Rabu, 04 November 2009

MEMBACA FATIHAH DALAM SHALAT BERJAMA’AH-1

MEMBACA FATIHAH DALAM SHALAT BERJAMA’AH
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dan umat islam apakah dalam shalat berjamaah, makmum harus membaca Al-Fatihah atau tidak. Sebagian ulama berpendapat makmum wajib membaca surat Al-Fatihah, sebagian lagi berpendapat tidak wajib.

Hadits-hadits Tentang Perintah Membaca Al-Fatihah
Dari Ubadah bin Shamit, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)." (HR.Bukhari, Azan/714; Tirmidzi 247)

Dari Abu Hurairah RA :
أن رسول اللّه صلى الله عليه وسلم انصرف مِنْ صَلَاةٍ جَهَرَ فِيْهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ "هَلْ قَرَأَ مَعِيْ أَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفاً"؟ فَقَالَ رَجُلٌ: نَعَمْ يارسول اللّه، قال: "إِنِّي أَقُوْلَ مَا لِيْ أُنَازِعُ الْقُرْآنَ"؟ قال: فَانْتَهَى النَّاسَ عَنِ الْقِرَاءَةِ مَعَ رسول اللّه صلى الله عليه وسلم فِيْمَا جَهَرَ فِيْهِ النبي صلى الله عليه وسلم بالْقِرَاءَةِ مِنَ الصَّلَوَاتِ حِيْنَ سَمِعُوْا ذَلِكَ مِنْ رسول اللّه صلى الله عليه وسلم
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau keraskan bacaanya dalam sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada seseorang diantara kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata, "Sungguh aku katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an (juga)." Berkata Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari membaca bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat-sholat yang Rasulullah keraskan bacaannya, ketika mereka sudah mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. (HR. Abu Dawud 826, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).

Dari Ubadah bin Shamit :
صَلَّى بِنَا رسول الله صَلَاةَ الْغَدَاةِ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ. فَلَمَّا انْصَرَفَ قال: إِنِّي لِأَرَاكُمْ تَقْرَءُوْنَ وَرَاءَ الْإِمَامِ، قُلْنَا: نَعَمْ، قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوْا إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ
 “Kami pernah melakukan sholat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada sholat Shubuh. Beliau merasa berat untuk membaca (Alqur’an/Al-Fatihah). Setelah berpaling (selesai sholat), beliau saw. bersabda: ‘Sesungguhnya aku melihat kaum sekalian (mengetahuimu), (apakah) kamu membaca dibelakang imam kalian?’.Kami menjawab; ‘Ya’. Beliau saw. bersabda; ’Jangan kalian lakukan kecuali dengan (membaca) Ummu Al-Kitab (Al-Fatihah), karena tidak ada sholat (yang sah) bagi orang yang tidak membacanya’”.  (HR.Imam Ahmad , Abu Dawud , Imam Tirmidzi )


Dari Jabir, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  :
مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامً فَقَرَاءَةُ الْإِمَامَ لَهُ قَرَاءَ ةٌ
"Siapa mengikuti imam (dalam shalat), maka bacaan imam adalah bacaan baginya." (HR. Ibnu Majah)
Catatan : Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam mengatakan : Hadits tersebut adalah hadits mursal (terputus), sehingga ia tidak bisa digunakan sebagi dalil. [Subulussalam 1, hal. 455]
Hadits yang menurut Ahmad Shahih :
وَإِذَا قَرَأَالْإِمَامُ فَأَنْصِتُوا
 “Kalau (imam) membaca, maka kalian hendaknya diam”. (HR. Ahmad).

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid berkata :
Di dalam menjamak beberapa hadits di atas, kalangan fuqaha saling berbeda. Terdapat fuqaha yang mengecualikan bacaan al-Fatihah dari seluruh bacaan dalam shalat ketika imam membaca dengan jahr (keras). Dasarnya adalah hadits Ubadah bin Shamit di atas. Di lain pihak, ada fuqaha  yang berpendirian bahwa yang dikecualikan adalah bacaan makmum ketika imam membaca dengan keras, karena adanya larangan yang tersebut di dalam hadits Abu Hurairah di atas. Larangan di dalam hadits tersebut diperjelas oleh ayat :
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A’raf 6 : 204)
Mereka berpendapat perintah dalam ayat tersebut hanya berlaku dalam shalat.
[Bidayatul Mujtahid 1, hal. 349]

Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulussalam mengatakan :
Secara zhahir, hadits tersebut (Hadits Ubadah bin Shamit ) menjelaskan bahwa surat tersebut dibaca baik dalam shalat jahriyah maupun shalat sirriyah. Baik untuk orang yang mengerjakan shalat sendirian maupun sebagai makmum. Karena zhahir hadits ini menjelaskan hokum untuk orang yang mengerjakan shalat sendirian. Sedangkan seorang makmum tiodak diragukan bahwa ia termsuk dalam hokum ini.
Penjelasan di atas diperkuat oleh hadits Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban,
“Apakah kalian membaca sesuatu di belakang imam kalian?” Kami menjawab; ‘Ya’. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; ’Jangan kalian lakukan kecuali dengan (membaca) Ummu Al-Kitab (Al-Fatihah), karena tidak ada sholat (yang sah) bagi orang yang tidak membacanya’”.
Hadits ini dengan jelas menyebutkan wajibnya membaca surat Al-Fatihah bagi makmum. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim bahwa perintah tersebut bersifat umum, mencakup shalat jahriyah maupun shalat sirriyah dalam setiap rekaat.
[Subulussalam 1/50 (1/454)]

