SHALAT
ISTIKHARAH
Oleh : Masnun
Tholab
Manfaat Shalat
Istikharah
Shalat istikharah
sangat penting untuk dilakukan karena pilihan manusia acapkali bersifat
subjektif dan terkadang tak terlepas dari dorongan nafsu. Dapat dipahami jika manusia kadang
membenci sesuatu yang baik dan sebaliknya mencintai sesuatu yang buruk. Dalam
hal ini, al-Qur an mensitirnya dalam surat Al-Baqarah ayat 216:
وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا
شيئا وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون
“Boleh jadi
kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu
menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetauhi, sedangkan kamu
tidak mengetauhi”.
Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi mengutip
perkataan Al-Hasan tentang pengertian ayat ini :
لَا تَكْرَهُوا الْمُلِمَّاتِ الْوَاقِعَةَ،
فَلَرُبَّ أَمْرٍ تَكْرَهُهُ فِيهِ نَجَاتُكَ، وَلَرُبَّ أَمْرٍ تُحِبُّهُ فِيهِ
عَطَبُكَ
Janganlah kalian membenci penderitaan yang terjadi, sebab berapa banyak
perkara yang engkau benci, namun disitulah keselamatanmu. Berapa banyak perkara
yang engkau sukai, namun justru disitulah kehancuranmu” [Tafsir Al-Qurthubi 3, hal. 91].
Jabir bin Abdillah Radhiallahu’anhu
berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengajari kami shalat
Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu, sebagaimana mengajari surah
Al-Quran. Beliau bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu mempunyai rencana
untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunnah (Istikharah) dua
rakaat, kemudian bacalah doa ini:
اللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ
مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ
أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ
هَذَا اْلأَمْرَ ... خَيْرٌ
لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ
فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ
تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ
أَمْرِيْ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ
لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan
yang tepat kepadaMu dengan ilmu pengetahuanMu dan aku mohon kekuasaanMu (untuk
mengatasi persoalanku) dengan kemahakuasaanMu. Aku mohon kepadaMu sesuatu dari
anugerahMu Yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa, sedang aku tidak
kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha
Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini
……. lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku atau di dunia atau
akhirat sukseskanlah untukku, mudahkan jalannya, kemudian berilah berkah. Akan
tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku
dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkan
persoalan tersebut, dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku di
mana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaanMu kepadaku.” [HR.
Al-Bukhari 7/162]
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar
berkata :
قال العلماء: تستحبّ
الاستخارة بالصلاة والدعاء المذكور، وتكون الصلاة
ركعتين من النافلة،
Para ulama berkata :
Dianjurkan istikharah dengan shalat dan doa tersebut. Shalat itu berjumlah dua
rekaat sebagai shalat nafilah. [Al-Adzkar , hal. 206]
Imam Nawawi rahimahullah
mengatakan :
ثم إن الاستخارة مستحبّة في
جميع الأمور كما صرَّح به نصُّ هذا
الحديث
الصحيح، وإذا استخار مضى بعدها لما ينشرحُ له صدره. واللّه أعلم
“Perlu diketahu bahwa
istikharoh itu dianjurkan dalam segala urusan, sebagaimana dijelaskan oleh nash
dan hadits yang sahih itu. Apabila selesai beristikharah, iapun melakukan apa
yang melapangkan dadanya. [Al-Adzkar , hal. 206]
Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar berkata :
Ucapan perawi (segala perkara) menunjukkan keumuman, dan bahwa seseorang
itu tidak boleh menyepelekan atau tidak
mempedulikan suatu perkara karena kecilnya perkara tersebut sehingga tidak
beristikharah. Tidak sedikit perkara yang dianggap remeh ternyata di kemudian
hari melahirkan bencana karena tidak dipedulikan. Karena itulah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لِيَسْتَلْ اَحَدُكُمْ
رَبَّهُ حَتَّى فىِ شَسَعِ نَعْلِهِ
“Hendaklah salah seorang di antara kamu
meminta kepada TuhanNya, sampaipun dalam persoalan tali terompahnya” [Shahih Ibnu
Hibban, no. 866; Sab’ul Iman lil Baihaqi, no. 1079]
Hadits di atas tadi
menunjukkan disyari’atkannya shalat istikharah dan memanjatkan do’a tersebut
setelahnya. [Bustanul Ahbar Mukhtashar Nailul Authar 1/668].
Waktu
Pelaksanaan
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar
berkata :
قال العلماء: تستحبّ
الاستخارة بالصلاة والدعاء المذكور، وتكون الصلاة
ركعتين من النافلة، والظاهر أنها تحصل بركعتين من السنن الرواتب، وبتحية المسجد
وغيرها من النوافل؛
Para ulama berkata :
Dianjurkan istikharah dengan shalat dan doa tersebut. Shalat itu berjumlah dua
rekaat sebagai shalat nafilah. Yang jelas, ia bisa dilakukan dengan dua rekaat
sunnah rawatib atau takhiyatul masjid atau shalat sunnah lainnya. [Al-Adzkar
, hal. 206]
Sayyid Sabbiq dalam kitab Fiqih
Sunnah berkata tentang shalat
Istikharah :
ولو كانتا من السنن الراتبة أو تحية المسجد في أي وقت من الليل
أو النهار
Shalat Istikharah boleh dilakukan ketika mengerjakan
shalat sunnah rawatib atau tahiyatul masjid, atau boleh pula dilakukan pada
waktu malam atau siang. [Fikih Sunnah 1, hal. 304].
Dalam kitab Raudhatuth Thalibin, Imam
Nawawi berkata :
وَلَوْ صَلَّى الدَّاخِلُ
فَرِيضَةً، أَوْ وِرْدًا، أَوْ سُنَّةً، وَنَوَى التَّحِيَّةَ مَعَهَا، حَصَلَا جَمِيعًا. وَكَذَا إِنْ لَمْ
يَنْوِهَا
Jika seseorang masuk ke dalam masjid untuk melaksanakan shalat fardhu,
atau melaksanakan shalau sunnah lainnya dan dia berniat dengan Tahiyatul Masjid
sekaligus, maka berhasil penggabungan niatnya. Begitu juga jika dia tidak
meniatkan untuk shalat Tahiyatul Masjid.
[Raudhatuth
Thalibin 1/311 (1/675)]
Surat Yang Dibaca
Imam Nawawi berkata :
ويقرأ في الأولى بعد
الفاتحة: قل يا أيّها الكافرون،
وفي
الثانية: قل هو اللّه أحد؛ ولو تعذرت عليه الصلاة استخار بالدعاء.
Dalam rekaat pertama
sesudah surah Al-Fatihah, dibaca surat Al-Kafirun. Dalam rekaat kedua membaca
surat Al-Ikhlas. Andaikata berhalangan melakukan shalat, maka istikharah
dilakukan dengan berdoa. [Al-Adzkar , hal. 206; Ihya Ulumiddin 1, hal.
679]
Do’a Shalat Istikharah
Lihat hadits di atas!
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata:
وروينا في كتاب ابن السني،
عن أنس رضي اللّه عنه قال: قال رسول
اللّه صلى اللّه عليه وسلم: "يا أنَسُ، إذَا
هَمَمْتَ بِأمْرٍ فاسْتَخِرْ رَبَّكَ فيهِ سَبْعَ
مَرَّاتٍ، ثُمَّ انْظُرْ إلى الَّذي سَبَقَ
إلى قَلْبِكَ، فإنَّ الخَيْرَ فِيهِ"
Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas RA,
bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kepadanya,
“Hai Anas, jika engkau ingin melakukan sesuatu, maka mintalah
pilihan kepada tuhannu tujuh kali, kemudian koreksilah kedalam hatimu, mana
yang lebih mantap, karena sesungguhnya kebaikan terdapat di situ” [Al-Adzkar
, hal. 206]