DO’A
IFTITAH (ISTIFTAH)
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com
Segala
Puji bagi Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam.
Shalawat
dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Pendahuluan
Imam
Nawawi berkata dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab :
Setiap
orang yang shalat, baik imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian, baik
wanita, anak-anak, musafir, shalat fardhu, shalat sunnah, shalat dengan duduk,
berbaring dan sebagainya, dianjurkan membaca do’a iftitah setelah takbirotul
ihram.
(Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzdzab 3/593)
Hukum Membaca Do’a Iftitah
Ibnu Rusyd
dalam kitab Bidayatul Mujtahid mengatakan : Sebagian fuqaha berpendapat bahwa
membaca taujih adalah wajib. Yakni membaca lafal berikut ini setelah takbir :
وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
Sesungguhnya
Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi (QS.
Al-An’am 6 : 79)
Ini
menurut pendapat Syafi’i. Sedang menurut Abu Hanifah, dengan kata-kata
subhanallah (tasbih). Dan menurut Abu Yusuf, murid Abu Hanifah, membaca taujih
dan tasbih secara bersamaan. Adapun Malik juga berpendapat bahwa taujih di
dalam shalat tidak wajib dan tidak sunat.
[Bidayatul
Mijtahid 1, hal.270].
Hadits-hadits
Tentang Do’a Iftitah
Abu Hurairah berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَبَيْنَ الْقِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً قَالَ أَحْسِبُهُ
قَالَ هُنَيَّةً فَقُلْتُ بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ إِسْكَاتُكَ
بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ
الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berdiam antara takbir dan bacaan Al Qur'an." Abu Zur'ah berkata, Aku
mengira Abu Hurairah berkata, 'Berhenti sebentar, lalu aku berkata, "Wahai
Rasulullah, demi bapak dan ibuku! Tuan berdiam antara takbir dan bacaan. Apa
yang tuan baca diantaranya?. Beliau bersabda: "Aku membaca; (Ya Allah,
jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara
timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang
putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju
dan es yang dingin)."
(HR. Bukhari 702; Muslim 940; Abu Dawud 663)
Dari Ali bin Abu Thalib Biasanya apabila
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat, beliau membaca (do'a iftitah)
sebagai berikut:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي
فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ
وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ
إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ
وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
(Aku
hadapkan wajahku kepada Allah, Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan
ikhlas dan tidak mempersekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku,
hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada
sekutu bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri
kepadaNya. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak
disembah selain Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah
menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah
dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk mengampuni
segala dosa melainkan Engkau. Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus.
Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah
akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup
menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Labbaik wa sa'daik (Aku patuhi segala
perintahMu, dan aku tolong agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu.
Sedangkan kejahatan tidak datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan
kepadaMu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku
bertobat kepadaMu)." (HR. Muslim 1290; Abu Dawud 649; Nasa’I 887)
Dari Ibnu Umar dia berkata; "Ketika kami
shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba seseorang
mengucapkan
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا
وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ الْقَائِلُ كَلِمَةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ قَالَ
ابْنُ عُمَرَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ
(Maha
Besar Allah, dan segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, dan Maha Suci
Allah, baik waktu pagi dan petang)." Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bertanya: "Siapakah yang mengucapkan kalimat tadi?" Seorang
sahabat menjawab; "Saya wahai Rasulullah." Beliau bersabda:
"Sungguh aku sangat kagum dengan ucapan tadi, sebab pintu-pintu langit
dibuka karena kalimat itu." Kata Ibnu Umar; "Maka aku tak pernah lagi
meninggalkannya semenjak aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengucapkan hal itu." (HR. Muslim 943; Abu Dawud 651; An-Nasa’I 875)
Dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ بِاللَّيْلِ كَبَّرَ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ
يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
"Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berdiri untuk shalat malam, beliau bertakbir dan membaca: (Maha Suci
Engkau Ya Allah, aku memuji-Mu, Maha Berkah akan nama-Mu, Maha Tinggi kekayaan
dan kebesaran-Mu, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau), "
lalu membaca: (Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya), " (HR. Tirmidzi 225)
Dari 'Abdah
عَنْ عَبْدَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ يَجْهَرُ
بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
bahwa Umar bin al-Khaththab dahulu mengeraskan
(bacaan) kalimat-kalimat tersebut. Dia membaca, Ya Allah, Mahasuci Engkau dan
dengan memujimu, Mahaberkah NamaMu, Mahaluhur kemuliaanMu, tidak ada tuhan
(yang berhak disembah) selain Engkau."
(HR. Muslim
606; Abu Dawud 658)
Pendapat Ulama
Tentang Lafadz Do’a Iftitah
Dalam
kitab Al-Umm Imam Syafi’i berkata :
Diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila
memulai shalat, ia membaca,
وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِِّ
الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَنْتَ ربي وأنا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي جَمِيْعَهَا لَا يَغْفِرُهَا إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِى لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ وَالْمَهْدِى مَنْ هَدَيْتَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ لَا مَنْجَى مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَنْتَ ربي وأنا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي جَمِيْعَهَا لَا يَغْفِرُهَا إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِى لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ وَالْمَهْدِى مَنْ هَدَيْتَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ لَا مَنْجَى مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Imam
Syafi’i berkata :
Oleh
karena itu, saya memerintahkan dan menyukai agar seseorang membaca bacaan di
atas sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa
beliau tidak meninggalkannya sedikitpun.