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Pada asalnya shalat itu tidak sah kecuali dengan membaca surah Al-Fatihah pada setiap rekaat shalat fardhu maupun shalat sunnah sebagaimana telah dikemukakan pada pembahasan fardhu-fardhu shalat. Akan tetapi kewajiban membaca bagi makmum digugurkan ketika mengerjakan shalat-shalat yang mesti dikeraskan suaranya dan ia wajib diam dan mendengarkan abcaan imam. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala :
“Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-A’raf 6 : 204)
Juga karena sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
إِذَ ا كَبَّرَ الْإِمَامُ فَكَبِّرُوْا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا ".
"Apabila imam bertakbir, bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…"(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604).
[Fiqih Sunnah 1/223-224]
Syaikh Imam Al-Qurtubhi dalam kitab Tafsir Al-Qurthubi berkata :
Saat berada di Irak, Asy-Syafi’i pernah berkata tentang seorang makmum, “Makmum harus membaca Al-Fatihah jika imam tidak mengeraskan bacaannya. Tapi dia tidak wajib membacanya jika imam mengeraskan bacaannya”. Pendapat ini persis seperti pendapat yang masyhur dalam madzhab Malik. Sementara di Mesir, Asy-Syafi’i berkata, “Untuk shalat dimana imam mengeraskan bacaannya, maka dalam hal ini ada dua pendapat : Pertama, makmum harus membaca Al-Fatihah. Kedua, akan dianggap cukup baginya jika dia tidak membaca surah Al-Fatihah dan hanya mengandalkan bacaan imam. [Tafsir Al-Qurthubi 1, hal. 304]

Imam Nawawi dalam kitab Raudhatuth Thalibin berkata :
وإذا قلنا يقرأ المأموم في الجهرية فلا يجهر بحيث يغلب جهره بل يسر بحيث يسمع نفسه لو كان سميعا فإن هذا أدنى القراءة  ويستحب للامام على هذا القول أن يسكت بعد الفاتحة قدر قراءة المأموم لها
Jika kita katakan, “Makmum harus membaca Al-Fatihah dalam shalat yang dibaca dengan suara keras, dan hendaklah dia tidak mengangkat suara melebihi suara imam, akan tetapi hendaklah dia membacanya dengan sirr (pelan) sehingga hanya didengar oleh dirinya sendiri jika dia dapat mendengar. Inilah standar minimal surah Al-Fatihah. Berdasarkan pendapat ini, maka seorang imam dianjurkan untuk diam setelah membaca Al-Fatihah yang lamanya sekitar selesainya makmum membaca Al-Fatihah” [Raudhatuth Thalibin 1/221 (1/513)].

Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani dalam kitab Fat-hul Mu’in berkata :
يسن للامام أن يسكت في الجهرية بقدر قراءة المأموم الفاتحة - إن علم أنه يقرؤها في سكتة - كما هو ظاهر، وأن يشتغل في هذه السكتة بدعاء أو قراءة، وهي أولى
Pada shalat jahriyah imam disunatkan berdiam sebentar (jangan cepat-cepat membaca surat), seukuran makmum membaca Fatihah. Bila ia mengetahui makmum membaca Fatihah ketika ia diam itu, hendaknya ia menyibukkan diri dengan membaca do’a atau membaca Quran. Hal itu lebih utama.
[Fat-hul Mu’in 1/80 (1/181)]

Abu Bakar Ibnu Arabi mengatakan dalam kitab Fiqih Sunnah :
Jika ada orang yang bertanya, sebenarnya makmum dibolehkan membaca Al-Quran, yaitu sewaktu imam itu berhenti sejenak. Jawabnya adalah berhenti bukanlah suatu keharusan bagi imam. Lantas bagaimanakah caranya melakukan atau memaksakan sesuatu yang fardhu ke dalam perkara yang tidak fardhu, apalagi pada waktu mengerjakan shalat yang harus menyarungkan suara bacaan? Sebenarnya, kita sebagai makmum mempunyai kesempatan untuk membaca ayat Al-Quran dengan cara lain, yaitu membacanya dalam hati, seperti merenung dan memikirkan maknanya.
[Fiqih Sunnah 1/223-224]

Kesimpulan :
1.     Mayoritas ulama berpendapat bahwa Al-Fatihah wajib dibaca pada setiap rekaat shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah.
2.    Para ulama berbeda pendapat tentang hukum membaca Al-Fatihah bagi makmum yang shalat di belakang imam. Sebagian berpendapat makmum tetap wajib membaca Al-Fatihah, sebagian berpendapat makmum tidak wajib membaca Al-Fatihah, karena membaca Al-Fatihah sudah dilakukan oleh imam.
Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...