca tanpa wudhu’ sambil berbaring di hamparan (tempat tidur), maka itu utama juga, tetapi itu di bawahnya.
Allah Ta’ala berfirman :
اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi . (QS. Ali-Imran : 191)
Allah Azza wajalla memuji seluruhnya, tetapi ia mendahulukan berdiri dalam dzikir, kemudian dzikir dengan duduk, kemudian dzikir dengan berbaring.
Ali Radhiallahu 'anhu berkata :
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَهُوَ قَائِمٌ فىِ الصَّلاَةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمَنْ قَرَأَ هُ وَهُوَ جَالِسٌ فىِ الصَّلاَةِ فلَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ َمْسُوْنَ حَسَنَةٍ ‏.‏وَمَنْ قَرَأَهُ فىِ غَيْرِ الصَّلاَةِ وَهُوَ َلَى وُضُوْءٍ فَخَمْسُ وَعِشْرُوْنَ حَسَنَةٍ.‏ وَمَنْ قَرَأَهُ على غَيْرِ وُضُوْءٍ فَعَشَرَ حَسَنَاتٍ‏.‏
“Barangsiapa membaca Al-Quran sambil berdiri di dalam shalat, maka dengan setiap huruf ia mendapat seratus kebaikan. Barangsiapa membacanya sambil duduk di dalam shalat, maka dengan setiap hurufnya ia mendapat lima puluh kebaikan, barangsiapa membaca di luar shalat dalam keadaan wudhu’, maka ia mendapat dua puluh lima kebaikan dan barangsiapa membacanya dengan tidak berwudhu’, maka ia mendapat sepuluh kebaikan.
(Ihya Ulumiddin 2, ha. 261).

Membaca dengan Tartil
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
QS. Al-Muzammil 73 : 4
ورتل القرآن ترتيلا
dan Bacalah Al Quran itu dengan tartil.

Imam Syafi’i ketika menafsirkan ayat di atas berkata : Hendaklah Al-Quran itu dibaca dengan perlan-lahan, sehingga bacaannya benar dan jelas. Semakin jelas bacaan dilantunkan semakin aku sukai, selama pemanjangan bacaan tidak berlebihan sehingga melanggar rambu bacaan. Bacaan semacam itu kusukai bila dibaca oleh seseorang dalam shalat atau diluar shalat. Bahkan di dalam shalat lebih aku tekankah daripada diluar shalat.
(Tafsir Imam Syafi’i 3, hal. 610).

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin mengutip perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, dia berkata,
لَأَنْ أَقْرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلِ عِمْرَانَ أرْتِلَهُمَا وَأتَدَبَّرُهُمَا أحَبُّ إلي مِنْ أنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ هَذْرُمَةً‏.‏ لَأَنْ أَقْرَأَ إِذَا زُلْزِلَتِ وَالْقَارِعَةُ أتدبرهما أحَبُّ إلي مِنْ أنْ أَقْرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلِ عِمْرَانَ تَهَذَيْراً‏.
“Sungguh saya membaca Al-Baqarah dan Ali-Imran dengan saya tartilkan dan saya renungkan adalah lebih saya sukai daripada saya membaca Al-Quran seluruhnya dengan hadzar (cepat). Sungguh saya membaca surat Idzazulzilat dan Al-Qariah, dengan saya renungkan adalah lebih saya sukai daripada saya membaca Al-Baqarah dan Ali-Imran dengan hadzar (cepat)”
[Ihya ‘Ulumiddin 2, hal. 266].

Bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Ummu Salamah Radhiallahu ‘anha ditanya tentang bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau Radhiyallahu ta’ala ‘anha menjawab :
كَانَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :إِذَا قَرَأَةَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ قَطَعَهَا أٰيَةً أٰيَةً
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di setiap ayat . [Hadits Shahih Riwayat At-Tirmidzi]

Qatadah meriwayatkan, “Saya bertanya kepada Anas, ’Bagaimana cara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca Al Quran ? Ia menjawab, ’Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memanjangkan mad (huruf yang panjang) jika membaca Bismillaahir-rahmaanir-rahiim. Beliau memanjangkan bacaan bizmilla, memanjangkan ar-rahmaan, dan memanjangkan ar-rahiim” . (HR Bukhari, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa`i)

Ummu Salamah Radhiallahu ‘anha meriwayatkan, “Rusululuh Shallallahu ‘alaihi wasallam. memotong bacaan beliau (ayat per ayat). Beliau membaca ayat Alhamdulillahirabbil ’alamin, lalu berhenti. Kemudian Beliau membaca ayat Ar rahmani rahim, lalu berhenti lagi. Setelah itu, beliau membaca ayat Maliki yaumid – din” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Baihaqi, Hakim)
[Tafsir Al-Qurthubi 1, hal. 19]

Sumber Rujukan :
-Imam Nawawi, Al-Adzkar, Darl Ihya’ Indonesia, 2008.
-Syaikh Ahmad Musthafa Al-Farran, Tafsir Imam Syafi’i, Almahira, Jakarta, 2007.
-Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Asy-Syifa, Semarang
-Maulana Muhammad Zakariya Al-Kandhalawi, Fadha’il A’mal, Pustaka Ramadhan, Bandung, 2001.
-Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Pustaka Azzam, Yakarta, 2007.

*Ramadhan 1431 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...