Rabu, 11 November 2009

BASMALAH DALAM SHALAT JAHR

BASMALAH DALAM SHALAT JAHR
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Pendahuluan
Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Di tengah masyarakat terdapat perbedaan cara imam dalam membaca basmalah dalam shalat jahr (membaca keras). Ada yang membaca basmalah dengan keras, dan ada yang membaca dengan lirih. Hal itu terjadi karena banyaknya hadits-hadits yang membicarakan tentang bacaan basmalah dalam shalat jahr, yang kelihatannya saling bertentangan satu sama lain.

Hadits-hadits tentang bacaan basmalah dalam shalat beserta penjelasannya

عن أنس بن مالك؛ أنه حدثه قال: صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ. فَكَانُوْا يَسْتَفْتِحُوْنَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا يَذْكُرُوْنَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ، وَلَا فِي آخِرِهَا

Dari Anas bin Malik, dia berkata "Aku biasa shalat di belakang Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam., di belakang Abu Bakar, ''Umar dan ''Usman. Mereka hanya memulai bacaan dengan ''Alhamdulillahi rabbil ''alamin'' dan tidak pernah kudengar mereka membaca ''Bismillahirrahmanirrahim'' pada awal bacaan (Al-Fatihah) dan tidak pula penghabisannya. " [HR. Muslim no. 399]
[Nailul Authar 1/471; Bulughul Maram/134].

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar menambahkan :
وفي لفظ‏:‏ ‏(‏صليت خلف النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم وخلف أبي بكر وعمر وعثمان فكانوا لا يجهرون ببسم اللَّه الرحمن الرحيم‏)‏ رواه أحمد والنسائي بإسناد على شرط الصحيح‏.‏
ولأحمد ومسلم‏:‏ ‏(‏صليت خلف النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم وأبي بكر وعمر وعثمان وكانوا يستفتحون بالحمد للَّه رب العالمين لا يذكرون بسم اللَّه الرحمن الرحيم في أول قراءة ولا في آخرها‏)‏
ولعبد اللَّه بن أحمد في مسند أبيه عن شعبة عن قتادة عن أنس قال‏:‏ ‏(‏صليت خلف رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم وخلف أبي بكر وعمر وعثمان فلم يكونوا يستفتحون القراءة ببسم اللَّه الرحمن الرحيم‏)‏ قال شعبة‏:‏ فقلت لقتادة أنت سمعته من أنس قال‏:‏ نعم نحن سألناه عنه‏.‏
وللنسائي عن منصور بن زاذان عن أنس قال‏:‏ ‏(‏صلى بنا رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم فلم يسمعنا قراءة بسم اللَّه الرحمن الرحيم وصلى بنا أبو بكر وعمر فلم نسمعها منهما‏)‏‏.‏
Dalam lafadz lainnya disebutkan, “Aku shalat di belakang Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam., di belakang Abu Bakar, 'Umar dan Usman. Mereka tidak menyaringkan bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim'” [HR. Ahmad dan An-Nasa’i dengan sanad yang sesuai dengan syarat hadits sahih]
Dalam riwayat Ahmad dan Muslim, “Aku shalat di belakang Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam., di belakang Abu Bakar, 'Umar dan Usman. Mereka membuka shalat dengan ‘Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin’, mereka tidak menyebutkan 'Bismillahirrahmanirrahim' pada awal bacaan (Al-Fatihah) dan tidak pula penghabisannya” [HR. Ahmad dan An-Nasa’i dengan sanad yang sesuai dengan syarat hadits sahih]
Dalam riwayat Abdullah bin Ahmad –di dalam kitab musnad ayahnya- disebutkan : Dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas, ia berkata, “Aku shalat di belakang Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam., di belakang Abu Bakar, 'Umar dan Usman. Mereka tidak membuka bacaan dengan 'Bismillahirrahmanirrahim'” Syu’bah mengatakan, “Aku katakana kepada Qatadah, ‘Apakah engkau mendengarnya dari Anas?’ ia menjawab, ‘Ya. Kami pernah menanykannya tentang itu’
Dalam riwayat An-Nasa’i yang bersumber dari Manshur bin Zadzan dari Anas bin Malik, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah shalat mengimami kami, dan beliau tidak memperdengarkan kepada kami bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim', Abu Bakar dan Umar juga telah shalat mengimami kami, dan kami tidak pernah mendengarnya dari mereka (yakni bacaan 'Bismillahirrahmanirrahim')”
[Nailul Authar 2/138-139 (1/471-475)}.

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam berkata :
والحديث دليل: على أن الثلاثة كانوا لا يسمعون من خلفهم لفظ البسملة عند قراءة الفاتحة جهراً، مع احتمال أنهم يقرءون البسملة سراً، ولا يقرءونها أصلاً، إلا أن قوله: (وفي رواية) أي عن أنس (لأحمد، والنسائي، وابن خزيمة: لا يجْهرون ببسم الله الرحمن الرحيم) يدل بمفهومه أنهم يقرءونها سراً،
والحديث قد استدل به من يقول: إن البسملة لا يجهر بها في الفاتحة، ولا في غيرها، بناء على أن قوله: ولا في اخرها مراد به أول السورة الثانية،
قال ابن عبد البر في الاستذكار: بعد سرده روايات حديث أنس هذه ما لفظه: هذا الاضطراب لا تقوم معه حجة لأحد من الفقهاء الذين يقرؤون بسم الله الرحمن الرحيم، والذين لا يقرؤونها. وقد سئل عن ذلك أنس فقال: كبرت سني ونسيت انتهى، فلا حجة فيه
Hadits ini menjelaskan bahwa ketiga orang tersebut tidak memperdengarkan bacaan basmalah kepada para makmum saat mereka mengerjakan shalat jahriyah. Hal ini mengandung dua kemungkinan; yang pertama mereka membacanya dengan suara lirih, atau kemungkinan kedua mereka tidak membacanya sama sekali. Hanya saja riwayat Anas yang diriwayatkan oleh Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah menyebutkan, “Mereka tidak mengeraskan bacaan ‘Bismillahirrahmanirrahiim’”. Hadits ini bisa dipahami bahwa mereka membacanya dengan suara lirih tidak terdengar.
Hadits ini merupakan dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa bacaan basmalah tidak dibaca dengan suara keras baik pada awal basmalah maupun pada ayat setelah absmalah, berdasarkan ungkapan hadits, ‘dan tidak pula diakhirnya’. Yang maksudny adalh bacaan Al-Qur’an setelah bacaan surat Al-Fatihah.
Setelah menuliskan hadits Anas di dalam ‘Al-Istidkar’ Ibnu Abdil Barr mengatakan, ”Karena kondisi hadits ini mudhthadarib (kacau), maka tidak bisa digunakan sebagai dalil oleh kedua belah pihak dari kalangan ulama fiqih. Dan Anas telah ditanya mengenai masalah tersebut, lalu ia menjawab, “Saya sudah tua dan saya telah lupa”
Maka, dengan begitu hadits tersebut tidak bisa digunakan sebagai dalil.
[Subulussalam 1/51 (1/458)].

Dari Nu’aim bin Abdullah al-Mujmir, ia berkata:
كُنْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ ، فَقَرَأَ : بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ، ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ {وَلا الضَّالِّينَ} قَالَ : آمِينَ ، وَقَالَ: النَّاسُ آمِينَ ، وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ: الله أَكْبَرُ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ الْجُلُوسِ قَالَ: الله أَكْبَرُ ، وَيَقُولُ إِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لأَشْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم
“Aku shalat berada di belakang Abu Hurairah, beliau membaca bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca ummul qur’an sampai pada ayat walaadldlaalliin dan membaca amin, kemudian orang-orang juga mengikutinya membaca amin. Beliau ketika akan sujud membaca; Allahu Akbar dan ketika bangun dari duduk membaca; Allahu Akbar. Setelah salam beliau berkata: “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku adalah orang yang shalatnya paling menyerupai Rasulullah di antara kalian.” [H.R. Ad-Daruqutni, Bab Wajib membaca Bismillahirrahmaanirrahiim dalam shalat dan mengeraskan bacaannya, dan perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, hadits no. 14. Menurut Daruqutni hadits ini shahih; H.R. al-Nasa’I, Bab Membaca Fatihah sebelum surat]
[Bulughul Maram/134].

Imam Ash-Shan’ani berkata :
وهو أصح حديث ورد في ذلك، فهو مؤيد للأصل، وهو كون البسملة حكمها: حكم الفاتحة في القراءة: جهراً، وإسراراً؛ إذ هو ظاهر في أنه كان صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم يقرأ بالبسملة؛ لقول أبي هريرة: "إني لأشبهكم صلاة برسول الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم"
Hadits ini adalah hadits paling shahih yang menjelaskan tentang masalah ini. Hadits ini menguatkan hukum asal basmalah. Bahwa hukumnya ialah seperti hukum surat Al-Fatihah. Dibaca jelas saat Al-Fatihah dibaca jelas, dan dibaca sirr (lirih) saat surat Al-Fatihah dibaca sirr. Karena sudah jelas bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah membacanya, berdasarkan ucapan Abu Hurairah, “Sungguh saya adalah orang yang paling menyerupai cara Shalat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam”
[Subulussalam 1/51 (1/460)]

وعن أبي هُريرة رضي الله عنه قال: قالَ رسول الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم: "إذا قرأتُمُ الفاتحة فاقْرَءُوا: بسم الله الرَّحمن الرحيم، فإنها إحْدى اياتها" رواه الدارقطني، وصَوَّبَ وَقْفَهُ.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila kamu membaca al-fatihah maka bacalah bismillaahirrahmaanirrahiim, karena ia termasuk salah satu dari ayatnya." (HR. Daruquthni 312 yang menggolongkannya hadits mauquf.)
[Bulughul Maram /135]
Imam Ash-Shan’ani berkata :
لا يدل الحديث هذا على الجهر بها، ولا الإسرار، بل يدل على الأمر بمطلق قراءتها
Hadiits ini tidak memerintahkan untuk membaca basmalah dengan suara jelas dan tidak pula dengan suara lirih. Isyarat hadits hanya memerintahkan untuk membacanya, entah bagaimana caranya
[Subulussalam 1/52 (1/461)].

Imam al-Daruquthni juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ اِفْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. (رواه الدارقطني
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika membaca (fatihah), sedangkan beliau mengimami para shahabat, memulai shalat dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim.” [H.R. al-Daruquthni, Bab Wajib membaca Bismillahirrahmaanirrahiim dalam shalat dan mengeraskan bacaannya, dan perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, hadits no. 17].

Ibn Abdullah ibn Mughaffal berkata,
سَمِعَنِيْ أَبِي وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ أَقُوْلُ " بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ " فَقَالَ لِي: أي بني محدث إِيَّاكَ وَالْحَدَثَ، قَالَ: وَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رسول الله صلى الله عليه وسلم كَانَ أَبْغَضُ إِلَيْهِ الْحَدَثَ فِي الْإِسْلَامِ، يَعْنِي مِنْهُ، وَقَالَ: وَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعُ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُوْلُهَا، فَلَا تَقُلْهَا، إِذَا أَنْتَ صَلَّيْتَ فَقُلْ {اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}
“Ayahku memperdengarkan kepadaku ketika aku di dalam sholat membaca “bismilla-hirrokhma-nirrikhi-m”, maka ia berkata kepadaku,”anakku, itu muhdats (hal baru/ bid’ah). Jauhilah olehmu hal-hal yang diada-adakan (bid’ah). Ia berkata, “Aku belum pernah melihat kebencian para sahabat Rasulullah melebihi kebenciannya terhadap hal-hal yang diada-adakan (bid’ah) dalam Islam. Dan aku telah shalat bersama dengan Nabi saw, dan bersama Abu Bakar, dan bersama Umar, dan bersama Usman. Dan belum pernah aku mendengar salah seorang dari mereka membacanya (bismilla-hirrokhma-nirrokhi-m). Oleh karena itu janganlah engkau membacanya. Dan jika engkau shalat bacalah dengan “al-hamdu lilla-hi robbil ‘a-lami-n”.
Menurut Abu ‘Isa al-Tirmizi, hadis ini berkualitas hasan. (HR. Tirmidzi, hadits no. 244)

Imam Asy-Syaukani berkata :
ـ قال المصنف ـ رحمه اللَّه‏:‏ قوله لا تقلها وقوله لا يقرؤونها أو لا يذكرونها ولا يستفتحون بها أي جهرًا بدليل قوله في رواية تقدمت ولا يجهرون بها
Mushannif berkata : Ucapan perawi ‘janganlah engkau membacanya’ atau ‘mereka tidak membacanya’ atau ‘mereka tidak menyebutkannya’ atau ‘mereka tidak memulai dengannya’ maksudnya adalah tidak menyaringkannya. Dalilnya adalah riwayat yang telah disebutkan tadi, yakni ‘dan mereka tidak menyaringkannya’.
[Nailul Authar 2/139 (1/474)].

Hadis dari Abdullah ibn ‘Abbas
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ صَلَاتَهُ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Abdullah ibn ‘Abbas berkata, “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memulai bacaan shalatnya dengan “bismilla-hirrohma-nirrohi-m”. (HR.Tirmidzi, bab “Memulai membaca Al-quran dengan Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin” hadits no. 245; HR. Daruqtni Bab Wajib membaca Bismillahirrahmaanirrahiim dalam shalat dan mengeraskan bacaannya, dan perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, hadits no. 6)

Hadits Dari Abu Hurairah RA :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ بِالْبَسْمَلَةِ
“bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (selalu) mengeraskan suaranya ketika membaca basmalah (dalam shalat)”. (HR Bukhari)
'Ali Nayif Biqa'i dalam tahqiq kitab Idza Shahha al-Hadits Fahuwa Madzhabi menjelaskan:
"Ibn Khuzaimah berkata dalam kitab Mushannaf-nya menyatakan, pendapat yang menyatakan sunnah mengeraskan basmalah merupakan pendapat yang benar. Ada hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sanad yang muttashil (urutan perawi hadfts yang sampai langsung kepada Nabi Muhanzmad Shallallahu ‘alaihi wasallam), tidak diragukan, serta tidak ada keraguan dari para ahli hadfts tentang shahih serta muttashil-nya sanad hadfts ini. Lalu Ibn Khuzaimah berkata, telah jelas dan telah terbukti bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam (dalam hadits tersebut) mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat.” (Ma’na Qawl al-Imam al-Muththalibi Izda Shahha al-Hadits Fahuwa Madzhabi, hal 161)
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=15107&category_id=&hal=3

Pendapat Para Ulama
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
اختلفوا في قراءة بسم الله الرحمن الرحيم في افتتاح القراءة في الصلاة، فمنع ذلك مالك في الصلاة المكتوبة جهرا كانت أو سرا، لا في استفتاح أم القرآن ولا في غيرها من السور، وأجاز ذلك في النافلة. وقال أبو حنيفة والثوري وأحمد يقرؤها مع أم القرآن في كل ركعة سرا، وقال الشافعي: يقرؤها ولا بد في الجهر جهرا وفي السر سرا
Bacaan basmalah sebelum membaca Al-Fatihah dan ayat al-Quran diperselisihkan para fuqaha. Malik berpendapat bahwa bacaan basmalah dalam semua shalat fardu itu dilarang. Larangan itu termasuk pula ketika shalat jahr (suara bacaan keras) atau sirr (bacaan tidak diperdengarkan) untuk surat Al-Fatihah atau ayat-ayat Al-Quran. Namun bacaan basmalah diperkenankan untuk shalat sunat.
Abu Hanifah, Tsauri, dan Ahmad bin Hambal berpendapat bahwa bacaan basmalah hanya dibaca sirr bersama Al-Fatihah untuk setiap rekaat. Sedang Syafi’i berpendirian bahwa bacaan basmalah itu harus dibaca ketika shalat jahr atau sirr.
[Bidayatul Mujtahid 1, hal. 272]

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata :
أن أنس بن مالك أخبره قال صلى معاوية بالمدينة صلاة فجهر فيها بالقراءة فقرأ بسم الله الرحمن الرحيم لأم القرآن ولم يقرأ بها للسورة التي بعدها حتى قضى تلك القراءة ولم يكبر حين يهوى حتى قضى تلك الصلاة فلما سلم ناداه من سمع ذلك من المهاجرين من كل مكان يا معاوية أسرقت الصلاة أم نسيت فلما صلى بعد ذلك قرأ بسم الله الرحمن الرحيم للسورة التي بعد أم القرآن وكبر حين يهوى ساجدا
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata : Muawiyah pernah melaksanakan shalat di Madinah lalu ia men-jahr-kan bacaan dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim untuk ummul Qur’an, dan tidak membaca Bismillahirrahmaanirrahiim untuk surah setelah surah Al-Fatihah sampai menyelesaikan bacaan itu.
Ia tidak bertakbir ketika membungkuk hingga selesai. Tatkala memberi salam ia diseru oleh orang yang mendengarnya-dari orang-orang Muhajirin- dari segala tempat, “Hai Muawiyah, apakah anda mencuri shalat atau lupa?” Sesudah itu ia membaca Bismillahirrahmaanirrahiim untuk surah sesudah Ummul Qur’an, dan ia bertakbir ketika membungkuk untuk sujud.
[Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 166]

Al-Qurtubhi berkata :
هذا قول حسن، وعليه تتفق الآثار عن أنس ولا تتضاد ويخرج به من الخلاف في قراءة البسملة. وقد روي عن سعيد بن جبير قال: هذا محمد يذكر رحمان اليمامة - يعنون مسيلمة - فأمر أن يخافت ببسم الله الرحمن الرحيم، ونزل: "ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها" [الإسراء:110].
Pendapat ini (membaca basmalah dengan samar bersama dengan surah al-Fatihah) adalah pendapat yang baik dan sesuai dengan atsar yang diriwayatkan dari Anas, serta tidak bertentangan dengannya. Pendapat inipun dapat mengeluarkan orang-orang dari silang pendapat seputar hokum membaca basmalah. Diriwayatkan dari Sa’ad bin Jubair, dia berkata, “Dahulu orang musyrik selalu mendatangi masjid. Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca bismillahirrahmaanirrahiim, maka mereka berkata, ‘Muhammad ini sedang menyebutkan Rahman Al-Yamamah’ Maksud mereka adalah Musailamah. Oleh karena itulah beliau diperintahkan untuk menyamarkan bacaan bismillahirrahmaanirrahiim, lalu turunlah ayat : “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah kamu merendahkannya” (QS. Al-Israa : 110).
[Tafsir Al-Qurtubhi 1, hal. 249]

Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir berkata :
فهذه مآخذ الأئمة رحمهم الله في هذه المسألة وهي قريبة لأنهم أجمعوا على صحة من جهر بالبسملة ومن أسر ولله الحمد والمنة
Demikianlah dasar-dasar pengambilan pendapat para imam mengenai masalah ini, dan tidak terjadi perbedaan pendapat, karena mereka telah sepakat bahwa shalat bagi orang yang men-jahr-kan atau yang men-sirr-kan basmalah adalah sah. Segala Puji bagi Allah.
[Tafsir Ibnu Katsir 1, hal. 20]

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
وقد جمع ابن القيم بين المذهب الأول والثاني فقال : كان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يجهر "بسم الله الرحمن الرحيم" تارة, ويخفيها أكثر مما يحهر بها, ولا ريب أنه لم يحهر بها دائما في كل يوم وليلة خمس مرات أبدا, حصرا وسفرا, ويحفى ذلك على خلفائه الراشدين وعلى جمهور أصحابه وأهل بلده فى الأعصار الفاضلة
Ibnul Qayyim telah memberikan komentar :”Kadang-kadang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca bismillahirrahmaanirrahiim dengan suara keras, tetapi beliau sering membacanya dengan suara perlahan. Merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi bahwa beliau tidak selamanya membaca basmalah dengan suara keras, yakni sebanyak lima kali pada tiap siang dan malam, pada waktu bermukim maupun ketika bermusyafir. Hal inilah yang tidak disadari oleh para Khulafaur Rasyidin, sebagian besar sahabatnya, tabi’in dan tabi’it tabi’in”
[Fiqih Sunnah 1, hal. 191; Nailul Authar 1, hal. 474].

Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
(مع بسملة) أي مع قراءة البسملة فإنها آية منها، لانه (ص) قرأها ثم الفاتحة وعدها آية منها. وكذا من كل سورة غير براءة
Membaca Fatihah itu disertai basmalah, sebab basmalah itu termasuk ayat Fatihah. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau membaca basmalah sebagai ayat dari Fatihah. Begitu juga semua surat selain surat Bara’ah.
[Fat-hul Mu’in 1/48 (1/167)]

Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab setelah menguraikan secara panjang lebar tentang pendapat-pendapat para ulama tentang mengeraskan dan melirihkan bacaan ‘basmalah’ dalam shalat jahr, maka dia menyimpulkan bahwa yang lebih utama adalah mengeraskan membaca ‘basmalah’ dalam shalat jahr.
[Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab 3/641-669].

Imam Asy-Syaukani setelah menguraikan panjang lebar tentang pendapat-pendapat para ulama tentang mengeraskan dan melirihkan bacaan ‘basmalah’ dalam shalat jahr, maka dia menyimpulkan sebagai berikut :
وأكثر ما في المقام الاختلاف في مستحب أو مسنون فليس شيء من الجهر وتركه يقدح في الصلاة ببطلان بالإجماع
Yang banyak mengandung perbedaan pendapat adalah mengenai statusnya mustahab (dianjurkan) atau sunnah. Jadi, menyaringkan atau tidak menyaringkan bacaan ‘Bismillahirrahmaanirrahiim’ tidak menodai shalat dengan membatalkannya. Demikian menurut ijma’
[Nailul Authar 2/138-139 (1/471-475)}.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya: Apakah hukum menjahrkan (mengeraskan bacaan) basmalah? Beliau menjawab: “Pendapat yang lebih kuat adalah mengeraskan bacaan basmalah itu tidak semestinya dilakukan dan yang sunnah adalah melirihkannya karena ia bukan bagian dari surat Al Fatihah. Akan tetapi jika ada orang yang terkadang membacanya dengan keras maka tidak mengapa. Bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hendaknya memang dikeraskan kadang-kadang sebab adanya riwayat yang menceritakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengeraskannya (HR. Nasa’i di dalam Al Iftitah Bab Qiro’atu bismillahirrahmaanirrahiim (904), Ibnu Hibban 1788, Ibnu Khuzaimah 499, Daruquthni 1/305, Baihaqi 2/46,58) Akan tetapi hadits yang jelas terbukti keabsahannya menerangkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidak mengeraskannya (berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: Aku pernah shalat menjadi makmum di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di belakang Abu Bakar, di belakang Umar dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang memperdengarkan bacaan bismillahirrahmanirrahiim (HR. Muslim dalam kitab Shalat Bab Hujjatu man Qoola la yajharu bil basmalah (399)) Akan tetapi apabila seandainya ada seseorang yang menjahrkannya dalam rangka melunakkan hati suatu kaum yang berpendapat jahr saya berharap hal itu tidak mengapa.” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 316-317)
http://muslim.or.id/al-quran/faedah-seputar-basmalah.html

Wallahu a’lam

Kesimpulan
1. Para ulama berbeda pendapat tentang keutamaan mengeraskan atau melirihkan bacaan ‘basmalah’ dalam shalat jahr. Sebagian berpendapat yang lebih utama mengeraskan bacaan ‘basmalah’, sebagian lainnya berpendapat yang lebih utama adalah melirihkannya.
2. Para Ulama sepakat bahwa orang yang mengeraskan atau melirihkan bacaan ‘basmalah’ dalam shalat jahr, kedua-duanya shalatnya sah.

Wallahu a’lam.

Sumber Rujukan :
-Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pustaka Amani, Jakarta, 2002.
-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006.
-Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta, 2006.
-Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Pustaka Azzam, Jakarta, 2007.
-Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus salam, Darus Sunnah Press, Jakarta, 2006
-Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, Pustaka Azzam, Jakarta, 2005
-Imam Asy-Syaukani, Nailul Author, Pustaka Azzam, Jakarta, 2006.
-Zainuddin bin Abdul Aziz al-Maliabari al-Fanani , Fat-hul Mu’in, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2006
-Imam Nawawi, Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab, Pustaka Azzam, 2010
-Imam Bukhari, Sahih Bukhari, Darul Fikri, Beirut, 2006.
-Imam Muslim, Sahih Muslim, Darul Ilmi, Surabaya
-Imam Ad-Daruqutni, Sunan Ad-Daruqutni, mawsoaat_hadeeth_chm_02 (E-book)
-Imam Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, mawsoaat_hadeeth_chm_02 (E-book)
-Imam Nasa’i, Sunan An-Nasa’i, mawsoaat_hadeeth_chm_02 (E-book)
-http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=15107&category_id=&hal=3
-http://muslim.or.id/al-quran/faedah-seputar-basmalah.html

Slawi, April 2011

1 komentar:

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...