Imam
Syafi’i berkata :
Apabila
seseorang menambah atau menguranginya, maka saya memandangnya sebagai perkara
yang makruh. Walaupun demikian, ia tidak harus mengulangi shalatnya dan tidak
perlu sujud sahwi, baik dilakukan dengan sengaja, lupa atau tidak tahu.
[lihat Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 163]
[lihat Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 163]
Imam
Nawawi Asy-Syafi’I berkata dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab : Tentang
bacaan do’a iftitah, telah kami sebutkan sebelumnya, bahwa bacaan do’a iftitah
adalah :
وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ
(Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzdzab 3/601)
Dalam
kitabnya yang lain, Raudhotuth Thalibin, Imam Nawawi menjelaskan :
Dianjurkan bagi orang yang shalat apabila bertakbir membaca do’a istiftah, yaitu :
Dianjurkan bagi orang yang shalat apabila bertakbir membaca do’a istiftah, yaitu :
وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا من الْمُسْلِمِيْنَ
وَأَنَا من الْمُسْلِمِيْنَ
Selanjutnya
Imam Nawawi berkata : Hendaklah imam tidak menambah lebih panjang dari do’a ini
jika tidak mengetahui keridhaan makmum terhadap tambahan tersebut. Apabila dia
mengetahui adanya aakeridhaan mereka, atau orang yang shalat itu
melaksanakannya sendirian, maka dianjurkan untuk mengucapkan setelahnya,
اللَّهُمَّ
أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ……… وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
[Raudhotuth Thalibin 1/509]
Pendapat
Imam Nawawi ini bertentangan dengan dengan pendapat Imam Syafi’I dalam kitab
Al-Umm yang penulis kutipkan di atas (pen.)
Imam Zaenuddin
Asy-Syafi’I dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
Do’a
iftitah itu banyak, yang paling utama ialah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
yaitu :
وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ
الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمرت وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
[Fathul
Mu’in 1/177].
Imam
al-Ghazali Asy-Syafi’I berkata dalam kitab Ihya’ Ulumiddin :
Dan
sesudah ucapan ‘Allahu Akbar’ (takbir) mengucapkan :
الله أكبر
كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ
رب الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أَمَرْتُ وَأَنَا مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ
“Allah
Maha Besar dengan benar-benar Maha Besar. Segala Puji bagi Allah dengan
sebanyak-banyaknya. Dan Allah Maha suci pagi dan sore. Saya menghadapkan muka
saya kepada Tuhan pencipta langit dan bumi dengan rendah hati dan
sejujur-jujurnya sebagai seorang muslim, bukan sebagai seorang musyrik.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku bagi Allah, Tuhan seru
sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya. Begitulah saya diperintah, dan saya sebahagian
dari orang islam (orang-orang yang berserah diri)”
Kemudian ia membaca :
Kemudian ia membaca :
سُبْحَنَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَجَعَلَ ثَنَاءَ
كَ وَلَااِلَهَ غَيْرُكَ
“Maha
suci Engkau ya Allah dan dengan segala puji-Mu. Maha suci namaNya, maha Tinggi
kemuliaanMu dan Maha besar PujianMu, dan tidak ada Tuhan selainMu”
(HR. Abu
Dawud 775 , Tirmidzi, Hakim dari Aisyah)
[Ihya’
Ulumiddin 1, hal. 508-509]
Pendapat
Imam Ghazali ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi’I dalam kitab Al-Umm yang
penulis kutipkan di atas (pen.)
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Seseorang
yang mengerjakan shalat disunahkan membaca salah satu diantara do’a yang pernah
dibaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu bacaan pembukaan shalat setelah
takbiratul ihram dan sebelum membaca al-Fatihah.
Imam
Ahmad mengatakan, “Saya akan mengamalkan apa yang diriwayatkan dari Umar,
meskipun membaca do’a iftitah-iftitah lainnya juga dianggap baik”
[Fiqih
Sunnah 1, hal. 205]
Imam
Ash-Shan’ani berkata :
Ibnu Hajar
Al-Asqalani dalam kitab At-Talkhis meriwayatkan dari As-Syafi’i dan dari Ibnu
Khuzaemah, bahwa do’a tersebut (Wajjahtu….) dibaca pada shalat-shalat wajib dan
bahwa hadits Ali Rhadiallahu ‘anhu menjelaskan hal tersebut.
Berdasarkan
perkataan Ibnu hajar di atas, bisa disimpulkan bahwa bacaan ini dikhususkan
untuk shalat wajib atau bisa juga ia bersifat umum untuk semua shalat, sehingga
seseorang boleh memilih untuk membaca bacaan ini sesudah takbiratul ikhram atau
memilih do’a yang lain. [Subulus salam 1, hal. 441]
Imam
Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
Tidak
diragukan lagi, bahwa riwayat yang paling shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah yang lebih utama diikuti dan dipilih. Adapun riwayat yang
paling shahih mengenai do’a iftitah adalah hadits Abu Hurairah, kemudian hadits
Ali.
[Bustanul
Ahbar 1/469]
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar