MEMBACA FATIHAH DALAM
SHALAT BERJAMA’AH
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala Puji bagi
Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam
semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama dan umat islam apakah dalam shalat
berjamaah, makmum harus membaca Al-Fatihah atau tidak. Sebagian ulama berpendapat
makmum wajib membaca surat Al-Fatihah, sebagian lagi berpendapat tidak wajib.
Hadits-hadits Tentang
Perintah Membaca Al-Fatihah
Dari Ubadah bin Shamit, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَا
صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak
membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)." (HR.Bukhari,
Azan/714; Tirmidzi 247)
Dari Abu Hurairah RA :
أن رسول
اللّه صلى الله عليه وسلم انصرف مِنْ صَلَاةٍ جَهَرَ فِيْهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ
"هَلْ قَرَأَ مَعِيْ أَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفاً"؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ
يارسول اللّه، قال: "إِنِّي أَقُوْلَ مَا لِيْ أُنَازِعُ الْقُرْآنَ"؟
قال: فَانْتَهَى النَّاسَ عَنِ الْقِرَاءَةِ مَعَ رسول اللّه صلى الله عليه وسلم فِيْمَا
جَهَرَ فِيْهِ النبي صلى الله عليه وسلم بالْقِرَاءَةِ مِنَ الصَّلَوَاتِ حِيْنَ سَمِعُوْا
ذَلِكَ مِنْ رسول اللّه صلى الله عليه وسلم
Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan
bacaanya dalam sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara
kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya
ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku
katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata
Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah keraskan
bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. (HR. Abu Dawud 826, Imam
Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
Dari Ubadah bin Shamit :
صَلَّى بِنَا رسول الله صَلَاةَ الْغَدَاةِ
فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ.
فَلَمَّا انْصَرَفَ قال: إِنِّي لِأَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ وَرَاءَ الْإِمَامِ،
قُلْنَا: نَعَمْ، قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ
“Kami pernah melakukan sholat bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pada sholat Shubuh. Beliau merasa berat untuk membaca
(Alqur’an/Al-Fatihah). Setelah berpaling (selesai sholat), beliau saw.
bersabda: ‘Sesungguhnya aku melihat kaum sekalian (mengetahuimu),
(apakah) kamu membaca dibelakang imam kalian?’.Kami menjawab; ‘Ya’.
Beliau saw. bersabda; ’Jangan kalian lakukan kecuali dengan (membaca) Ummu Al-Kitab (Al-Fatihah),
karena
tidak ada sholat (yang sah) bagi orang yang tidak membacanya’”. (HR.Imam
Ahmad , Abu Dawud , Imam Tirmidzi )
Dari Jabir, dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam :
مَنْ
كَانَ لَهُ إِمَامً فَقَرَاءَةُ الْإِمَامَ لَهُ قَرَاءَ ةٌ
"Siapa mengikuti imam (dalam shalat), maka
bacaan imam adalah bacaan baginya." (HR. Ibnu Majah)
Catatan : Imam Ash-Shan’ani
dalam kitab Subulussalam mengatakan : Hadits tersebut adalah
hadits mursal (terputus), sehingga ia tidak bisa digunakan sebagi dalil. [Subulussalam
1, hal. 455]
Hadits
yang menurut Ahmad Shahih :
وَإِذَا
قَرَأَالْإِمَامُ فَأَنْصِتُوا
“Kalau (imam) membaca, maka kalian hendaknya
diam”. (HR. Ahmad).
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
Di
dalam menjamak beberapa hadits di atas, kalangan fuqaha saling berbeda.
Terdapat fuqaha yang mengecualikan bacaan al-Fatihah dari seluruh bacaan
dalam shalat ketika imam membaca dengan jahr (keras). Dasarnya adalah
hadits Ubadah bin Shamit di atas. Di lain pihak, ada fuqaha yang berpendirian bahwa yang dikecualikan
adalah bacaan makmum ketika imam membaca dengan keras, karena adanya larangan
yang tersebut di dalam hadits Abu Hurairah di atas. Larangan di dalam hadits
tersebut diperjelas oleh ayat :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا
لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Dan apabila dibacakan Al
Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat. (QS. Al-A’raf 6 : 204)
Mereka berpendapat
perintah dalam ayat tersebut hanya berlaku dalam shalat.
[Bidayatul Mujtahid
1, hal. 349]
Imam Ash-Shan’ani dalam
kitab Subulussalam mengatakan :
Secara zhahir, hadits tersebut (Hadits Ubadah bin Shamit ) menjelaskan bahwa surat
tersebut dibaca baik dalam shalat jahriyah maupun shalat sirriyah. Baik untuk
orang yang mengerjakan shalat sendirian maupun sebagai makmum. Karena zhahir
hadits ini menjelaskan hokum untuk orang yang mengerjakan shalat sendirian. Sedangkan
seorang makmum tiodak diragukan bahwa ia termsuk dalam hokum ini.
Penjelasan di atas diperkuat oleh hadits Ahmad,
Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban,
“Apakah kalian membaca sesuatu di belakang imam
kalian?” Kami menjawab; ‘Ya’. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda; ’Jangan kalian lakukan kecuali dengan (membaca) Ummu Al-Kitab (Al-Fatihah),
karena
tidak ada sholat (yang sah) bagi orang yang tidak membacanya’”.
