Minggu, 01 November 2009

DO’A IFTITAH (ISTIFTAH)

DO’A IFTITAH (ISTIFTAH)
Oleh : Masnun Tholab
www.masnuntholab.blogspot.com

Segala Puji bagi Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam.
Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Pendahuluan
Imam Nawawi berkata dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab :
Setiap orang yang shalat, baik imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian, baik wanita, anak-anak, musafir, shalat fardhu, shalat sunnah, shalat dengan duduk, berbaring dan sebagainya, dianjurkan membaca do’a iftitah setelah takbirotul ihram.
(Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab 3/593)

Hukum Membaca Do’a Iftitah
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid mengatakan : Sebagian fuqaha berpendapat bahwa membaca taujih adalah wajib. Yakni membaca lafal berikut ini setelah takbir :
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi (QS. Al-An’am 6 : 79)
Ini menurut pendapat Syafi’i. Sedang menurut Abu Hanifah, dengan kata-kata subhanallah (tasbih). Dan menurut Abu Yusuf, murid Abu Hanifah, membaca taujih dan tasbih secara bersamaan. Adapun Malik juga berpendapat bahwa taujih di dalam shalat tidak wajib dan tidak sunat.
[Bidayatul Mijtahid 1, hal.270].

Hadits-hadits Tentang Do’a Iftitah
Abu Hurairah berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْكُتُ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَبَيْنَ الْقِرَاءَةِ إِسْكَاتَةً قَالَ أَحْسِبُهُ قَالَ هُنَيَّةً فَقُلْتُ بِأَبِي وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ إِسْكَاتُكَ بَيْنَ التَّكْبِيرِ وَالْقِرَاءَةِ مَا تَقُولُ قَالَ أَقُولُ اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiam antara takbir dan bacaan Al Qur'an." Abu Zur'ah berkata, Aku mengira Abu Hurairah berkata, 'Berhenti sebentar, lalu aku berkata, "Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku! Tuan berdiam antara takbir dan bacaan. Apa yang tuan baca diantaranya?. Beliau bersabda: "Aku membaca; (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju dan es yang dingin)."
(HR. Bukhari 702; Muslim 940; Abu Dawud 663)

Dari Ali bin Abu Thalib Biasanya apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat, beliau membaca (do'a iftitah) sebagai berikut:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
 (Aku hadapkan wajahku kepada Allah, Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan ikhlas dan tidak mempersekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri kepadaNya. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Labbaik wa sa'daik (Aku patuhi segala perintahMu, dan aku tolong agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu. Sedangkan kejahatan tidak datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan kepadaMu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku bertobat kepadaMu)." (HR. Muslim 1290; Abu Dawud 649; Nasa’I 887)

Dari Ibnu Umar dia berkata; "Ketika kami shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tiba-tiba seseorang mengucapkan
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ الْقَائِلُ كَلِمَةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ قَالَ ابْنُ عُمَرَ فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ
 (Maha Besar Allah, dan segala puji bagi Allah, pujian yang banyak, dan Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang)." Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Siapakah yang mengucapkan kalimat tadi?" Seorang sahabat menjawab; "Saya wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Sungguh aku sangat kagum dengan ucapan tadi, sebab pintu-pintu langit dibuka karena kalimat itu." Kata Ibnu Umar; "Maka aku tak pernah lagi meninggalkannya semenjak aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan hal itu." (HR. Muslim 943; Abu Dawud 651; An-Nasa’I 875)

Dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ بِاللَّيْلِ كَبَّرَ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
"Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdiri untuk shalat malam, beliau bertakbir dan membaca: (Maha Suci Engkau Ya Allah, aku memuji-Mu, Maha Berkah akan nama-Mu, Maha Tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau), " lalu membaca: (Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya), " (HR. Tirmidzi 225)

Dari 'Abdah
عَنْ عَبْدَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ كَانَ يَجْهَرُ بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
bahwa Umar bin al-Khaththab dahulu mengeraskan (bacaan) kalimat-kalimat tersebut. Dia membaca, Ya Allah, Mahasuci Engkau dan dengan memujimu, Mahaberkah NamaMu, Mahaluhur kemuliaanMu, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau." 
(HR. Muslim 606; Abu Dawud 658)

Pendapat Ulama Tentang Lafadz Do’a Iftitah
Dalam kitab Al-Umm Imam Syafi’i berkata :
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila memulai shalat, ia membaca,
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِِّ الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ أَنْتَ ربي وأنا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي جَمِيْعَهَا لَا يَغْفِرُهَا إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِى لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ وَالْمَهْدِى مَنْ هَدَيْتَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ لَا مَنْجَى مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ


Imam Syafi’i berkata :
Oleh karena itu, saya memerintahkan dan menyukai agar seseorang membaca bacaan di atas sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau tidak meninggalkannya sedikitpun.
Imam Syafi’i berkata :
Apabila seseorang menambah atau menguranginya, maka saya memandangnya sebagai perkara yang makruh. Walaupun demikian, ia tidak harus mengulangi shalatnya dan tidak perlu sujud sahwi, baik dilakukan dengan sengaja, lupa atau tidak tahu.
[lihat Ringkasan Kitab Al-Umm 1, hal. 163]

Imam Nawawi Asy-Syafi’I berkata dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab : Tentang bacaan do’a iftitah, telah kami sebutkan sebelumnya, bahwa bacaan do’a iftitah adalah :
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
(Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab 3/601)

Dalam kitabnya yang lain, Raudhotuth Thalibin, Imam Nawawi menjelaskan :
Dianjurkan bagi orang yang shalat apabila bertakbir membaca do’a istiftah, yaitu :
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ
وَأَنَا من الْمُسْلِمِيْنَ
Selanjutnya Imam Nawawi berkata : Hendaklah imam tidak menambah lebih panjang dari do’a ini jika tidak mengetahui keridhaan makmum terhadap tambahan tersebut. Apabila dia mengetahui adanya aakeridhaan mereka, atau orang yang shalat itu melaksanakannya sendirian, maka dianjurkan untuk mengucapkan setelahnya,
اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ……… وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

[Raudhotuth Thalibin 1/509]
Pendapat Imam Nawawi ini bertentangan dengan dengan pendapat Imam Syafi’I dalam kitab Al-Umm yang penulis kutipkan di atas (pen.)

Imam Zaenuddin Asy-Syafi’I dalam kitab Fathul Mu’in berkata :
Do’a iftitah itu banyak, yang paling utama ialah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu :
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمرت وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
[Fathul Mu’in 1/177].


Imam al-Ghazali Asy-Syafi’I berkata dalam kitab Ihya’ Ulumiddin :
Dan sesudah ucapan ‘Allahu Akbar’ (takbir) mengucapkan :
الله أكبر كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتْي للهِ رب الْعَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أَمَرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Allah Maha Besar dengan benar-benar Maha Besar. Segala Puji bagi Allah dengan sebanyak-banyaknya. Dan Allah Maha suci pagi dan sore. Saya menghadapkan muka saya kepada Tuhan pencipta langit dan bumi dengan rendah hati dan sejujur-jujurnya sebagai seorang muslim, bukan sebagai seorang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya. Begitulah saya diperintah, dan saya sebahagian dari orang islam (orang-orang yang berserah diri)”
Kemudian ia membaca :
سُبْحَنَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَجَعَلَ ثَنَاءَ كَ وَلَااِلَهَ غَيْرُكَ
“Maha suci Engkau ya Allah dan dengan segala puji-Mu. Maha suci namaNya, maha Tinggi kemuliaanMu dan Maha besar PujianMu, dan tidak ada Tuhan selainMu”
(HR. Abu Dawud 775 , Tirmidzi, Hakim dari Aisyah)
[Ihya’ Ulumiddin 1, hal. 508-509]
Pendapat Imam Ghazali ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi’I dalam kitab Al-Umm yang penulis kutipkan di atas (pen.)

Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah berkata :
Seseorang yang mengerjakan shalat disunahkan membaca salah satu diantara do’a yang pernah dibaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu bacaan pembukaan shalat setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca al-Fatihah.
Imam Ahmad mengatakan, “Saya akan mengamalkan apa yang diriwayatkan dari Umar, meskipun membaca do’a iftitah-iftitah lainnya juga dianggap baik”
[Fiqih Sunnah 1, hal. 205]

Imam Ash-Shan’ani berkata :
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab At-Talkhis meriwayatkan dari As-Syafi’i dan dari Ibnu Khuzaemah, bahwa do’a tersebut (Wajjahtu….) dibaca pada shalat-shalat wajib dan bahwa hadits Ali Rhadiallahu ‘anhu menjelaskan hal tersebut.
Berdasarkan perkataan Ibnu hajar di atas, bisa disimpulkan bahwa bacaan ini dikhususkan untuk shalat wajib atau bisa juga ia bersifat umum untuk semua shalat, sehingga seseorang boleh memilih untuk membaca bacaan ini sesudah takbiratul ikhram atau memilih do’a yang lain. [Subulus salam 1, hal. 441]

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
Tidak diragukan lagi, bahwa riwayat yang paling shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah yang lebih utama diikuti dan dipilih. Adapun riwayat yang paling shahih mengenai do’a iftitah adalah hadits Abu Hurairah, kemudian hadits Ali.
[Bustanul Ahbar 1/469]


Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH

  YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITRAH Oleh : Masnun Tholab   Hukum Zakat Fitrah Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih Sunnah mengatakan bahw...