Hadits ini dengan jelas menyebutkan wajibnya
membaca surat Al-Fatihah bagi makmum. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam
hadits Al-Bukhari dan Muslim bahwa perintah tersebut bersifat umum, mencakup
shalat jahriyah maupun shalat sirriyah dalam setiap rekaat.
[Subulussalam 1/50 (1/454)]
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah
berkata :
Pada asalnya shalat itu tidak sah kecuali dengan
membaca surah Al-Fatihah pada setiap rekaat shalat fardhu maupun shalat sunnah
sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan fardhu-fardhu shalat. Akan tetapi
kewajiban membaca bagi makmum digugurkan ketika mengerjakan shalat-shalat yang
mesti dikeraskan suaranya dan ia wajib diam dan mendengarkan abcaan imam. Hal
ini berdasarkan firman Allah ta’ala :
“Dan apabila dibacakan Al
Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat” (QS. Al-A’raf 6 : 204)
Juga karena sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِذَ ا
كَبَّرَ الْإِمَامُ فَكَبِّرُوْا وَإِذَا قَرَأَ
فَأَنْصِتُوا ".
"Apabila
imam bertakbir, bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah
kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…"(HR. Muslim, Ahmad,
Abu Dawud no. 603 & 604).
[Fiqih Sunnah 1/223-224]
Syaikh Imam Al-Qurtubhi dalam kitab Tafsir
Al-Qurthubi berkata :
Saat berada di Irak, Asy-Syafi’i pernah berkata
tentang seorang makmum, “Makmum harus membaca Al-Fatihah jika imam tidak
mengeraskan bacaannya. Tapi dia tidak wajib membacanya jika imam mengeraskan
bacaannya”. Pendapat ini persis seperti pendapat yang masyhur dalam madzhab
Malik. Sementara
di Mesir, Asy-Syafi’i berkata, “Untuk shalat dimana imam mengeraskan bacaannya,
maka dalam hal ini ada dua pendapat : Pertama, makmum harus membaca
Al-Fatihah. Kedua, akan dianggap cukup baginya jika dia tidak membaca
surah Al-Fatihah dan hanya mengandalkan bacaan imam. [Tafsir Al-Qurthubi
1, hal. 304]
Imam Nawawi dalam kitab Raudhatuth
Thalibin berkata :
وإذا قلنا يقرأ المأموم في الجهرية فلا يجهر بحيث يغلب جهره
بل يسر بحيث يسمع نفسه لو كان سميعا فإن
هذا أدنى القراءة ويستحب للامام على هذا القول أن يسكت بعد الفاتحة قدر قراءة المأموم لها
Jika kita katakan, “Makmum harus membaca Al-Fatihah dalam
shalat yang dibaca dengan suara keras, dan hendaklah dia tidak mengangkat suara
melebihi suara imam, akan tetapi hendaklah dia membacanya dengan sirr (pelan)
sehingga hanya didengar oleh dirinya sendiri jika dia dapat mendengar. Inilah
standar minimal surah Al-Fatihah. Berdasarkan pendapat ini, maka seorang imam dianjurkan
untuk diam setelah membaca Al-Fatihah yang lamanya sekitar selesainya makmum
membaca Al-Fatihah” [Raudhatuth Thalibin 1/221 (1/513)].
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani dalam kitab Fat-hul
Mu’in berkata :
يسن للامام أن يسكت
في الجهرية بقدر قراءة المأموم الفاتحة - إن علم أنه يقرؤها في سكتة - كما هو
ظاهر، وأن يشتغل في هذه السكتة بدعاء أو قراءة، وهي أولى
Pada shalat jahriyah imam disunatkan berdiam
sebentar (jangan cepat-cepat membaca surat), seukuran makmum membaca Fatihah.
Bila ia mengetahui makmum membaca Fatihah ketika ia diam itu, hendaknya ia
menyibukkan diri dengan membaca do’a atau membaca Quran. Hal itu lebih utama.
[Fat-hul Mu’in 1/80 (1/181)]
Abu
Bakar Ibnu Arabi mengatakan dalam kitab Fiqih Sunnah :
Jika
ada orang yang bertanya, sebenarnya makmum dibolehkan membaca Al-Quran, yaitu
sewaktu imam itu berhenti sejenak. Jawabnya adalah berhenti bukanlah suatu
keharusan bagi imam. Lantas bagaimanakah caranya melakukan atau memaksakan
sesuatu yang fardhu ke dalam perkara yang tidak fardhu, apalagi pada waktu
mengerjakan shalat yang harus menyarungkan suara bacaan? Sebenarnya, kita
sebagai makmum mempunyai kesempatan untuk membaca ayat Al-Quran dengan cara
lain, yaitu membacanya dalam hati, seperti merenung dan memikirkan maknanya.
[Fiqih Sunnah 1/223-224]
Kesimpulan :
1. Mayoritas
ulama berpendapat bahwa Al-Fatihah wajib dibaca pada setiap rekaat shalat, baik
shalat wajib maupun shalat sunnah.
2. Para
ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum yang shalat
di belakang imam. Sebagian berpendapat makmum tetap wajib membaca Al-Fatihah,
sebagian berpendapat makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah, karena membaca
Al-Fatihah sudah dilakukan oleh imam.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar